Suluk.ID
Sunday, December 7, 2025
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
Suluk.ID
No Result
View All Result
Home Panutan

Corak dan Metode Dakwah Pesantren Sunan Bonang

Joyo Juwoto by Joyo Juwoto
September 1, 2019
in Panutan
gamelan mbonang
Share on Facebook

Hampir semua orang mungkin telah mengenal siapa Sunan Bonang. Hal ini terbukti dengan banyaknya peziarah yang mengunjungi maqom beliau baik yang ada di Lasem maupun yang ada di kota Tuban.

Walaupun Sunan Bonang sudah sangat akrab dengan kehidupan kita, namun masih jarang diantara kita yang kalau tidak boleh dikatakan sama sekali tidak tahu tentang metode dakwah yang dipakai oleh Sunan Bonang kecuali hanya sekilas saja.

Bahkan tidak jarang cerita-cerita mistik lebih banyak mendominasi sejarah penyebaran agama Islam yang dilakukan di Tanah Jawa.

Sekilas ringkas saya ingin mengulas ulang kehidupan Sunan Bonang, hingga akhirnya beliau menjadi anggota dari Walisongo serta kiprah beliau dalam menyebarkan ajaran Islam yang salah satunya lewat dunia pesantren.

Sunan Bonang semenjak kecil sudah sangat akrab dengan bidang keagamaan. Beliau dididik lagsung oleh ayahnya di pesantren Ampel Denta Surabaya. Raden Makhdum Ibrahim itulah nama kecil dari Sunan Bonang putra dari Sunan Ampel atau Raden Rahmat.

Selain berguru kepada ayahnya Raden Makhdum Ibrahim bersama sahabatnyya Raden paku berguru ke pesantren di Pasai kepada seorang ulama yang bernama Syekh Wali Lanang yang ternyata adalah ayah dari Raden Paku sendiri.

Di pesantren Pasai inilah Makhdum Ibrahim dan Raden Paku mendalami berbagai disiplin ilmu pengetahuan seperti ilmu pengobatan, ilmu tasawuf,dan tentu ilmu keagamaan. Setelah dirasa cukup mereka berdua yang sejatinya ingin langsung berangkat menuaikan ibadah haji disuruh oleh gurunya untuk kembali ke tanah juga guna menyebarkan ajaran Islam. Karena tenaga mereka sangat dibutuhkan di Jawa.

Raden Paku mendapat amanat dari ayahnya untuk mendirikan pesantren di tanah yang mirip ia bawa dari Pasai. Akhirnya raden paku mendirikan pesantren di bukit Giri yang kelak masyhur dengan sebutan Giri Kedaton.

Sedang Makhdum Ibrahim oleh Sunan Ampel diberi amanat untuk menyebarkan agama Islam di wilayah Tuban, Lasem, Madura, Bawean, dan Pati. Kemudian Sunan Bonang memilih wilayah Tuban sebagai basis perjuangannya dan beliau mendirikan pesantren di sebuah desa yang terkenal dengan pengrajin gamelan. Desa itu dikenal dengan nama Bonang.

Di Bonang inilah Makhdum Ibrahim mendirikan pesantren dan berbaur dengan masyarakat setempat untuk mendakwahkan ajaran Islam. Karena sering bergaul dengan para pengrajin gamelan beliau mahir memainkan alat musik tersebut dan akhirnya makhdum Ibrahim lebih dikenal dengan sebutan Sunan Bonang.

Dakwah pesantren sebenarnya bukanlah hal yang baru di tanah Jawa. Karena dulu ketika agama Hindu-Budha masih banyak dipeluk oleh sebagian besar masyarakat Jawa juga terdapat lembaga keagamaan yang dihuni oleh para cantrik dan biksu dalam lingkungan padepokan.

Bahkan ada yang menyatakan memang pesantren meniru model padepokan agama Hindu-Budha.

Pesantren sendiri merupakan sebuah sistem pendidikan khas yang dimiliki bangsa Indonesia. Orang-orang yang tinggal di pesantren lazim disebut “Santri”.

Pada dasarnya kata santrilah yang membentuk istilah pesantren, yaitu dari kata santri yang mendapat awalan pe dan akhiran an yang memiliki arti tempatnya santri.

Semisal suatu tempat yang dekat dengan masjid biasanya disebut dengan istilah Kauman atau Santren. Karena tempatnya Kaum dan santri. Hampir diseluruh tempat yang dekat dengan masjid memakai istilah yang sama Kauman atau Santren.

Adanya pesantren awalnya adalah datangnya para santri yang kemudian membuat bangunan-bangunan sederhana disekitar rumah seorang guru atau Kyai dengan harapan bisa menuntut ilmu pada kyai tersebut.

Dari sinilah awal mula terbentuknya pesantren, yaitu tempatnya para santri untuk menuntut ilmu pada seorang guru.

Asal-usul istilah santri sendiri ada yang menyatakan berasal dari bahasa Sansekerta dari kata Sastri. Artinya adalah melek huruf. Pendapat lain menyatakan santri berasal dari bahasa Jawa dari kata cantrik, yakni seseorang yang mengikuti seorang guru dengan maksud berguru. Dan saya kira dua pendapat itu sama benarnya.

Begitu juga di pesantren Sunan Bonang, para santri berdatangan untuk menuntut ilmu kepada beliau. Santri pada saat itu tidak hanya belajar ilmu keagamaan saja, biasanya santri dilibatkan dalam kegiatan ekonomi juga semisal perdagangan dan pertanian.

Hingga sekarang pun model pesantren yangdemikan masih banyak kita jumpai. Biasanya santri yang ikut membantu Sang Kyai dikenal dengan istilah Khodam Kiai atau ngenger sama Kiai.

Santri-santri Sunan Bonang telah dibagi-bagi menurut tingkatan masing-masing. Dalam pelajaran tasawuf biasanya santri akan dibedakan menjadi beberapa tingkatan yaitu:

  1. Santri Mubtadi’
  2. Santri Mutawasid
  3. Santri Kamil
  4. Santri Kamil Mukammil

Santri mubtadi’ mempelajari masalah syariat, santri mutawasid tingkat pengetahuannya naik pada tataran ilmu tarekat, santri kamil meningkat pada tataran ilmu hakekat, dan santri Kamil Mukammil telah sampai pada tingkat ma’rifat.

Kitab-kitab yang diajarkan di pesantren sunan Bonang mengikuti pola dari gurunya yaitu menggunakan kitab-kitab berbahasa Arab. Karena kebanyakan santri belum menguasai bahasa arab biasanya kitab-kitab tersebut diterjemahkan kata demi kata ke dalam bahasa Jawa, yang dalam bahasa pesantrennya dikenal dengan istilahnya “Ngesahi” kitab atau maknani kitab.

Metode ngesahi kitab juga masih dipakai hingga kini di pesantren-pesantren salaf di tanah air. Jadwal mengaji yang disusun oleh Sunan Bonang biasanya menggunakan kitab Sanusi yang dikaji pada malam Kamis. Kitab al Barzanji dibaca pada malam Jumat, sementara malam-malam lain digunakan untuk menambah ilmu pengetahuan yang diisi denganceramah umum dan hiburan tembang-tembangan yang berisi syi’ir pujian dan nasehat diiringi alat musik gamelan. Semisal tembang Tombo ati yang masyhur hingga sekarang.

Demikian sekilas corak dan metode dakwah yang dipakai oleh Sunan Bonang dalam menyebarkan ajaran Islam yang penuh hikmah dan kebaikan. Semoga kita bisa meniru dan meneladani dakwah beliau yang luar biasa. Amien.

Joyo Juwoto
Joyo Juwoto

Santri Pondok Pesantren ASSALAM Bangilan Tuban Indonesia.

Previous Post

Mengapa Orang Lebih Terenyuh Mendengar Motivator Ketimbang Bacaan Alquraan?

Next Post

Layangan dan Panggilan Tuhan

Related Posts

Anak Buruh Tani, Fokus Gerakkan Literasi

Anak Buruh Tani, Fokus Gerakkan Literasi

December 6, 2025
Berteduh: Sebuah Transendensi Pemulihan Batin yang Rapuh

Berteduh: Sebuah Transendensi Pemulihan Batin yang Rapuh

December 4, 2025
Guru dan Bayang-Bayang Kritik Orang Tua

Guru dan Bayang-Bayang Kritik Orang Tua

November 24, 2025
Setelah Marsinah Jadi Pahlawan Nasional

Setelah Marsinah Jadi Pahlawan Nasional

November 13, 2025
Next Post
layangan dan sholat

Layangan dan Panggilan Tuhan

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

POPULAR

Anak Buruh Tani, Fokus Gerakkan Literasi

Anak Buruh Tani, Fokus Gerakkan Literasi

December 6, 2025
Muktamar & Milad Perdana Komunitas El Himmah: Konsolidasi, Regenerasi, dan Harapan Baru

Muktamar & Milad Perdana Komunitas El Himmah: Konsolidasi, Regenerasi, dan Harapan Baru

December 5, 2025
Penerapan Psikologi Dalam Menyampaikan Pesan Dakwah Strategi

Penerapan Psikologi Dalam Menyampaikan Pesan Dakwah Strategi

December 4, 2025
Load More

MORE ON TWITTER

ADVERTISEMENT

Suluk.ID © 2025

  • Redaksi
  • Tentang
  • Disclaimer
  • Kerjasama
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan

Suluk.ID © 2025