Suluk.id – Sebuah komunitas yang berfokus pada bidang pemikiran dan paradigma keilmuan melalui perkembangan dan analisis pemikiran keislaman, kiranya itulah latar belakang tujuan diciptakanya komunitas El Himmah. Deklarasi El Himmah yang diselenggarakan pada Kamis, 5 Desember 2024 menjadi tonggak awal dari berdirinya komunitas ini. Acara yang diawali dengan khataman Al Qur’an dilanjut pengesahan simbolik deklarasi dan ditutup seminar sederhana dengan menghadirkan pemateri yang hebat. Bertempat di Masjid Baitul Hakim UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungangung, acara berjalan penuh khidmat dengan diikuti beberapa dosen dan mahasiswa dari berbagai program studi.
Salah satu alasan berdirinya komunitas ini adalah sebagai wadah pengembangan potensi, sebagamaina yang dikatakan Bu Rifqi As Sa’adah Al Layli, S. Ud., M.Ag selaku Pembina El Himmah dalam sambutanya, bahwa komunitas ini menjadi sinergi antar mahasiswa kampus yang bergerak dalam rangka mengembangkan keilmuan dan paradigma keislaman. Sehingga focus utama dari program ini adalah observasi dan kekaryaan, diskusi dan pelatihan serta aktif dalam berkompetisi. Dedikasi ini merupakan suatu kontribusi dalam pengembangan wacana khazanah keislaman. Selaras dengan pesan dari Prof. Dr. Syamsu Ni’am, M. Ag pada saat pengesahan El Himmah, tentang harapan besar semoga komunitas ini bukan hanya eksis dalam dunia akademik akan tetapi juga menghasilkan suatu hal yang berkualitas dan tentunya bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya.
Dilanjut acara seminar yang diisi oleh para dosen sekaligus pembina El Himmah , Ahmad Natsir, S. Thi., M. Pd yang menjadi narasumber bedah buku “ Arah Baru Studi Ulum Al Qur’an (Memburu Pesan Tuhan di Balik Fenomena Budaya) karya Dr. Aksin Wijaya. Di sambung seminar bedah artikel “ Hadith As Oral Literature Through Early Islamic Literary Criticism karya Hany Rashwa, United Arab Emirates Universary oleh Dr. Rizqa Ahmadi, Lc., MA. Seminar kali ini mengangkat tema yang sedikit berbeda akan tetapi tidak berdikotomi, yakni Studi Ulumul Qur’an dan Hadis.
.Dalam seminar tersebut Dr. Ahmad Natsir mengatakan dalam buku karya Dr. Aksin Wijaya, bahwa adanya rekontruksi pembacaan ulumul Qur’an yang dalam beberapa literatur klasik terpetakan menjadi beberapa bagian pembahasan. Di sini Aksin Wijaya menawarkan dengan menggunakan teori sistematika kesusastraan Amin Al Khulli tentang bagaimana menciptakan pokok pokok ulumul Qur’an menjadi satuan induk pembahasan sehingga tidak terpecah belah, seperti gagasan pokok Ma Haula Qur’an dan Ma Fil Quran.
Disambung bedah artikel karya Hany Rashwa yang sekilas membahas kitab Al I’jaaz wal Ijaz mengenai kesusastraan pada Al Qur’an. Dr. Rizka Ahmadi menyimpulkan dimensi balaghoh tidak hanya terkandung dalam Al Qur’an saja akan tetapi dalam hadis pun demikian. Bahkan sejarah periwayatan hadis tidak lepas dari tradisi oralitas teks. Oleh karena itu, dalam penutupnya beliau mengatakan bahwa secara tidak sadar, kedudukan hadis setara dengan Al Qur’an.
Mengenai kedua pembahasan tersebut memberikan arti bahwa, paradigma ataupun wacana keislaman yang menjadi kajian umum di sekitar kita, nyatanya masih bersifat unfinal, sehingga perlu di kaji dan telaah lebih dalam untuk menciptakan paradigma baru. Oleh karenanya, seperti yang dikatakan oleh Dr. Rizka Ahmadi, Ilmu akan lestari jika terus diwacanakan seperti halnya El Himmah yang hadir untuk menghasilkan narasi dan wacana keagamaan social melalui kajian dan diskusi yang komperehensif, edukatif dan tentunya juga berkualitas.
Penulis : Saidatun Nisa’
Merawat Islam yang Ramah