Aja-aja ada memang pertanyaannya. Memang terlihat sepele, tapi menjadi bahan diskusi menarik bahkan sampai serius. Pertanyaan itu muncul ketika saya bersama teman berjalan melewati sebuah biro haji dan umroh. Sesama laki-laki berusia seperempat abad lebih sedikit yang belum menikah dan sedang lagi lucu-lucunya, tiba-tiba saja terbesit sebuah pikiran nyeleneh bin halusinasi itu. Tentu tidak akan jauh pembahasan dari usia-usia mendekati kepala tiga, tidak lain tidak bukan yakni perihal sebuah hubungan. Sebenarnya tidak muluk-muluk, tidak harus segera menikah. Namun minimal sudah mempersiapkan salah satu rukunnya, yakni calon mempelai. Jika belum ada calonnya apakah mending menabung untuk digunakan haji atau umroh?
Mendingan untuk berangkat umroh terlebih dahulu. Alasannya ketika umroh ke mekah kita bisa berdo’a tepat di depan Ka’bah. Kita yakini menjadi salah satu tempat mustajab atau mudah dikabulkannya do’a-do’a. Salah satu do’a nya agar disegerakan dipertemukan jodoh dilanjutkan dengan menikah. Dengan dasar keyakinan besar bahwa setelah pulang dari mekah entah bagaimana caranya akan segera dikabulkan keinginan-keinginan.
Karena ada beberapa kisah nyata yang dialami seseorang dengan kebimbangan antara berangkat haji atau memenuhi rencana keinginan yang lain. Kisah dari seorang bapak-bapak yang pernah kebingungan ketika dihadapkan dengan pilihan demikian. Bapak tersebut mempunyai uang yang akan digunakan untuk beberapa rencana keinginan. Antara lain untuk berangkat Haji, merenovasi rumah, atau membeli mobil baru. Terjadilah kebimbangan yang luar biasa. Setelah berdiskusi, berkonsultasi dengan kolega, dan merenungkan, akhirnya ia menentukan mengambil pilihan untuk berangkat Haji terlebih dahulu. Mendaftarlah ia dan menunggu antrian keberangkatan. Dengan keyakinan bahwa akan digantikan semua biaya yang digunakan untuk berangkat ke tanah suci.
Selang beberapa waktu, sesingkat-singkatnya cerita. Bagaimana caranya keinginan selain berhaji mulai berangsur-angsur terpenuhi. Berhasil untuk merenovasi rumah dan membeli mobil seperti yang direncanakan sebelumnya. Plus hajat untuk berangkat menunaikan rukun Islam kelima sudah tertunaikan.
Mendengar cerita tersebut, terdengar masuk akal dengan cara berpikir seperti itu. Jadi apakah kita mendingan menggunakan prinsip demikian: menabung untuk pergi mendaftar haji atau berangkat umrah terlebih dahulu kemudian berdo’a, pulang dari umroh do’a dikabulkan dan segera menikah. Konsep yang luar biasa. Ini yang menjadi lebih seru.
Konsep berpikir tersebut mungkin bisa dilakukan bagi yang masih jomblo-jomblo yang sekiranya belum pasti siapa yang siap berkomitmen menikah dengannya. Maka tabungan bisa dialihkan untuk keperluan keberangkatan umroh. Iya umroh, bukan haji. Karena dengan budget pas-pas an untuk berangkat haji pasti akan memerlukan waktu yang lebih lama. Apalagi masih usia muda. Lalu kapan berdoanya di depan Ka’bah jika tidak berangkat-berangkat.
Kemudian disanggah dengan pertanyaan. Iya kalau langsung dikabulkan, bagaimana jika tidak langsung dikabulkan? Jawabannya, kita harus husnudzan dan yakin. Jadi, konsepnya adalah berangkat umroh, berdo’a, pulang, dan segera dipertemukan jodohnya kemudian menikah. Gampang kan.
Pertanyaan lainnya, memilih menabung untuk pergi umroh, apakah kuat untuk menahan gejolak nafsu kemanusiaan? Jelas keimanan disini juga akan dipertanyakan. Antara beribadah, melaksanakan rukun Islam untuk meningkatkan iman atau memilih menikah untuk ‘menyalurkan’ hawa nafsu.
Akhirnya, mungkin sebagian besar orang-orang biasa seperti kita mending lebih memilih ibadah yang sekaligus menyalurkan nafsu saja terlebih dahulu yakni menikah. Karena memang manusia diciptakan berpasang-pasangan dengan hawa nafsunya. Menikah juga merupakan ibadah terlama hingga sepanjang hayat. Serta masih banyak ibadah yang nilainya setara dengan ibadah Umroh dan Haji. Misalnya terdapat empat amalan yang pahalanya setara Haji dan Umroh yakni Niat yang tulus, berbakti kepada orang tua, membantu orang lain, dan taat pada suami.
Toh juga kisah bapak-bapak di atas ia merupakan seorang pejabat ASN, punya tanah luas, dan memang berencana menjual tanahnya. Jadi masih besar peluang untuk mendapatkan rencana keinginannya. Berbeda dengan pawakan biasa-biasa seperti kita yang sementara hanya berangan-angan saja. Namun tetap semangat dan ikhlas dalam menjalani kehidupan. Semoga Allah SWT meridhoi kita semua. (mrc).

Islamic digital activist. Mugi Barokah Manfaat