Kulon Progo, 09 Agustus 2025_ KKN selayaknya dilakukan dengan riang gembira. Riang gembira itu bisa datang dari dalam diri secara internal, bisa pula dari eksternal. Punya kawan baru misalnya, jadi salah satu alasan kenapa seorang mahasiswa betah dan kerasan di lingkar KKN. Awalnya belum kenal tapi akhirnya sekelompok, seposko, bahkan pada akhirnya ada yang jadi satu bahtera pernikahan. Ketika KKN dilakukan secara regional oleh kampus, maka teman baru yang akan kita dapatkan biasanya dari lingkar Program Studi ataupun jurusan. Misalnya Alfin Hidayatullah dari Program Studi Ilmu Hadis, ketemu dengan Erika Wahyu dari Program Studi Ekonomi Syariah. Begitu pula dengan keterlibatan dalam KKN Nusantara 2025. Aku secara pribadi dapat mengenal dan memiliki banyak teman lingkar PTKIN, karena KKN ini diikuti oleh 37 PTKIN Se-Indonesia.
Secara administratif di kelompokku berasal dari tujuh PTKIN, tersebut adalah tuan rumah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Aku sendiri dari UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, UIN KH. Ahmad Shidiq Jember, UIN Syekh Washil Kediri, UIN Prof. Dr. Saifuddin Zuhri Purwokerto, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, dan IAIN Pare-Pare Sulawesi Selatan. Kita berasal dari daerah yang berbeda-beda. Secara bahasa dan adat berbeda, apa lagi di aspek sosial dan model komunikasi juga berbeda, ditambah dengan selera makanan dan model masakan yang berbeda. Kondisi ini dikuatkan dengan latar belakang daerah asal masing-masing mahasiswa juga berbeda. Ketua kelompok KKN kami, Khoirul namanya berasal dari Gunung Kidul, satu satunya mahasiswa putra daerah DI Yogyakarta. Perawakannya kekar, suka Gym tiap sore, dan pintar baca kitab, walaupun pernah diminta mengisi pengajian di Musshola dan lupa materi yang ujung-ujungnya dikaranglah materi itu, hehehe.
Aku sendiri berasal dari Tuban, daerah dengan kondisi geografis panas dan pesisir, wajar kalau posisiku dengan sambal, ikan, dan kerupuk sama persis kaya anak dan Ibu. Tidak bisa dipisahkan. Empat teman kami sebut saja namanya Viki, Mahasiswa paling tinggi postur tubuhnya di antara kita. Ia berasal dari Solo Jawa Tengah. Daerah kelahiran Pak Jokowi dan Mas Gibran, Mantan Presiden dan Wakil Presiden Periode kini. Namanya nasib, tidak tahu kalau 20 atau 25 tahun yang akan datang ia akan duduk di jabatan Wakil Presiden, tentu kalau Presidennya Aku. Temanku Viki ini kini menduduki jabatan strategis, jadi penanggung jawab program kerja KKN bagian Bank Sampah. Kesehariannya mengamalkan hadis nabi, bersih-bersih dengan cara koordinasi dengan warga setempat akan pentingnya mengelola sampah. Bahasa realnya, ia mencoba mengumpulkan bekas botol plastik.
Viki tidak sendiri, ia punya partner untuk mengelola sampah namanya Anti. Namanya panjangnya Fadhlianti Puspita Ningrum, cewek kelahiran Purwokerto yang tiap harinya berbicara dengan logat ngapak. Katanya “Ora ngapak ora kepenak”, aku juga belajar bahasa dan logat ngapak darinya. Anti dengan caranya yang khas dan primpen dalam mengelola dan mengatur manajemen program kerja juga punya tanggung jawab penting di kelompok kita, jadi bendahara. Pembawanya periang dan enak diajak diskusi, yakin sama aku dia dermawan dengan anak-anak lainnya. Tapi terkadang dia juga pelit, pelit dalam urusan keuangan kelompok yang bukan uang pribadinya, profesional. Dari kontingen UIN SAIZU, ia tidak sendirian karena ada satu mahasiswi satu lagi yang menemaninya, namanya sekar. Sekar ini sebelas dua belas dengan Anti, infonya keduanya sama-sama mendapatkan beasiswa Bank Indonesia, sama-sama memiliki kefasihan berbahasa Indonesia dan ngapak, dan kecakapan dalam urusan administrasi. Anti jadi Bendahara, Sekar jadi Sekretaris, kombinasi yang pas.
Bergeser lagi ke temanku yang berasal dari tuan rumah KKN Nusantara 2025, UIN Sunan Kalijaga. Kita bahas pertama, panggil dia Adib. PDD satu ini punya satu keunikan yang aku juga ingin belajar darinya, ngomongnya halus dan terkesan sabar dengan segala kondisi dan keadaan, bahasa gaulnya soft spoken. Sehari-hari tugasnya ambil foto dan video, editing, dan uploud postingan yang sudah siap dilihat banyak orang. Pembawaannya kalem tapi terkadang juga julit, tak apa karena dia suka bercanda dan periang. Partnernya namanya Niken, cewek cerdas dan luar biasa dari Temanggung. Sama-sama Kalijaga Muda yang punya skill take dan editing video dan foto. Maaf, Niken ini termasuk orang berkebutuhan khusus di kelompok kita, ia tunarungu yang mengakibatkan tunawicara. Terlepas dari itu, menurutku ia sangat luar biasa, cerdas, cekatan, dan responsif dengan keadaan. Bayangkan di hari pertama KKN, ia mengumpulkan anak-anak untuk diajarinya bahasa isyarat, di sisi lain menurutku ia berbeda dengan orang berkebutuhan khusus lainnya. Ia bisa paham dengan perkataan lawan bicaranya dengan memperhatikan gerak bibir, satu skill yang sulit diikuti oleh penyandang disabilitas lain.
Dari UIN Sunan Kalijaga, bukan hanya Irul, Adib dan Niken. Masih ada dua mahasiswi lagi. Laila, aku sering salah panggil Laili. Wanita kalem yang primpen karena jadi sekretaris. Aku sering minta tolong kepadanya karena selain jadi sekretaris ia juga sering bantu di bagian program kerja yang penanggung jawabnya adalah aku. Ia sering terlibat di program kerja ensiklopedia dusun, satu program yang diinisiasi sebagai upaya melakukan rekap data potensi dan aset dusun. Perempuan asal Nganjuk Jawa Timur itu karena profesionalnya dalam merekap data, maka aku butuhkan untuk membantu di program kerja yang semestinya ia tidak bertanggung jawab di situ. Ia tidak sendiri, Lisna yang juga mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta juga sering membantuku di bidang penulisan ensiklopedia dusun. Ia pintar menulis dan terampil dalam berbicara ketika sensus data ke masyarakat. Sesekali ia agak julit ke beberapa teman kami yang pendiam seperti Irwan dan Ain. Walaupun sering mengantuk ketika aku minta untuk menulis hasil laporan yang outputnya menjadi buku, ia tetap semangat ketika sensus apa lagi ke anak-anak kecil. Maklum, ia berasal dari Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini.
Kita bergeser agak sedikit ke timur, Jawa Timur. Namanya Ainus Sa’adah, bisa dipanggil Ain, atau mungkin lidah teman-temanku terbiasa panggil Ayin. Mahasiswi Psikologi, pintar psikologi anak tapi ke anak-anak TPA agak judes. Pantas, anak-anak TPA tidak terlalu suka kalau diajar Ayin karena selain agak tegas dalam mengajar ia juga punya standar tinggi dalam hal keilmuan. Sering aku dapati ia bangun tidur pertama kali, dan tak jarang juga aku lihat ia baca Al Qur’an di depan pintu bila pagi belum terlalu bersinar. Sialnya, ia tergolong orang-orang yang adil. Sering ia bangunkan teman-teman kami yang masih tertidur lelap dalam alunan azan subuh, adilnya ia tidur lagi tatkala teman-teman kita sudah bangun, alamak. Ya sudah lah, kita bergeser ke sohibnya Ayin. Ratna namanya, ia dari Sulawesi Selatan. Saat aku menulis naskah ini aku belum tahu ia berasal dari kota atau kabupaten mana. Tak apa, aku ceritakan saja tentangnya. Ia mahasiswi UIN Maliki Malang, satu-satunya mahasiswa jurusan pendidikan bahasa arab yang ada di posko ini. Katanya mahasiswa Program Studi Bahasa Arab, tapi kesehariannya aku lihat ia banyak belajar bahasa Jawa, bukan bahasa arab, kocak. Terserah Ratna saja deh.
Kurang dua cowok lagi, namanya Ghozali dan Irwan. Ini dua sejoli yang tak dapat dipisahkan. Gozali mahasiswa UIN Jember yang kritis dan intelek. Karena ia tergolong Mahasiswa yang intelek, terkadang sesekali antara teman-teman dan ia tampak berdebat, tentunya dalam koridor rapat program kerja dan agenda ilmiah lainnya. Tampak ia sangat menguasai program kerja unggulannya, Bank Sampah. Bersama dengan Irwan, mahasiswa asal Pare-Pare Sulawesi Selatan itu ia sering terlihat berdiskusi panjang tentang bagaimana konsep dan kelanjutan program ketika nantinya ia sudah tidak lagi KKN di daerah ini. Irwan sendiri juga termasuk cowok yang cool. Suka kopi dan pendiam, sesekali ia suka ngelawak dan aku pastikan lawakannya pasti kocak walaupun terkadang ia melawak tapi temannya tak paham. Tapi justru itu yang lucu.