Pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 memiliki kesamaan dengan momentum pemilu pada tahun 1987. Apa kesamaannya? Kesamaannya adalah dari segi rentetan waktu. Yakni tak lama setelah pemilu dihelat kemudian datanglah bulan suci ramadan.
Perbedaannya, dari segi jumlah kontestan partai, segmen yang dipilih serta peristiwa yang hadir pasca pemilu.
Dalam kolom Asal Usul Harian Kompas yang terbit pada tanggal 17 Mei 1987, Mahbub Djunaidi menuliskan esai berjudul Ramadhan. Pada saat itu, Mahbub banyak mengetengahkan terkait mengenai hadis maupun ayat tentang kewajiban dalam menjalankan ibadah puasa serta melakukan korelasi atas masa yang sedang terjadi, yakni: pasca dihelatnya pemilu pada tahun 1987. Tulisannya dengan ciri khas dari Mahbub, mengandung humor, bernas, dan satire.
“Dilihat dari arah bintang, tidak ada beda antara calon kontestan yang dapat kursi dan yang tidak. Sama-sama menyambut datangnya bulan Ramadhan dengan hati gembira. Begitu dengar bunyi beduk bertalu-talu, kedua golongan hamba Allah itu sama-sama mengucap syukur bila diberi umur panjang bertemu lagi dengan puasa. Sama-sama ke pasar beli sirup, dan sama-sama pula ke pasar beli dendeng kering. Sebab di mata Tuhan kedua golongan itu tak ada beda, karena yang jadi ukuran adalah takwanya.” tulis Mahbub di kalimat pembuka.
Ramadan memang bulan yang istimewa. Momentum yang banyak dinantikan oleh umat Islam di manapun berada. Banyak keutamaan-keutamaan yang ada di setiap waktu dalam bulan ramadan.
Tak ketinggalan pula, kemudian Mahbub menuliskan ayat maupun hadits yang berkaitan mengenai bulan ramadan.
Seperti diantaranya adalah ayat 183 dalam QS Al Baqarah yang artinya, “Wahai orang-orang beriman, telah diwajibkan kepada kalian berpuasa, sebagaimana diwajibkan kepada kaum-kaum sebelum kalian, supaya kalian takwa.”
Selanjutnya, beberapa hadis yang disampaikan oleh Mahbub dalam tulisan tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Baihaqi yang bunyinya,
“Bulan Ramadhan merupakan bulan di mana Allah mewajibkan kalian berpuasa dan disunnatkan sembahyang tarawi. Barang siapa yang berpuasa dan sembahyang malamnya karena dorongan iman dan karena Allah semata-mata, maka dosanya diampuni seperti bayi yang baru dilahirkan.”
Bahkan, dia juga menuliskan hadis terkait mengenai keutamaan maupun manfaat-manfaat yang sesuai dengan kaidah fikih atas pelaksanaan ibadah puasa. Diantaraya adalah salah satu hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi,
“Orang yang paling utama derajatnya di sisi Allah di hari kiamat adalah orang yang paling lama lapar dan paling lama berpikir tentang Allah Yang Maha Suci. Dan orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang kebanyakan tidur, kebanyakan minum.”
Pemilu 1987
Kita ketahui bersama, pesta demokrasi yang dihelat pada 23 April merupakan pemilu yang diselenggarakan untuk memilih anggota dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) baik tingkat I (Provinsi) maupun tingkat II (Kabupaten/Kotamadya).
Pada pelaksanaan pemilu tersebut diikuti oleh tiga partai politik, yakni masing-masing adalah: Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Golongan Karya (Golkar) serta Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Dirilis dari laman wikipedia, perolehan akhir suara untuk anggota legislatif periode 1987 – 1992 tersebut dari urutan terbanyak hingga tersedikit adalah Golkar, PPP, PDI.
Golkar memperoleh suara sebesar 62.783.680 (73,11%) dengan jumlah kursi sebesar 299, PPP memperoleh 13.701.428 (15,96%) dengan jumlah kursi sebesar 61, sementara PDI memperoleh suara dengan jumlah 9.384.708 (10,93%) dengan total 40 kursi. Tentu saja, dalam setiap perhelatan pemilu itu ada calon legislatif yang gagal.
Caleg di Mata Mahbub
Sejarah pemilu tidak terlepas dari keputusan voting. Satu suara rakyat saja menjadi penentu siapa saja anggota legislatif yang akan menjadi penyambung lidah maupun penampung aspirasi dari rakyat dalam kurun waktu lima tahun.
Dengan pelbagai mekanisme yang ada, kemudian pemilu menyajikan banyak langkah demi langkah sebelum pada puncaknya—setiap warga yang memiliki hak pilih menuju ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Seperti halnya adalah pendaftaran calon, proses melengkapi tetek bengek yang berkaitan mengenai syarat dan ketentuan—administrasi, serangkaian jadwal kampanye, hingga masa tenang sebelum melakukan pemilihan.
Tidak ketinggalan, setiap calon sewajarnya memang punya visi maupun misi dalam keputusannnya dalam mencalonkan diri menjadi anggota legislatif. Ya, kendati demikian, memang yang terjadi adalah hanya menjadi sebatas janji-janji politik saja. Setelah menjadi, banyak juga yang lupa.
Mahbub punya pandangan tersendiri ihwal karakter pemilih pada saat itu. Menurutnya, pemilih pada saat itu sudah tidak seperti sebelum-sebelumnya—hatinya polos dan tidak cerewet.
“Pemilih zaman sekarang suka catat-mencatat apa saja yang didengarnya saat hadir kampanye, dan catatannya itu disimpannya rapi-rapi di bawah bantal. Terus terang saja, ia sendiri sebetulnya tidak tahu persis apakah janjinya itu memang bisa terpenuhi atau tidak dan apakah ia punya kemampuan membuktikannya.” ungkap Mahbub.
Bagaimana dengan nasib caleg yang lolos menduduki kursi dan yang gagal mendapatkannya? Pada hakikatnya, apa saja yang dilakukan oleh tiap orang harusnya dipikirkan matang-matang. Dan dari kesemuanya itu ada segala jenis resiko yang mustinya ditanggung antara satu dengan yang lainnnya.
Karena konteksnya juga berkaitan mengenai ramadan, Mahbub banyak menjelaskan akan kemungkinan demi kemungkinan yang dilakukan oleh kedua golongan tersebut.
Kepada caleg yang jadi, dituliskan oleh Mahbub—mengingat dari apa yang pernah diucapkan pada saat kampanye, terutama yang bersifat janji. Ia mencontohkan, beberapa diantaranya adalah penghapusan SPP, kebebasan akademik hingga menghajar Porkas sampai rumah.
Selain itu, Mahbub juga mewanti-wanti kepada para caleg yang lolos untuk tidak main-main dengan janji—bahwa rakyat itu tidak tolol dan rakyat punya ingatan yang tajam sekali.
Sementara itu, kepada caleg yang gagal maupun tidak mendapatkan kursi—pembahasaan Mahbub—pasrah-pasrah saja, sebab tidak ada pilihan lain, walau ada juga yang menyimpan rasa gemas, nelangsa, penasaran serta pilu, yang kesemuanya itu disimpan baik-baik.
Mahbub menambahkan, karena tak ada yang bisa dipersalahkan dan rakyat pemilih itu pasti benar. Ada dua langkah yang kemudian dikemukakan oleh Mahbub.
Langkah pertama berupa jangka pendek, yakni menyangkut mengenai bidang usaha. Seperti dicontohkan oleh Mahbub berupa: peternakan lebah madu, toko mebel, salon kecantikan hingga berkebun—jahe maupun temu lawak. Sementara lengkah kedua berupa jangka panjang, yakni mengatur siasat bagaimana bisa tampil dan menang dalam pemilu yang mendatang. Paling utama, bagi Mahbub adalah meningkatkan kualitas.
Sebab ramadan juga sedang berjalan, baik golongan yang mendapatkan kursi dan tidak mendapatkan kursi harus sama-sama bertekad lapar maupun dahaga dalam bulan ramadan. Dan tak ketinggalan pula bagaimana kesemuanya menghadapai masa-masa selanjutnya, salah satunya lebaran.
Mahbub kemudian menyampaikan, “selain persiapan lahir, tentu perlu pula persiapan batin.” Apa pun hasil pemilu, selaiknya ia mesti diterima dengan lapang dada. Begitu. (*)
Penulis Lepas. Bergiat di Lingkar Diskusi Eksakta (LDE). Buku yang telah diterbitkan antara lain: Manifesto Cinta (2017), Bola Fisika (2018) dan Surat dari Ibu (2019).