Suluk.ID
Sunday, December 7, 2025
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
Suluk.ID
No Result
View All Result
Home Pitutur

Aku, NU dan Renungan Kala Itu

Redaksi by Redaksi
March 16, 2021
in Pitutur
Share on Facebook

Saya lahir dan besar di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU) dengan kultur NU. Kakek, saudara, dan kerabat saya lain banyak yang aktif di kepengurusan organisasi NU di berbagai macam tingkatan. Enam tahun tinggal dan belajar di pesantren NU hingga habisnya masa remaja. Tapi paska itu, saya tumbuh dan berkembang di lingkungan yang lebih heterogen. Saya berkawan dengan berbagai macam manusia Indonesia dengan latar belakang pendidikan, organisasi, dan profesi.

Meski secara historis saya berlatar belakang NU, saya nyaris tidak pernah mengikuti organisasi terkait NU. Pernah nama saya tercatat di salah satu organisasi sayap NU, tapi ya hanya tercatat saja. Tak pernah ada kontribusinya. Kontribusi saya nol besar! Tak heran, saya tidak memiliki bukti identitas sebagai warga NU.

Pergaulan NU saya juga terbatas kawan sekolah, pesantren, dan beberapa perkawananan media sosial. Saya kadang masih terlalu canggung bergaul dengan mereka. Terlebih ‘tradisi’ merokok dalam pergaulan kawan NU saya juga turut menyulitkan saya untuk lebih intents bergaul, mengingat hidung dan tenggorokan saya tidak bisa bertoleransi lama-lama dengan asap rokok. Saya makin jauh dari NU. Jangan-jangan, kini saya sudah seperti golongan muslim kota pada umumnya, yang mau beragama tapi tak mau berormas.

Oh iya, saya senang dengan kemampuan berwacana sebagian kecil kawan-kawan NU saya. Pemilihan kata-katanya kritis, terstruktur, bahasannya juga mutakhir, kadang mendunia. Tapi ya itu, keseringan berwacananya kadang kelewat tinggi. kadang lho ya. Atau kata orang jawa masih ‘ndakik-ndakik’, lupa melongok ke bawah untuk merealisasikan wacananya. Wacananya sangat bagus dan tinggi, tapi rapuh karena tidak punya pondasi yang cukup kuat, baik pondasi keilmuan atau pondasi ekonomi.

Lho kok mereka pede?”Lho, kenapa nggak?” Wong cuma wacana, siapapun bebas bicara. Modal kepercayaan diri ngomongnya selain kopi dan rokok adalah sarung dan kopiah. Dijamin gayeng terlena sampai tengah malam. Sementara sebagian pemuda dari ormas atau organisasi sayap partai lain sibuk turun ke bumi mengerjakan kemanfaatan apa yang bisa dikerjakan, eh si fulan NU ini masih saja menggaungkan ide-ide, kritik, dan pemikiran hebatnya tanpa berpikir bagaimana mengeksekusinya, menyampaikan ke orang yang tepat, atau merealisasikan idenya agar bermanfaat.

Untungnya ya itu hanya si fulan saja, tak seperti generasi muda NU lainnya yang berpikiran progresif. Generasi progresif inilah yang membawa nama NU harum. Mereka meninggikan derajat mereka dengan pengetahuan dan kemanfaatan meski tak memiliki embel-embel darah biru. Tak perlu popularitas dan panggung besar, kemanfaatan mereka meski kecil tapi nyata.

Mereka tak berbisnis atau mencari penghidupan di NU. Mereka berkibar di banyak bidang. Tak melulu bidang agama atau dakwah saja. Mereka tak pernah memanfaatkan koneksi ke-NU-annya untuk berkarya. Salutnya, mereka tetap menjunjung tinggi tradisi penghormatan terhadap kiyai, budaya lokal, dan toleransi ala NU.

Kaum muda progresif NU ini tumbuh berdikari, tidak menjadi parasit yang membawa nama NU untuk kepentingan pribadi, tidak menjadi NU ketika mereka butuh saja, dan tak perlu baju banser untuk menutupi hasrat politik mereka. Mereka sudah NU tanpa perlu kartu NU!

Jika mengingat itu, kopiah di kepala saya terasa sempit karena kepala membesar terlampau bangga dengan eksistensi mereka.

__________________________________________________________________________________________________________

Ditulis oleh Teguh Arifiyadi – ASN di Kominfo Republik Indonesia.

Redaksi
Redaksi

Suluk.id merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan

Tags: nuRenungan
Previous Post

Membubarkan UKM Pagar Nusa di UIN Malang itu Bukan Solusi

Next Post

Prof Muwahid, Sosok Ilmuan yang Bersahaja

Related Posts

seminar pendidikan indonesia

Guru: Arsitek Masa Depan Pendidikan Indonesia

November 23, 2025
Sampai Pada Do’a Paling Tulus   Dipanjatkan

Sampai Pada Do’a Paling Tulus Dipanjatkan

September 28, 2025
Bukan Sekedar Perasaan, Tapi Juga Menjaga Kewarasan

Bukan Sekedar Perasaan, Tapi Juga Menjaga Kewarasan

September 10, 2025
Lebih Dulu Menikah atau ke Mekah? 

Lebih Dulu Menikah atau ke Mekah? 

October 7, 2025
Next Post

Prof Muwahid, Sosok Ilmuan yang Bersahaja

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

POPULAR

Anak Buruh Tani, Fokus Gerakkan Literasi

Anak Buruh Tani, Fokus Gerakkan Literasi

December 6, 2025
Muktamar & Milad Perdana Komunitas El Himmah: Konsolidasi, Regenerasi, dan Harapan Baru

Muktamar & Milad Perdana Komunitas El Himmah: Konsolidasi, Regenerasi, dan Harapan Baru

December 5, 2025
Penerapan Psikologi Dalam Menyampaikan Pesan Dakwah Strategi

Penerapan Psikologi Dalam Menyampaikan Pesan Dakwah Strategi

December 4, 2025
Load More

MORE ON TWITTER

ADVERTISEMENT

Suluk.ID © 2025

  • Redaksi
  • Tentang
  • Disclaimer
  • Kerjasama
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan

Suluk.ID © 2025