Suluk.ID
Tuesday, July 1, 2025
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
Suluk.ID
Home Ngilmu

Beragama Menggunakan Akal di Tengah Pandemi

by Redaksi
May 29, 2020
in Ngilmu
Menggelar Sajadah atau Diterjang Orang Lewat
Share on Facebook

Beberapa hari terakhir gawai penulis dipenuhi status Whatsapp kawan –kawan alumni pesantren yang berisi dua hal. Pertama pernyataan tentang belajar menangani corona dari Aceh, pada intinya pesan pernyataan tersebut adalah untuk tetap memakmurkan Masjid dengan cara tetap berjamaah karena asumsinya virus Covid-19 tidak akan betah disuatu daerah yang rakyatnya memakmurkan Masjid. “Penyakit akan dijauhkan dari orang-orang yang memakmurkan masjid”.

Kedua tanpa mengurangi hormat penulis terhadap yang bersangkutan sebuah potongan video tentang seorang pemimpin majlis salawat dengan jamaah ribuan yang menyerukan agar tetap salat idul fitri berjamaah di masjid sambil secara tendensius mengeyampingkan orang-orang yang berjamaah dirumah dengan tujuan mengurangi potensi terpapar virus, baginya lebih baik makan opor daripada jamaah idul fitri di rumah.

Poin selanjutnya dari pernyataannya adalah mewajarkan perkumpulan Ijtima Ulama di Gowa Sulawesi Selatan beberapa waktu silam. Ia bercerita sambil mengimajinasikan percakapan dengan virus covid-19 bahwa mereka yang telak terkonfirmasi positif sebenarnya hanya mengidap flu biasa akibat kecapekan mengikuti padatnya acara.

Bagi saya kedua hal diatas mengandaikan cara berfikir yang sama yakni beragama tanpa akal,danial terhadap riset –riset medis dan fakta-fakta lapangan, pendeknya bisa dikatakan anti sains. Melanggengkan cara beragama demikian menurut pandangan penulis amat berbahaya.

Pertama karena agama sendiri kerap kali menyerukan umat muslim untuk senantiasa berfikir. Al-quran sendiri tidak kurang-kurangnya menggunakan berbagai derivasi kata ‘akal’ secara berulang –ulang. Demikan juga hadis dengan tegas mengatakan “Tak ada agama bagi orang yang tak punya (menggunakan) akal.”

Akal sendiri memang mengandung banyak konsep. Diantaranya ra’yu (penalaran indenpenden), nalar (rasio), akal budi (intuisi). Ketiga konsep tersebut berlaku silang-bidang meliputi fiqh,teologi-filsafat dan teosofi. Di masing-masing bidang setiap madzab ulama’ mempunyai porsi bergagam dalam menenempatkan akal itu sendiri.

Kedua ditengah situasi pandemi seperti ini mepertentangkan temuan sains dengan agama selain kurang bijak juga membahayakan umat muslim. Apalagi hal tersebut dilakukan oleh tokoh yang mempunyai ribuan umat. Tidak ada yang salah dengan jamaah salat ied di rumah, selain fiqh mengakomodir, toh tujuannya hifdzu an-nas (menjaga diri dari potensi kontak fisik dengan banyak orang). Bukannya orientasi fiqh terletak pada maqasid as-syariah?

Kasus Ijtima Ulama di Gowa Sulawesi Selatan yang menciptakan kluster besar harusnya menjadi bahan intropeksi (muhasabah) kita sebagai umat muslim untuk menahan diri dari ritual ibadah yang sifatnya menimbulkan konsentrasi massa.

Ini semata – mata sebagai bentuk ikhiar serta mengamalkan prinsip lil ikhtiyat (prinsip kehati-hatian) agar kita selamat dari virus yang belum ada vaksinnya ini bukan malah menyangkalnya dengan argumen-argumen yang tidak masuk akal dan anti sains.
Dalam kaidah fiqh dijelaskan tentang larangan membahayakan diri sendiri dan orang lain.

لا ضرر و لا ضرار

Salat berjamaah di masjid berpotensi membahayakan orang lain apalagi jika penyakit itu adalah covid-19. Kalian boleh menyangkal selagi tidak terkonfirmasi positif covid-19 masih aman salat di masjid. Masalahnya presentasi rapid test dan swab di negara kita jauh dari kata masif sehingga kita sebenarnya tidak benar tahu –tahu apakah kita bebas dari virus ini, belum lagi jamaah akan berbaur dengan orang-orang yang rentan jika terkena virus ini seperti usia di atas 60 tahun. Pun dalam kaidah fiqh juga terkenal dalil;

درء المفاسد أولى من جلب المصالح

“Menolak potensi bahaya (mudharat) itu lebih didahulukan daripada meraih manfaat.”
Ikut salat berjamaah seperti salat ied memang mendapatkan pahala namun juga berpotensi menimbulkan madharat berupa munculnya kluster baru covid-19 dan membahayakan jiwa manusia. Maka menolak madharat lebih didahulukan daripada ikut salat berjamaah.

Di tengah pandemi ini selain tetap menggunakan akal kritis kita, seyogyanya kita tidak perlu memperumit laku beragama karena agama Islam sendiri menghendaki kemudahan bagi pemeluknya.

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍ

“Dan Allah tidaklah menjadikan kesempitan (kesulitan) atas kalian di dalam urusan agama” (QS. Al-Haj: 78)

Semoga kita semua dapat belajar dari pengalaman pengalaman di atas. Wallahu a’lam.

______________________________________

Artikel ini ditulis oleh Fathan Zainur Rosyid.
Personil Grup Hadrah Al-Muawanah Polorejo-Ponorogo.

Redaksi
Redaksi

Suluk.id merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan

Tags: IbadahPandemi
Previous Post

Kultur Sains dan Jalan Panjang Peradaban

Next Post

Hari Raya Idul Fitri di Desa Saat Covid Menghimpit

Related Posts

1 Muharram dan 1 Suro:  Harmoni Budaya Jawa dan Islam dalam Refleksi Zaman

1 Muharram dan 1 Suro: Harmoni Budaya Jawa dan Islam dalam Refleksi Zaman

by Redaksi
June 25, 2025
0

Dua warisan besar yang saling merangkul, bukan bertentangan. Setiap datangnya 1 Muharram atau 1 Suro dalam penanggalan Jawa-Islam, masyarakat di...

Tradisi 1 Muharram: Simbol Spiritualitas Islam Dan Budaya Jawa

Tradisi 1 Muharram: Simbol Spiritualitas Islam Dan Budaya Jawa

by Jumari
June 20, 2025
0

1 Muharram diperingati sebagai tahun baru Islam. Tahun baru yang memiliki ragam versi dalam memeringati dan memeriahkannya. Pada kalangan masyarakat...

Urgensi Pesantren Bagi Generasi Milenial

Urgensi Pesantren Bagi Generasi Milenial

by Mukani
June 12, 2025
0

Sejarah pendidikan Islam berkembang seiring perkembangan peradaban Islam itu sendiri. Lembaga-lembaga pendidikan Islam merupakan hasil pemikiran setempat yang dicetuskan oleh...

Dibalik Lensa Bias : Apakah Orientalis Selalu Berdampak Negatif ?

Dibalik Lensa Bias : Apakah Orientalis Selalu Berdampak Negatif ?

by elhimmah
June 8, 2025
0

Al- Qur’an merupakan mukjizat terbesar yang berhasil menarik perhatian umat manusia di planet ini. Tidak hanya dunia Timur yang menjadikan...

Next Post

Hari Raya Idul Fitri di Desa Saat Covid Menghimpit

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sosial Media

Terkait

Keteladanan Etika Dakwah KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqy Dalam Perspektif Qaulan dalam Al-Qur’an

Keteladanan Etika Dakwah KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqy Dalam Perspektif Qaulan dalam Al-Qur’an

July 1, 2025
Bijak Bermedia, Sehat Bermental: Mahasiswa UIN SATU Didorong Jaga Kesehatan Mental Melalui Seminar Nasional

Bijak Bermedia, Sehat Bermental: Mahasiswa UIN SATU Didorong Jaga Kesehatan Mental Melalui Seminar Nasional

July 1, 2025
Biografi R.KH. Muhammad Saiful Anam

Biografi R.KH. Muhammad Saiful Anam

June 29, 2025
Suluk.id - Merawat Islam yang Ramah

Suluk.id termasuk media alternatif untuk kepentingan dakwah. Dengan slogan Merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan.

Suluk.ID © 2025

  • Redaksi
  • Tentang
  • Disclaimer
  • Kerjasama
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan

Suluk.ID © 2025