Marsinah menjadi salah satu nama yang dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden RI di Istana Merdeka Jakarta, Senin, 10 November 2025 lalu. Penobatan itu berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 116/TK/2025 tanggal 6 November 2025.
Sebagai orang yang lahir dan melewati masa kanak-kanak di Nganjuk, tentu penulis merasa senang mendengar informasi ini. Wilayah Nganjuk yang agraris, tentu akan menjadi catatan sejarah tersendiri dengan peristiwa tersebut. Terlebih Nganjuk sekarang memasuki era industrialisasi, diharapkan nilai-nilai kejuangan Marsinah tetap dilestarikan warga Nganjuk.
Empat Agenda
Penganugerahan gelar pahlawan nasional bagi nama Marsinah bukan akhir perjuangan. Justru itu akan menjadi tonggak awal dalam melanjutkan perjuangan yang sudah dimulai sosok perempuan tangguh asal Desa Nglundo itu. Masih banyak hal yang menjadi tugas bersama agar cita-cita Marsinah bisa terwujud.
Nilai-nilai yang diperjuangkan Marsinah harus tetap dibelajarkan dan dijaga untuk dilestarikan oleh para generasi penerus. Itu semua bisa dimulai dari pemahaman yang komprehensif terhadap sosok Marsinah sebelum berjuang, bahkan sejak kecil. Upaya itu bisa mewujud, salah satunya, dengan penerbitan buku biografi Marsinah yang lebih lengkap.
Agenda pertama pasca Marsinah dinobatkan sebagai pahlawan nasional ini akan lebih mudah dilakukan. Ini mengingat banyak saudara dan sahabat perjuangan Marsinah yang masih hidup. Dari mereka sebagai narasumber terhadap penggambaran sosok Marsinah akan menjadi lebih lengkap. Terlebih organisasi kaum buruh sekarang juga beragam. Sehingga pembacaan perjuangan Marsinah akan lebih berwarna, tentu dengan konteks yang berbeda dari zaman sekarang.
Penerbitan buku biografi Marsinah bisa difasilitasi Pemerintah Kabupaten Nganjuk. Sebagaimana pengusulan gelar pahlawan nasional bagi Marsinah yang didukung penuh oleh Pemkab Nganjuk. Penulis bukunya bisa berasal dari para ahli sejarah yang berasal atau berdomisili di Nganjuk.
Hingga detik ini, berdasarkan data di penulis, baru ada enam buku terkait Marsinah. Alex Supartono menulis buku berjudul Marsinah: Campur Tangan Militer dan Politik Perburuhan (1999). Buku ini hasil investigasi independen yang diterbitkan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Jakarta. Kedua adalah buku berjudul Marsinah, Buruh Kecil Korban Pembunuhan (1993) yang diterbitkan Penerbit Surabaya Metropolitan Pers. Buku ini adalah karya kompilasi dari berbagai penulis. Hal senada juga dijumpai dalam buku ketiga yang berjudul Menjaga Nyala Api Marsinah (1993). Ini adalah kompilasi buku, film dokumenter, puisi dan musik.
Buku keempat adalah karya Ratna Sarumpaet berjudul Marsinah Menggugat. Karya ini lebih berisi karya sastra dan dokumen seperti naskah drama monolog. Sedangkan buku kelima berjudul Api Marsinah karya Andreas Iswinarto. Buku ini merupakan kumpulan puisi. Keenam adalah buku karya Harry Wibowo berjudul Marsinah, Korban Orde Baru, Pahlawan Orde Baru (2000). Majalah Tempo edisi Oktober 1993 menurunkan laporan investigasi kasus pembunuhan Marsinah ini. Sedangkan sutradara terkenal, Slamet Rahardjo Djarot, membuat film berjudul Marsinah, Cry Justice (2002).
Agenda kedua yang penting untuk segera dilaksanakan adalah “penyelamatan” benda-benda fisik yang terkait dengan Marsinah. Pada konteks ini, dipandang perlu didirikan museum di kampung kelahiran Marsinah. Museum diharapkan memelihara dan berisi benda-benda yang memiliki kaitan sejarah yang bisa menceritakan kejuangan Marsinah, mulai kecil hingga dibunuh. Ini menjadi sangat penting karena pabrik Marsinah bekerja dan melakukan mogok sudah “hilang ditenggelamkan” oleh lumpur Lapindo.
Upaya ini memberikan konsekuensi Pemerintah Desa Nglundo mempersiapkan infrastruktur. Meskipun di Desa Nglundo sudah berdiri patung perjuangan Marsinah dan jalan Marsinah. Hal ini penting dilakukan karena agenda kedua tersebut akan “menaikkan” nama Nglundo sebagai Kampung Marsinah. Tentu realisasi ini diharapkan adanya dukungan penuh dari Pemkab Nganjuk, bahkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Aspek yang tidak kalah pentingnya dari agenda kedua ini adalah pelestarian Gubug Marsinah yang berada di Dusun Jegong Kecamatan Wilangan. Ini sebagai lokasi ditemukannya pertama kali jenasah Marsinah. Dipandang perlu adanya penanda resmi bahwa gubug di pinggir hutan itu sebagai lokasi penting dari sejarah hidup Marsinah. Misalnya adalah pendirian patung perjuangan Marsinah, sebagaimana yang telah berdiri di Desa Nglundo.
Agenda ketiga yang paling penting adalah agenda pengingat Marsinah sebagai pahlawan nasional dari Nganjuk. Dipandang perlu Pemkab Nganjuk menggelar rangkaian kegiatan selama waktu tertentu untuk menandai kelahiran atau kejuangan Marsinah. Misalnya adalah “Pendak Marsinah” yang digelar setiap tanggal 8 Mei, sebagai hari ditemukannya jenasah di Gubuk Marsinah. Kegiatan bisa juga berupa seminar, bhakti sosial, pameran produk desa, karnaval atau lainnya.
Agenda keempat yang juga penting dilakukan adalah pemberian nama Marsinah bagi jalan protokol di tengah kota Nganjuk. Di banyak kabupaten/kota lain, nama tokoh-tokoh lokal akan diabadikan menjadi nama jalan protokol di kabupaten/kota asalnya. Apalagi Marsinah ini tokoh nasional yang asli lokal dari Nganjuk. Alangkah menjadi lebih indah jika di tengah jalan itu juga dibangun patung Marsinah sebagai pengingat bagi para pemakai jalan, bahwa ada pahlawan nasional bernama Marsinah dari Nganjuk.
Termuda
Dia menjadi pahlawan nasional pertama yang kejuangannya spesifik membela kaum buruh. Tidak heran jika semua organisasi buruh di Indonesia mendukung keputusan pemberian gelar pahlawan nasional baginya. Meski tidak ikut berperang melawan kolonial, tapi sejarah mencatat Marsinah gugur berjuang membela kaum buruh dari penindasan Orde Baru.
Marsinah menjadi pahlawan nasional termuda dari nama-nama selama ini yang sudah ditetapkan pemerintah. Dia meninggal dunia dalam usia 24 tahun 0 bulan 28 hari saat ditemukan dibunuh di Wilangan.
Ini menjadi berbagai catatan sejarah setelah Marsinah diberi gelar pahlawan nasional. Ke depan sudah menjadi tugas bersama agar berbagai keteladanan yang sudah dicontohkan Marsinah bisa diwarisi dan diteruskan oleh generasi muda.
Dosen STAI Darussalam Krempyang Nganjuk







