Suluk.ID
Tuesday, October 14, 2025
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
Suluk.ID
Home Pitutur

Ujian Cadar Natasya di Acara Istri Gus Dur

by Aan Anshori
June 2, 2019
in Pitutur
Ujian Cadar Natasya di Acara Istri Gus Dur
Share on Facebook

“Natasya, kenapa kamu masih di situ? Ayo keluar bantu panitia di dekat panggung,” teriakku pada gadis bercadar ini, Jumat (31/5), di lokasi buka bersama bu Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid di Universitas Maarif Hasyim Latief (UMAHA), Ngelom Sepanjang Sidoarjo.

Dia pun beranjak dengan malas dari gazebo tempat panitia berkumpul. Aku yang tak sabar terus memintanya agar mau membaur dengan peserta dan panitia yang mulai memadati arena. Aku memang diminta, dengan sangat, oleh Paspampres agar segera mengkondisikan arena karena Bu Sinta sebentar lagi tiba.

Terhadap Natasya, aku mendorongnya agar tak perlu canggung selama acara dengan cadar yang ia kenakan.

“Bantu seksi acara menyiapkan pengisi acara,” mintaku.

Dari ratusan kader penggerak GUSDURian di seluruh dunia, Natasya adalah satu-satunya yang nemakai cadar. Ya, cadaran seperti perempuan yang pernah mengebom salah satu gereja di Surabaya.

Namun jangan salah, mahasiswi ini pernah ikut kelas pemikiran Gus Dur (KPG) di GKJW Mlaten Sidoarjo di mana aku ikut sebagai pengajarnya. KPG adalah pengkaderan formal Jaringan GUSDURian. Selama KPG itu, dia tidur, makan dan berproses di gerejanya Pdt. Anggra, sama seperti peserta lainnya.

Imajinasiku tentang perempuan bercadar selama ini benar-benar ditantang oleh kehadiran Natasya. Dia, sebagaimana kader perempuan lainnya, tidak canggung berfoto, bersalaman, dan berinteraksi dengan lawan jenisnya. Nongkrong dengan bhiksu dan pendeta, masuk pura dan klenteng, adalah hal yang juga ia lakukan.

Natasya juga aktif di PMII, sama denganku dulu, bahkan kini menjabat sebagai ketua Korps PMII Putri komisariat UMAHA. Pada kepanitiaan acara buka bersama tersebut, ia menjabat posisi yang mentereng; sekretaris panitia.

Cadarnya sore itu tak pelak menyedot perhatian ratusan peserta yang hadir. Aku tahu yang mereka pikirkan dan itu nampak menjadi pertimbangan Natasya untuk mengurangi kemunculannya di hadapan publik. Aku bisa merasakannya.

Itu sebabnya, aku tetap minta Natasya tetap bersikap biasa saja seperti yang lain. Bahkan ketika Firmanda, penatua GKI Sepanjang Sidoarjo, hendak mendeklarasikan berdirinya Pelita –Pemuda Lintas Agama kecamatan Taman– di atas panggung, aku meminta agar ia didampingi banyak orang, termasuk Lily, milenial Tionghoa Klenteng Krian, dan tentu saja; Natasya.

Di tengah perang ideologi Islam saat ini, bercadar adalah pilihan yang tidak mudah karena akan cenderung langsung dihakimi sebagai yang-intoleran bin radikal, sebagaimana banyak orang yang menudingku homo karena kerap berkumpul dengan kelompok LGBT.

Cadar Natasya kerap membuat dirinya jadi korban; dari hanya sebatas mispersepsi hingga upaya diskriminasi atas kehadirannya. Aku mendapat banyak laporan tentang hal ini dari sumber-sumber internal GUSDURian Sidoarjo. Sungguh membuatku miris.

“Aku ini tengah mendidik diriku agar bersikap adil pada semua orang. Orang tidak boleh dididiskriminasi hanya karena kebetulan ada orang lain punya identitas sama telah melakukan kejahatan. Apakah memakai tank-top, u-can-see, celana gemes, cadar adalah kejahatan pada dasarnya?” aku mulai berefleksi di hadapan puluhan panitia dan senior GDian yang ngumpul di pastori GKI Sepanjang setelah acara buka.

Kami memang agak lama mendiskusikan Natasya malam itu, terutama menyangkut sikap ideal atasnya. Sungguh tidak mudah. Untung dia tidak ikut sehingga kami relatif merdeka mendiskusikannya.

Menurutku, jika Natasya telah terpapar virus intoleransi dan radikalisme, dia pasti telah tersingkir sejak awal dari lingkaran GUSDURian, sebab yang kami lakukan adalah antitesa virus tersebut.
Kecuali, dia adalah kader senior kelompok “sebelah” yang ditugaskan menjajaki dan mengintip kami. Namun, siapa lah kami ini hingga perlu seserius itu membuat semacam operasi mahacanggih? Aku kembali memuntahi forum dengan pertanyaan itu. Mereka tertawa.

“Kemarin pas ada rapat panitia di pastori, ia hadir. Tetangga sebelah ada yang bertanya dengan heran apa yang dilakukan perempuan bercadar di rumah calon pendeta,” ungkap Nanda sembari tertawa.

Aku sendiri belum sempat ngobrol panjang dengan Natasya, termasuk menanyakan alasan di balik pilihan fashionnya itu. Namun aku tak mau sedemikian keponya soal itu.

“Siapa sebenarnya dia ini? Apakah mungkin ia adalah utusan Gusti yang dikirim untuk menguji sejauhmana kita bisa berpikir dan bersikap adil?” lagi-lagi aku bertanya.

Forum diskusi terus menghangat. Bergelas-gelas kopi disediakan Ayu hingga akhirnya bubar menjelang dini hari. (*)

Aan Anshori
Tags: CadarIstri Gus Dur
Previous Post

Manifesto Intelektual Sufi: Burhan dan Wujud Pengetahuan

Next Post

Upaya Meramahkan Islam: dari Kekhawatiran bersama Amrullah Ali hingga Pertemuan dengan Dedik Priyanto

Related Posts

Sampai Pada Do’a Paling Tulus   Dipanjatkan

Sampai Pada Do’a Paling Tulus Dipanjatkan

by Muchamad Rudi C
September 28, 2025
0

Menghadapi hiruk pikuk dunia ternyata sangat melelahkan. Mungkin tidak bagi sebagian orang. Akan tetapi setiap orang punya waktunya masing-masing menghadapi...

Bukan Sekedar Perasaan, Tapi Juga Menjaga Kewarasan

Bukan Sekedar Perasaan, Tapi Juga Menjaga Kewarasan

by Annisa Nayla Ichyaiddina
September 10, 2025
0

Tidak melulu hati. Kadang orang kalau sudah suka, sampai menutup semua fakta. Meskipun banyak yang mendefinisikan itulah cinta. Tapi menurut...

Lebih Dulu Menikah atau ke Mekah? 

Lebih Dulu Menikah atau ke Mekah? 

by Muchamad Rudi C
October 7, 2025
0

Ada-ada saja memang pertanyaannya. Memang terlihat sepele, tapi menjadi bahan diskusi menarik bahkan sampai serius. Pertanyaan itu muncul ketika saya...

Mengawal Informasi Demonstrasi di Platform

Mengawal Informasi Demonstrasi di Platform

by Muchamad Rudi C
September 3, 2025
0

Kepedulian masyarakat kepada negara hingga sampai golongan akar rumput. Terbukti dengan salah satunya obrolan tentang wacana demonstrasi bulan Agustus 2025...

Next Post
Upaya Meramahkan Islam: dari Kekhawatiran bersama Amrullah Ali hingga Pertemuan dengan Dedik Priyanto

Upaya Meramahkan Islam: dari Kekhawatiran bersama Amrullah Ali hingga Pertemuan dengan Dedik Priyanto

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sosial Media

Terkait

Pengajian Rutinan Selasa Wage: Jamaah Diingatkan Bahaya Su’ul Khotimah dan Pentingnya Menjaga Shalat

Pengajian Rutinan Selasa Wage: Jamaah Diingatkan Bahaya Su’ul Khotimah dan Pentingnya Menjaga Shalat

October 14, 2025
Bupati Nganjuk Hadiri Lomba Baca Puisi SD: “Semangat Tak Bisa Dibeli!”

Bupati Nganjuk Hadiri Lomba Baca Puisi SD: “Semangat Tak Bisa Dibeli!”

October 12, 2025
Gelar Workshop Santri Melek Digital, Cetak Konten Kreator

Gelar Workshop Santri Melek Digital, Cetak Konten Kreator

October 11, 2025
Suluk.id - Merawat Islam yang Ramah

Suluk.id termasuk media alternatif untuk kepentingan dakwah. Dengan slogan Merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan.

Suluk.ID © 2025

  • Redaksi
  • Tentang
  • Disclaimer
  • Kerjasama
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan

Suluk.ID © 2025