Suluk.id, Tulungagung – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang baru, Abd. Mu’ti, menyampaikan bahwa pihaknya berencana untuk mengevaluasi atau mengkaji ulang Kurikulum Merdeka. Pernyataan ini menimbulkan spekulasi di kalangan masyarakat, khususnya di sektor pendidikan, terkait masa depan Kurikulum Merdeka—apakah akan dilanjutkan atau justru dihentikan. Dr. Zulfatun Ni’mah, Dosen PMII Putri, menilai pernyataan dari Menteri ini menunjukkan adanya respon terhadap berbagai tekanan publik yang meminta pemberhentian Kurikulum Merdeka dengan dalih bahwa kurikulum tersebut justru berpotensi menghambat peningkatan prestasi peserta didik.
Dr. Uswatun Hasanah, turut mengkritisi dan menyoroti langkah evaluasi yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan. Menurutnya, desakan untuk mengevaluasi Kurikulum Merdeka bukan hanya karena penurunan prestasi belajar, tetapi juga disebabkan beberapa faktor utama lainnya. Salah satu masalahnya adalah pelaksanaan Kurikulum Merdeka yang terkesan terburu-buru dan tanpa persiapan menyeluruh di semua jenjang. Banyak guru, terutama di daerah terpencil, yang belum mendapatkan pelatihan yang cukup untuk memahami dan mengimplementasikan Kurikulum Merdeka, sehingga sulit bagi mereka untuk mengaplikasikannya secara optimal di ruang kelas.
Selain itu, Kurikulum Merdeka dianggap kurang memperhatikan kebutuhan daerah dan kondisi kearifan lokal yang sebenarnya sangat bervariasi di seluruh Indonesia. Sebagai contoh, kebijakan ini cenderung bersifat sentralistik, sementara penerapan pendidikan di daerah memerlukan penyesuaian kontekstual agar sesuai dengan kondisi sosial dan budaya setempat. Kurikulum yang seragam namun tanpa fleksibilitas ini bisa menimbulkan tantangan besar bagi sekolah-sekolah di daerah untuk memenuhi standar nasional yang ditetapkan.
Koirudin Abbas, ketua alumni PMII Tulungagung juga menegaskan pentingnya kajian mendalam sebelum memutuskan keberlanjutan atau perubahan kurikulum. “Kami berharap Mendikdasmen benar-benar mempertimbangkan kebutuhan riil Kurikulum Merdeka ini, jangan sampai kebijakan kurikulum hanya dijadikan alat eksistensi atau sebagai eksperimen yang tidak relevan dengan kebutuhan peserta didik dan guru di lapangan,” ujarnya.
Dr. Chusnul Chotimah, merekomendasikan agar pemerintah tidak hanya sekadar mengevaluasi, tetapi juga memberikan pelatihan yang memadai bagi guru-guru, terutama bagi mereka yang berada di daerah terpencil. Pelatihan yang konsisten dan berkelanjutan ini akan membantu para guru dalam memahami esensi Kurikulum Merdeka dan menerapkannya secara efektif. Dengan demikian, berbagai tantangan di lapangan seperti pola pembelajaran yang kurang variatif dan statis bisa diperbaiki, sehingga visi dari Kurikulum Merdeka dapat tercapai dengan maksimal.
Bagi banyak pihak, keputusan mengenai kelanjutan Kurikulum Merdeka merupakan langkah krusial yang akan menentukan arah pendidikan Indonesia ke depan. Masyarakat pun kini menanti keputusan Mendikdasmen terkait nasib Kurikulum Merdeka, sembari berharap kebijakan yang diambil benar-benar didasarkan pada evaluasi yang matang dan mempertimbangkan kebutuhan lapangan.
Suluk.id merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan