Awal tulisan Virdika Rizky Utama tentang pelengseran Gus Dur di situs alif.id dan nu.or.id pada akhir Juli dan awal Agustus sudah membuat banyak orang tercengang. Sejak saat itu, link tulisan di dua website tersebut selalu disebarkan di beberapa grup whatsapp dan aplikasi pengiriman pesan lainnya. Bahkan, di media sosial pun turut menyebar.
Ada banyak tulisan yang muncul. Seperti tulisan dengan judul Inilah Dokumen Rahasia Rencana Pelengseran Presiden Gus Dur di alif.id mendapat tempat di hati para pembaca. Begitu juga saat tulisan di nuonline dengan judul Dokumen Pemakzulan Presiden Gus Dur: AR sebagai Operator Lapangan pun turut disambut hangat oleh masyarakat.
Berangkat dari tulisan Virdika seorang jurnalis muda ini, semua orang terbuka matanya atas apa yang terjadi saat Gus Dur dilengserkan sebagai presiden. Data yang diungkapkan pun cukup rinci. Semua yang ada di angan-angan bahkan dugaan-dugaan bahwa Gus Dur dilengserkan oleh para oligarki politik di zaman itu adalah sebuah fakta.
Semua skema penjatuhan Gus Dur ditulis dengan apik. Bagaimana pelibatan aktivis mahasiswa hingga para politisi saat itu. Termasuk orang-orang yang saat ini berada di lingkaran Presiden Jokowi.
Ingatan semua orang lantas terhempas pada perkataan Gus Dur saat di sebuah stasiun televisi ataupun sambutan-sambutannya. Gus Dur berkata sejarah akan membuktikan tentang proses penjatuhannya serta apa yang dituduhkan padanya tidaklah benar. Dan, kini pernyataan itu menjadi kuat dengan tulisan dan paparan data milik Virdika.
Fakta itu semakin menajam setelah Virdika menerbitkan buku yang telah dijanjikan. Buku ini diberi judul Menjerat Gus Dur. Tepat saat haul Gus Dur yakni di Desember 2019 buku itu mulai beredar di pasaran. Dokumen rahasia yang membuat penasaran orang pun terpampang jelas dalam lampirannya.
Seperti ulasan Zunus Muhammad tentang buku Menjerat Gus Dur yang dipublis di nuonline yang berjudul Menjerat Gus Dur: Skenario ‘Semut Merah’ Fuad Bawazier dan Rencana Menikung Megawati. Di tulisan tersebut pun mengulas tentang isi dari dokumen yang ada di lampiran buku Virdika. Yakni, surat yang ditulis oleh Fuad Bawazier saat itu pada Akbar Tanjung.
Fuad, di surat itu menulis secara detail pula tentang apa yang telah dilakukan dan direncanakan.
Seperti melibatkan BEM PTN (Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Nasional) dan BEM Perguruan Tinggi Swasta yang telah dikoordinir di Cilosari dan Diponegoro (PB HMI) serta kelompok kanan ormas Islam yang tersentral di tiga titik lainnya yakni; Masjid Sunda Kelapa, Istiqlal dan Al Azhar mulai bergerak masif, bergelombang, dan bersamaan hampir di seluruh Indonesia dengan satu komando isu menuntut Gus Dur Mundur.
Kemudian, dia pun juga menuliskan khusus untuk pengepungan senayan untuk mem-pressure DPR agar menerima hasil kerja pansus yang menyatakan Gus Dur telah menyalahkan kekuasaan (abuse of power) secara langsung dipelopori oleh para alumni ILUNI pro, para rektor serta BEM UI dan UMJ. Mereka ini bergerak di bawah komando langsung Ketua Umum PB HMI, Fakhruddin CS.
Termasuk saat sidang paripurna digelar, dia menyatakan adik-adik mahasiswa ini akan bergabung langsung dengan seluruh massa aksi rekan-rekan Pemuda Partai Keadilan yang langsung di bawah komando saudara Hidayat Nur Wahid, Gerakan Pemuda Ka’bah yang dimobilisir oleh saudara Ali Marwan Hanan, massa PBB di bawah saudara Hamdan Zoelva, massa PAN di bawah saudara Patrialis Akbar, dan massa rakyat dan preman yang diorganisir oleh saudara Yapto dan DPP Pemuda Pancasila.
Nah, dia menyatakan saat itulah komando akan dipegang langsung, sedangkan operator lapangan akan dipimpin oleh Ketua Umum KAMMI, AMPI, GPK, BM PAN, PB HMI, HAMAS, dan IMM.
Sebuah dokumen secamam surat ini tidak berhenti di dalam buku. Seseorang yang telah memiliki buku lantas memotret dan menyebarkannya. Semua orang melihat. Semua membaca dengan perlahan. Kata perkata. Kalimat perkalimat diresapi, bagaimana skema penjatuhan Gus Dur dari kursi presiden.
Semua ekspresi mereka yang membaca tulisan itu pun meledak. Ada yang mengumpat. Ada yang geram lantas berdiskusi dengan kawannya. Termasuk, mereka yang mengekspresikan kemarahan dengan sederhana yakni sebuah menulis story di whatsapp-nya.
Marah, atas perlakukan tersebut itu normal. Geram juga pasti dirasakan bagi mereka yang benar-benar banyak menyarap ilmu pada Gus Dur.
Namun, kemarahan tidak akan merubah situasi. Begitu juga balas dendam pada mereka yang telah tega melakukan fitnah keji terhadap Gus Dur.
Menurut saya, buku serta dokumen rahasia yang telah diungkap ini dapat menjadi rujukan untuk semua pihak dalam melihat konstalasi politik yang terjadi hari ini dan yang akan datang.
Setiap percikan konflik dan isu-isu yang muncul di layar televisi hingga hal-hal yang viral di media sosial serta gerakan masa yang berkepentingan meski semuanya berjalan seolah-olah natural patut diduga ada orang yang sengaja mendesain gerakan tersebut.
Kita harus tahu, siapa sosok yang memiliki bakat untuk menjadi seperti Fuad Bawazier dan para pemain lainnya. Kita juga harus belajar dari setiap peristiwa yang muncul.
Sekali lagi, buku ini bukan sebagai alat untuk balas dendam dan memupuk kemarahan. Melainkan, bisa menjadi sebuah ilmu yang sangat bermanfaat sekali bagi kita orang-orang awam atas apa yang terjadi di tingkatan elit. Kita bisa menjadi lebih bijak dalam melihat sebuah isu politik yang berkembang. Termasuk kita tidak akan terlalu fanatik dengan para elit.
Setidaknya, kita bisa lebih selow dan tidak gupuhan terhadap gejolak yang muncul karena kepentingan politik. Kita juga semakin bijak dalam menyikapi setiap apa yang menjadi keputusan para politisi.
Saya meyakini, gaya marah para pecinta Gus Dur akan berbeda dengan mereka golongan sumbu pendek. Sebab, Gus Dur selalu berpesan gitu saja kok repot. (*)
Redaktur suluk.id
Orang NU bacaannya banyak. Walaupun secara umum nggak sempat/ suka baca, tapi para kiainya adalah pelahap buku yg rakus. Tentu di jaman kiwari ada Gus Baha yg begitu lancar bercerita ttg bacaan2nya.
Nah ini menjadikan NU tidak kagetan. Tapi ketidakkagetan NU tsb justru kadang membuat kaget orang di luar NU. Contohnya saat NU biasa saja ketika ada kasus Uighur dan santai saja ketika ada kasus penistaan agama santai juga saat koalisi2 politik berganti-ganti rekan.
Mereka yg di luar NU akan terkaget2 kok NU kaya gitu. Karena kaget mereka menghujat. Haha.
Nah isi buku tsb sebenarnya sudah banyak diindikasikan oleh banyak tokoh NU. Beliau-beliau memang tidak menyebutkan nama. Seperti Pak Mahfud MD yg bilang bahwa ini belum 30 tahun jangan dibuka dulu. Tetapi di berbagai kesempatan beliau selalu bilang bahwa pelengseran gus dur adalah peristiwa politik. Dg kata-kata seperti itu saja orang NU sudah memahami kok.
Jadi saya kira orang NU nggak akan dendam dengan teriak2 atau ambil tindakan keras gitu. Tapi dalam hati pasti “delok wae”. Istilahnya disosotno. Tapi Percayalah Sosotan lebih berbahaya dari tindak kekerasan. 😀
Mantab Ketua…