Suluk.id, Tulungagung – Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 H Pondok Pesantren Al Bidayah Tulungagung, Jumat (13/9/2025) malam, menghadirkan Prof. Dr. Abad Badruzzaman, Lc., M.Ag. sebagai penceramah. Di hadapan santri, pengasuh dan pengajar (asatidz) yang memadati mushola pondok sejak pukul sekitar 19.00 WIB, guru besar ilmu tafsir tersebut menyampaikan dari urgensi bershalawat, menjawab keraguan atas tradisi peringatan maulid, hingga isyarat-isyarat alam yang menyertai kelahiran Rasulullah SAW. Suasana meriah, khidmat dan kebahagiaan terasa sangat kental dalam rangkaian dari awal hingga acara berakhir.
Prof. Abad menegaskan posisi Rasulullah sebagai figur paling agung dalam sejarah manusia, diakui kawan maupun lawan. Menurutnya sosok Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam merupakan manusia paling agung dalam sejarah umat manusia. Juga sebagai manusia paling berpengaruh yang akhlak dan perangainya layak diteladani.
“Mengapa memperingati Maulid dan memperbanyak shalawat? Ada yang bertanya mana dalilnya… katakan kepada mereka, cinta tidak perlu dalil,” ucapnya, disambut tawa dan tepuk tangan. “Nabi memang tidak pernah meminta, tapi untuk sekadar memperingati kelahirannya saja kita keberatan?” terangnya.
Prof. Abad menyebut sedikitnya empat alasan yang meneguhkan tradisi bershalawat terutama di bulan kelahiran Nabi. Pertama, alasanya karena Allah dan para malaikat sendiri bershalawat kepada Nabi, merujuk ayat Innallāha wa malā’ikatahu yuṣallūna ‘alan-nabi. Maka sebagai manusia yang hanya sebagai makhluk biasa kenapa enggan melantunkan sholawat. “sendiri sah, berjemaah juga sah. Kalau sudah sah, mau cari dalil apa lagi?” jelasnya.
Alasan kedua, shalawat sebagai wujud syukur dan terima kasih atas jasa Rasulullah menyalakan obor hidayah. Rasulullah seorang yang paling berjasa dalam membawa agama Islam, menumbuhkan keimanan dan ihsan. “Siapa yang paling berjasa atas keislaman, keimanan, dan mudah-mudahan keihsanan kita hari ini, yakni Kanjeng Nabi dan para sahabat,” tegasnya.
Ketiga, shalawat menghadirkan limpahan kebaikan kembali kepada pembacanya. Ia mengilustrasikan bagaikan menumpahkan air ke gelas yang sudah penuh akan melimpah ke sekitar. Karena itu, ia menganjurkan mendawamkan shalawat dalam berbagai keadaan, sebelum dan sesudah shalat maupun doa, saat lapang atau terhimpit. “Kebaikan itu akan kembali kepada diri kita,” ujarnya.
Keempat, shalawat sebagai ikhtiar meraih syafaat di hari kiamat. Karena manusia tidak mempunyai jaminan dari amal perbuatan manusia yang cukup untuk dapat masuk surga. Rajin bershalawat, lanjutnya, adalah pengakuan cinta yang dengan izin Allah dapat memantaskan seorang hamba menjadi bagian dari mereka yang berhak atas syafaat. “Kita tidak punya jaminan amal mencukupi. Jangankan menebus surga, menutupi dosa saja mungkin belum cukup. Maka satu-satunya harapan adalah syafaat Kanjeng Nabi,” jelasnya.
Tentu saja, lanjut Prof. Abad ada yang lebih penting sebagai ekspresi cinta yaitu berupaya sekuat tenaga untuk menumbuhkan, menghidupkan, menginternalisasi dalam diri berupa sunnah-sunnah Kanjeng Nabi. Sehingga dengan demikian “di hari yang besar (kiamat) kelak diakui oleh Nabi sebagai saudara-saudaranya Kanjeng Nabi” terangnya.
Adapun hadits yang menyebutkan bahwa ada orang-orang yang akan diakui sebagai saudara-saudara yang Nabi rindukan. Mereka adalah umat yang datang jauh ribuan tahun setelah Nabi, berada di negeri yang jauh ribuan kilo dari Nabi. “Mereka tidak pernah mendengar langsung kata-kata, tidak pernah melihat langsung wujud fisik, tetapi mereka memilih beriman kepada-Ku (Nabi).” tegas Prof Abad. (mrc).

Islamic digital activist. Mugi Barokah Manfaat