Agama dalam maknanya yang paling esensial merupakan mengkonsepsikan satu pemahaman tentang pesan akan nilai-nilai universal sebagai rahmat seluruh umat (rahmatan lil alamin) dan bukan kekerasan maupun peperangan yang terkandung di dalamnya. Semangat inilah yang dikandung oleh setiap agama mengajarkan kedamaian, cinta kasih dan jauh dari kekerasan. Rentannya konflik yang berlatar belakang agama telah menjadikan problem kemanusiaan semakin jauh dari penyelesaian. Karena tindakan destruktif yang dilakukan manusia sering kali mengatasnamakan agama, maka agama lambat taun akan kehilangan ruh sucinya yang berakhir pada kaburnya nilai-nilai kemanusiaan yang dikandungnya.
Dengan kemajemukan masyarakat baik dari segi tradisi, budaya, etnis, bahasa, dan agama. Mampu dipertemukan dengan mengedepankan nilai-nilai tasamuh dalam keragaman. Relasi antara agama dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan. Islam yang sudah tersitem rapi pada masa Rasulullah Saw di Kota Madinah menjadi pijakan kita untuk meneladinya. Sendi-sendi keragaman yang hadir pada masyarakat yang beraneka ragam agama, suku, ras, dan budaya dapat dipersatukan dalam sebuah ikatan kebersamaan yang kuat.
Islam sebagai agama mampu menjadi ujung tombak terciptanya kedamaian dan keharmonisan anak bangsa. Tauladan tersebut dapat diterapkan di Bumi Nusantara yang secara kultur dan budaya sangat berbeda. Kemajemukan yang ada terkadang menjadi pemantik pertikaian antar anak bangsa. Keberadaan Islam yang mengedepankan nilai-nilai tradisi dan budaya menjadi benteng kekuatan kultur Nusantara. Kenapa demikian? Dapat dibuktikan sampai detik ini keberadaan Islam sebagai sebuah agama yang mayoritas menjadi payung keharmonisan bagi yang minoritas. Multikulturalisme yang hadir menjadi pengikat antar anak bangsa untuk saling bergandengan tangan dalam membangun dan mengembangan tradisi dan kebudayaan.
Perbedaan Merupakan Hal Biasa
Keragaman merupakan sebuah keniscayaan yang selalu mewarnai kehidupan manusia. Keragaman adalah wujud dari perbedaan-perbedaan yang berangkat dari fitrah manusia atau faktor bawaan sebagai anugrah dari Allah Swt. Pada hakikatnya keragaman jika dipandang dan disikapi secara positif merupakan sebuah anugrah dan manifestasi bagi setiap individu dalam kelompok sosial yang akan saling melengkapi, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Dan Allah Swt menciptakan manusia pada dasarnya adalah untuk saling mengenal dan berbuat baik. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”
Apalagi perbedaan dalam penentuan dan pelaksanaan Hari Raya Idul Fitri. Kita sebagai masyarakat yang plural sudah terbiasa menghadapi adanya perbedaan tersebut. Lha wong yang membedakan hanyalah waktu dan tanggal saja, sholatnya tetap sama. Dan setelah itu juga sudah terbiasa saling ma’af memaafkan antar sesama. Inilah indahnya Nusantara yang terbungkus dalam harmoni kehidupan yang beraneka ragam.
Relasi Dakwah dan Tradisi Budaya
Kejeniusan para Wali dan Mubaligh dalam menyebarluaskan ajaran Islam di Nusantara merupakan contoh nyata, agar tujuan yang akan dicapai bisa berjalan dengan baik. Multikulturalisme yang ada di Bumi Nusantara merupakan khazanah kebudayaan yang harus dan tetap dilestarikan. Sebagaimana para Wali masuk dalam kebudayaan masyarakat Jawa dan memberikan sumbangsih yang konstruktif pada kemajuan kebudayaan tersebut. Pandainya para Wali dan mubaligh Islam mengambil hati masyarakat menjadi cacatan penting bagi kita dalam mentransformasikan nilai-nilai keislaman disegala aspek kehidupan. Hal ini juga sesuai dengan kaidah tradisi yang telah mengakar di kalangan Sunni yaitu “Al-Muhafadhatu ‘ala al-Qodim al-Salih wal Akhdhu bil Jadid al-Aslah”.
Islam merupakan agama dakwah yaitu agama yang menegaskan umatnya untuk menyebarkan dan menyiarkan kepada seluruh umat manusia secara arif dan bijaksana. Sebagai agama yang rahmatan lil alamin Islam dapat menjamin akan terwujudnya kebahagiaan dan kesejahtraan umatnya, manakala ajaran Islam dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan benar sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah. Dalam al-Quran telah ditegaskan :”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Dakwah Islam pada hakekatnya merupakan aktualisasi iman, yang dimanifestasikan dalam sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara berfikir, bersikap, dan bertindak manusia pada dataran kenyataaan individu, serta sosio-kultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan. Secara sosio-kultural dakwah Islam mengalami dua kemungkinn. Pertama, dakwah Islam mampu memberikan manfaat terhadap lingkungan masyarakat sampai terbentuk realitas baru. Kedua, dakwah Islam dipengaruhi oleh perubahan masyarakat dalam arti eksistensi, corak, dan arahnya. Kehadiran para Nabi berfungsi untuk memperbaiki dan mengubah sistem kehidupan yang lalim menuju struktur sosial baru yang adil. Sebagaimana dalam menyikapi kemajukan budaya dan tradisi yang ada.
Oleh karena itu, keberadaan Islam sebagai sebuah agama yang memiliki pegangan kitab suci yang harus dijalankan sungguh-sungguh oleh pemeluknya diantaranya adalah menghormati perbedaan dalam kemajemukan baik budaya, tradisi, dan kearifan lokal yang ada. Sangatlah penting, hal ini dikarenakan keberadaan Islam memiliki misi yang mulia yaitu membangun sebuah kebudayaan dan peradaban yang lebih bermartabat dan berakhlak. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis : “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR. Al-Baihaqi)
Teladan Rasulullah SAW di Kota Madinah
Nabi Muhammad SAW telah memberikan contoh nyata dalam mewujudkan sebuah tatanan yang lebih elegan di tengah-tengah masyarakat Madīnah yang plural dengan mengedepankan sikap saling menghargai dan menghormati. Ajaran-ajaran agama senantiasa mengajarkan pada terciptanya sebuah kedamaian dan kesejahtraan bagi setiap umat manusia, baik kebahagiaan di dunia maupun di akherat.
Agama Islam adalah agama yang lengkap, bukan hanya agama akidah dan syari’ah tetapi juga dinul ilmi was tsaqofah (agama ilmu dan peradaban). Islam lahir di tengah masyarakat jahiliyah yang serba terbelakang, dengan dipimpin oleh seorang Nabi Revolusioner, mampu mengubah tatanan kehidupan masyarakat yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan menuju masyarakat yang maju dan memiliki peradaban tinggi selanjutnya menjadi kiblat dunia.
Oleh karena itu, di hari yang fitri ini marilah kita meneladani nilai-nilai tradisi dan kebudayaan yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam menyikapi keragaman. Begitu juga nilai-nilai yang sudah dikembangkan oleh para Wali dan Ulama dalam menciptakan keharmonisan di tengah-tengah perbedaan ,suku, ras, tradisi, budaya, dan agama. Perbedaan dalam perayaan hari raya Idul Fitri 1 Syawal 1444 H merupakan khazanah yang harus tetap dihormati. Semua memiliki dasar keilmuan yang menjadi pegangan. Dengan demikian akan terciptanya tatanan kehidupan masyarakat yang harmonis, toleran baldatun thoyibatun warabbul ghofur.
Dosen Fakultas Dakwah IAINU Tuban