Sepertinya tidak hanya tahun baru yang menjadi titik refleksi seseorang. Entah itu tahun – tahun Masehi, Hijriah, Saka, Jawa dan lain sebagainya. Salah satunya yang sering kita dengar atau bahkan lakukan, yakni pada tahun-tahun masehi. Akhir bulan Desember tanggal 31, kegiatan mengulas balik aktivitas-aktivitas yang pernah dilakukan selama setahun sebelumnya menjadi momen dramatis. Dramatisnya, dengan kegiatan tersebut kita mengetahui pencapaian apa yang sudah dicapai, kemudian merencanakan apa yang akan dilakukan selanjutnya. Pasti penuh rasa syukur jika selama setahun sebelumnya sudah mencapai target. Atau bahkan ada seseorang yang selalu mensyukuri keadaan entah mencapai target atau tidak. Kedua, rasa optimisme dan terpacu untuk menghadapi tahun baru dengan target capaian selanjutnya. Biasa tren penyebutannya sebagai sebuah “resolusi”.
Begitu pula kita sebagai umat muslim. Umat muslim telah menggunakan sistem penanggalan tahun Hijriah sejak Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan hijrah. Setiap tahun memiliki awal dan akhir tahun yang bertepatan pada bulan Dzulhijjah sebagai akhir tahun, Muharram untuk memulai tahun baru. Tentu ada ritual-ritual tersendiri dalam memperingati nya seperti merefleksi diri, berdo’a memohon panjang umur yang bermanfaat, rezeki yang dimudahkan dan pada intinya semakin lebih baik dalam perihal ibadah. Supaya tidak tertinggal dengan tahun baru agama lain, acap kali kaum muslimin mengajak anak-anak di lingkungan pendidikan memeriahkan menyambut tahun baru Islam. Misal dengan pawai ta’aruf berkeliling desa membawa arak-arakan sepeda hias, kereta kelinci, atau berjalan kaki berbalut pakaian busana muslim. Setidaknya mengenalkan pada anak agar tidak lupa bahwa Islam memiliki tahun baru yang juga dapat dijadikan sebagai momen refleksi.
Adapun momen-momen tertentu dalam Islam yang juga menjadi momen refleksi dan sebagai ajang pelaporan amal. Paling populer di antaranya ketika pertengahan bulan Sya’ban (Nisfu Sya’ban). Amal perbuatan manusia selama satu tahun dilaporkan. Tidak hanya itu, pelaporan amal perbuatan manusia dilakukan pula pada hari Senin dan Kamis setiap minggu nya, pada waktu pagi dan petang, atau pertengahan hari di setiap hari nya. Pada intinya, momentum tahun baru dan pelaporan amal menjadi salah satu titik balik sebagai bahan introspeksi serta rencana melakukan amal yang lebih baik lagi ke depan. Tidak terkecuali salah satu waktu yang dapat dijadikan sebagai titik balik hidup yakni setelah hari raya Idul Fitri.
Sebelum Hari Raya Idul Fitri, kita melewati beberapa bulan penting mulai dari bulan Rajab, Sya’ban, Ramadhan hingga bulan Syawal sebagai puncak. Bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan menjadi rangkaian sakral karena ketiganya telah disampaikan secara bersamaan oleh Rasulullah SAW bahwa “Rajab adalah bulan Allah SWT, bulan Sya’ban adalah bulanku (Rasulullah), dan bulan Ramadhan adalah bulan umatku”. Dari situ kita dapat melihat keistimewaan bulan-bulan tersebut ketika berada di dalamnya. Sampai pada akhirnya masuk pada bulan Syawal yang identik dengan silaturahmi dan saling memaafkan. Sehingga diharapkan kembali kepada fitrah manusia sebagai makhluk surga (tanpa dosa) atau terlahir kembali seperti bayi.
Maka selain tahun baru, momen refleksi dan resolusi terbaik yakni ketika bulan Ramadhan hingga Lebaran. Karena ukuran keberhasilan diterimanya ibadah puasa menjadi pribadi yang lebih baik lagi dapat menjadi salah satu indikator. Selama satu bulan penuh kita berpuasa, menahan lapar, dahaga, nafsu di siang hari. Menjelang waktu magrib berhamburan mengisi ruas-ruas jalan berburu takjil. Meramaikan masjid dengan mengaji dilanjutkan berbuka bersama. Ditambah berjumlah-jumlah rakaat shalat tarawih. Kemudian terbangun jam tiga pagi untuk bersujud, serta menyiapkan makan sahur, berjamaah subuh hingga terkadang menjalani hari yang terkadang terasa lemas. Semua menjadi rangkaian kenangan yang tidak akan pernah ditemukan pada bulan-bulan lainnya.
Pada akhirnya sidang isbat menentukan akhir bulan Ramadhan menuju awal bulan Syawal digelar. Hari Raya Idul Fitri diketok untuk ditentukan. Kaum muslimin berbondong-bondong sibuk menyiapkan kebutuhan hari raya. Tidak lain untuk menyambut tamu yang akan berkunjung atau berkumpul di rumah. Dari sanak saudara terdekat hingga terjauh. Mudik ke rumah orang tua, nenek atau kakek menjadi alasan mengobati rasa rindu setelah setahun tidak bertemu. Ramai dan hidup suasana rumah. Semua bergembira dengan suka cita. Berjabat tangan sambil bermaaf-maafan. Semua rangkain tersebut tergambar jelas pasti dalam ingatan.
Namun pasti setiap tahunnya ada suasana yang berbeda. Setelah mengamati beberapa tahun hari raya kita bisa melihat selalu ada perubahan yang signifikan dalam setiap insan manusia. Termasuk keluarga, saudara dan teman. Semua bertemu dalam kesempatan saling bertukar cerita tentang kabar mereka. Ada yang sudah sukses berkarir, sukses dalam bidang usahanya, memiliki keluarga baru, keberhasilan pencapaiannya, atau justru sebuah perpisahan dan semua dinamika proses kehidupan. Dari situ kita dapat mengambil lebaran menjadi titik awal memulai kembali hidup yang baru selain berpatokan dengan tahun baru. Hari raya mengajarkan awal dari sebuah perubahan hidup untuk merencanakan kebaikan-kebaikan apa yang akan kita lakukan pasca lebaran.
Memang tidak ada yang tau sampai kapan kita bertahan. Apakah akan berjumpa dengan lebaran tahun depan. Amal apa yang akan kita lakukan. Tentu tidak ada yang persis mengetahui akan masa depan. Akan tetapi setidaknya dengan modal minal aidin wal faizin, terlahir seperti bayi, seperti makhluk surgawi, atau kata “mulai dari 0-0 ya” di bulan Syawal menjadi kesempatan membuat rencana kebaikan-kebaikan yang dapat kita lalui dengan cara masing-masing yang lebih baik lagi. Minimal yang penting niatnya terlebih dahulu. Seperti lebih rajin melaksanakan ibadah wajib, menambah amal-amal sunnah, lebih senang berpuasa, dan kebaikan lainnya. Namun tidak terpungkiri, sebagai manusia bukan Nabi boyy akan tetap berpotensi melakukan kesalahan. Sebagai insan tempat salah dan lupa. Entah disengaja atau pura-pura tidak disengaja, atau memang benar-benar tidak sengaja. Mohon maaf lahir dan batin.

Islamic digital activist. Mugi Barokah Manfaat