Selain kitab induk hadis yang berjumlah ada lima kitab atau yang sering disebut dengan istilah Kutub as-Sittah yang menjadi rujukan para Ulama, terdapat juga kitab-kitab hadis yang lainnya, yang juga bersumber dari Kutub as-Sittah. Para Ulama menyusun kitab hadis berdasarkan kategori dan metode yang digunakanyya. Tentu ada tujuan dan kepentingan serta kegunaan yang diharapkan oleh penulis masing-masing kitab. Seperti kitab Bulughul Marom yang ditulis oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, yang disusun berdasarkan kajian Fiqih, ada kitab Riyadhus Shalihin karya Imam Nawawi tentang adab dan etika, serta masih banyak lagi.[1]
Tidak hanya itu, banyak kitab hadis dengan nama kitabnya Arba’in. Kitab yang disusun dengan metode penulisan hadis berdasarkan jumlah hadis dengan kategori atau berdasarkan suatu kajian tertentu, hadis yang ditulis sebanyak kurang lebih 40 hadis. Hadis Ar’bain Nawai merupakan salah satu contoh dan salah satu pelopor munculnya kitab hadis yang penyusunannya menggunakan metode berasarkan jumlah hadis yang ditulis. Hadis Arba’in Nawawi sebuah kitab hadis yang ditulis oleh Imam an-Nawawi. Seorang ulama yang multidisiplin keilmuannya, beliau bernama asli Yahya bin Syaraf bin Hasan bin Husain an-Nawawi ad-Dimasyqiy, Abu Zakariya. Lahir di Nawa yang menjadi julukannya, adalah sebuah kampung di Kota Damaskus pada bulan Muharram tahun 631 H.[2]
Terdapat berbagai macam pendekatan dalam mengkaji dan mengkategorikan sebuah hadis. Selain kategori bidang keislaman, hadis juga mencakup multidisplin keilmuan, seperti sains, dan sosial. Humanisme merupakan salah satu aliran atau cabang dari Filsafat. Secara epistimologi humanis berasal dari Bahasa Inggris “human” yang artinya manusia, sedangkan kata imbuhan “isme” yang artinya dalam kajian filsafat adalah sebuah aliran paham filsafat. Jadi humanisme adalah paham atau aliran filsafat yang menguatamakan manusia tanpa membedakan latar belakang tiap individu.[3]
Menurut Ali Syariati seorang pemikir Islam, ia berpandangan humanisme adalah filsafat yang menyatakan bahwa tujuan pokok yang dimilikinya adalah untuk keselamatan dan kesempurnaan manusia. Dengan memiliki cara pandang manusia sebagai makhluk mulia, dan prinsip-prinsip yang didasarkan dari akumulasi nilai ilahiah yang ada dalam diri manusia yang merupakan petunjuk agama dalam kebudayaan dan moral manusia.[4]
Pembicaraan terkait humanism sebetulnya sudah ada sejak zaman Yunani kuno. Para filsuf Yunani kuno membicarakan tentang bagaimana menjadi manusia yang ideal. Pembicaraan terkait kultur tersebut terjadi karena ada kurikulum klasik Yunani kuno yang mengajarkan tentang tujuh bidang pelajaran. Konsep pembelajaran yang mengenai tentang kemanusiaan yaitu Paideia dan eudaimonia. Paideia merupakan suatau system Pendidikan yang jelas dan menuju pada kualitas sumber daya manusia yang ideal. Ideal yang dimaksud adalah tentang keselarasan jiwa, badan dan suatu waktu manusia mencapai kebahagiaan (eudaimonia).[5] Pendeskripsian tersebut mengalami beberapa perubahan dengan berkembangnya zaman dan model pemikiran yang berbeda.
Islam sebenarnya juga sudah mengajarkan asas kemanusiaan sedari dulu. Bahkan nabi Muhammad SAW juga mengajarkan untuk saling memanusiakan manusia dan tidak ikut urussan dalam perkara agama atau teologi. Dalam beberapa literatur juga dijelaskan bahwasannya nabi berdakwah tidak untuk memusuhi orang yang tidak seiman. Umar bin Abdul Aziz sebagai pemimpin bani umayyah juga menunjukkan sikapnya terhadap sesama manusia. Hal itu ditujukan setelah peristiwa tahkim. Hal tersebut juga didukung dengan sifat Umar bin Abdul Aziz yang telah memilih untuk meninggalkan sifat keduniawian. Harun Ar Rasyid dalam kepemiimpinannya sebagai pemimpin bani Abasiyah juga memberikan contoh memanusiakan manusia. Seperti memperintahkan Baitul Mal untuk memberikan makanan kepada para narapidana. Walaupun seorang darapidana, mereka juga dapat hak makan sebagai salah satu cara bertahan hidup.[6]
Selaras dengan pengertian humanisme diatas, penulis menelaah dan mengkaji ulang kitab hadis yang udah pernah dipelajari. Ternyata dengan mempelajari Humanisme kita bisa mengkaji hadis menggunakan sudut pandang Humanisme, jadi maksudnya adalah di kitab Hadis Arba’in Nawawi terdapat hadis yang terdapat hadis yang mengajarkan bagaimana selayaknya kita bersikap dan berperilaku terhadap sesama manusia. Setelah mengkaji ulang, penulis berpendapat bahwa terdapat 10 hadis yang berkaitan dengan kajian Humanisme, yaitu: 7, 13, 15, 16, 18, 24, 32, 34, 35, 36. Berikut adalah teks hadisnya yang akan saya ambil 3 nomor hadis dari 10 nomor hadis, yaitu nomor 13, 18, dan 24.
Hadis nomor 13 yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, Nabi saw bersabda
“لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِه
“Tidaklah beriman seorang di antara kalian sampai dia mencintai untuk saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim). Cinta yang dimaksud bukanlah hakikat rasa cinta yang sebenarnya, namun cinta berupa perlakuan seseorang sebaik mungkin ke orang lain, sebagaimana yang dia perlakukan terhadap dirinya sendiri. Tidak mungkin manusia melukai dan menyakiti dirinya sendiri, pasti ingin melakukan yang terbaik untuk dirinya. Dan juga setiap orang ingin diperlakukan secara baik oleh orang lain, maka dari itu berlakulah baik untuk orang lain.
Perlakuan baik tidak melulu perkara memberikan sesuatu dengan nilai, bisa juga dengan jasa seperti gotong royong. Kecilnya dengan kita selalu berprasangka baik dan menjauhi pikiran atau prasangka buruk itu juga sudah termasuk berlaku baik kepada orang lain, yang akan menumbuhkan ketentraman dan kesejahteraan antar sesama. Hal ini senada dengan pengertian humanisme menurut Gus Dur, konsep humanisme hasil dari pemikiran Gus Dur dipahami sebagai wacana atau paradigma yang digunakannya memberikan apresiasi secara luas terhadap segala hal yang baik sesama manusia ditambah dengan perhatian kesejahteraan personal.[7]
Hadis nomor 18 diriwayatkan oleh Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman Mu’zadz bin Jabal, Rasulullah bersabda:
اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ. رَوَاهُ التِّرْمِذِي وَقَالَ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ. ‘
Bertakwalah kepada Allah dimanapun engkau berada dan ikutilah keburukan dengan kebaikan niscaya kebaikan akan menghapuskan keburukan sebelumnya dan pergaulilah manusia dengan pergaulan yang baik.’” (HR. Tirmidzi dan beliau mengatakan hadits hasan dan dalam sebagian cetakan sunan Tirmidzi disebutkan hasan shahih). Sangking perhatiannya islam kepada hubungan sesama manusia, Rasulullah saw menyuruh untuk mempergauli manusia secara baik, yang beliau sabdakan setelah perintah untuk bertakwa kepada Allah swt.
Bahwa dalam islam tidak hanya mengajarkan tentang perkara ibadah yang merupakan hubungan dengan Tuhan saja, namun juga memperhatikan hubungan sesama manusia, karena manusia makhluk sosial yang hidup berdampingan. Bahkan perintah bergaul dengan baik yang disabdakan Nabi setelah perintah takwa kepada Allah. Tentu bergaul dengan mengimplementaskan sesuai nilai atau ajaran agama islam. Sebagaimana pengertian humanisme pandangan Buya Hamka, diantar pendapat yang diuatarakannya sebagai berikut: a). Melandaskan konsep tauihid dalam pemikiran humanismenya. b). Meskipun manusia itu berbeda-beda akan tetapi tetap sebagai makhluk yang satu (sama). c). Bahwa keadilan adalah pilar kesejahteraan manusia. d). Toleransi. Buya Hamka khawatir jika ada umat islam yang terdoktrin terhadap aliran humanisme, akhirnya beliau juga memberikan pandangannya, dan memadukan antara humanisme dan agama islam.[8]
Hadis nomor 24 dari Abu Dzar al-Ghifari, dari Rasulullah saw, yang diriwayatkan dari Allah swt. Allah berfirman:
يَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوا
“Wahai hamba-hambaKu, sungguh Aku telah haramkan kedzaliman atas diriKu dan Aku jadikan kedzaliman itu haram atas kalian. Maka janganlah kalian saling mendzalimi. (HR. Muslim). Kedzaliman suatu tindakan yang sangat merugikan bagi korban dan pelakunya. Korban mendapatkan kerugian secara langsung, namun pelaku pasti juga akan mendapatkan balasannya baik secara langsung juga atau di lain waktu setelahnya. Kedzaliman sangat merusak hubungan sesama manusia, dan dosanya tidak diampuni oleh Allah kecuali setelah dimaafkan perbuatannya oleh korban kedzaliman.
Banyak sekali kasus kedzaliman dipelbagai belahan muka bumi. Perlakuan secara verbal dan non verbal tidak jarang terjadi di bangku pendidikan, yang mengakibatkan rusaknya mental bahkan harapan dan hidup bagi korban. Sungguh perbuatan yang hina dan mirisnya sering kali dijadikan sebagai bahan candaan dan melakukannya dengan rasa bahagia bahkan bangga telah berhasil melakukannya. Seperti pendapat Buya Syafi’i tentang humanisma yang memiliki latar belakang adanya konflik dan pertikain di Indonesia karena adanya perbedaan suku, ras dan agama.[9]
Itulah 3 hadis dari kitab Hadis Arba’in Nawawi yang membahas atau menyinggung disiplin keilmuan diluar konteks kajian agama. Bahwa islam juga memperhatikan aspek lain, sosial misalnya, bagaimana cara bersosial yang baik dan seruan serta contohnya sudah diajarakan di agama Islam. wallahua’lam bishshowab.
REFERENSI
As, Abdullah Achyar Zein, Saleh Adri. “Manhaj Imam An-Nawawi Dalam Kitab Al-Arbain An-Nawawiyah: Kajian Filosofi Di Balik Pnulisan Kitab Hadis Al-Arba’in An-Nawawiyyah.” At-Tahdis: Journal Of Hadith Studies 1 (2017).
Febrian, Rahmat, Khozin Khozin, And Zulfikar Yusuf. “Relevansi Konsep Humanisme Islam Ali Syariati Dengan Problematika Pendidikan Islam Di Indonesia.” Ta’dibuna: Jurnal Pendidikan Islam 11, No. 1 (2022): 35. Https://Doi.Org/10.32832/Tadibuna.V11i1.6004.
Ii, B A B, And A Humanisme. “Filsafat Agama, (,” 2009.
Nuraini. “Humanisme Islam Dalam Pemikiran Ahmad Syafi’i Ma’arif.” Edukasi Multikultura 1, No. 1 (2019): 126–36.
Nurhaedi, Dadi. “Kitab Hadis Sekunder: Perkembangan, Epistimologi, Dan Relevansinya Di Indonesia.” Jurnal Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an Dan Hadis 18, No. 2 (2017). Https://Doi.Org/10.14421/Qh.2017.1802-06.
Puput Dwi Lestari. “Pemikiran Abdurrahman Wahid Tentang Islam Dan Humanisme .” Matan: Journal Of Islam And Muslim Society 2, No. 1 (2020): 57–73. Https://Doi.Org/Https://Doi.Org/10.20884/1.Matan.2020.2.1.2272.
Scottish Water. “Konsep Humanisme Islam Dalam Perspektif Buya Hamka Dan Aktualisasinya Di Indonesia” 21, No. 1 (2020): 1–9.
Turap, Tipe-Tipe, Turap Beton Merupakan, Turap Baja Lebih, And Tipe-Tipe Dinding Turap. “Aktualisasi Humanisme Religius Menuju Humanisme Spiritual Dalam Bingkai Filsafat Agama,” N.D., 1–17.
Yakub, M. “Dakwah Humanis Dalam Lintasan Sejarah Islam.” Wardah 22, No. 1 (2021): 14–38. Https://Doi.Org/10.19109/Wardah.V22i1.9004.
[1] Dadi Nurhaedi, “Kitab Hadis Sekunder: Perkembangan, Epistimologi, Dan Relevansinya Di Indonesia,” Jurnal Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an Dan Hadis 18, no. 2 (2017), https://doi.org/10.14421/qh.2017.1802-06.
[2] Saleh Adri AS, Abdullah Achyar Zein, “Manhaj Imam An-Nawawi Dalam Kitab Al-Arbain An-Nawawiyah: Kajian Filosofi Di Balik Pnulisan Kitab Hadis Al-Arba’in An-Nawawiyyah,” At-Tahdis: Journal of Hadith Studies 1 (2017).
[3] B A B Ii and A Humanisme, “Filsafat Agama, (,” 2009.
[4] Rahmat Febrian, Khozin Khozin, and Zulfikar Yusuf, “Relevansi Konsep Humanisme Islam Ali Syariati Dengan Problematika Pendidikan Islam Di Indonesia,” Ta’dibuna: Jurnal Pendidikan Islam 11, no. 1 (2022): 35, https://doi.org/10.32832/tadibuna.v11i1.6004.
[5] Tipe-Tipe Turap Et Al., “Aktualisasi Humanisme Religius Menuju Humanisme Spiritual Dalam Bingkai Filsafat Agama,” N.D., 1–17.
[6] M. Yakub, “Dakwah Humanis Dalam Lintasan Sejarah Islam,” Wardah 22, no. 1 (2021): 14–38, https://doi.org/10.19109/wardah.v22i1.9004.
[7] Puput Dwi Lestari, “Pemikiran Abdurrahman Wahid Tentang Islam Dan Humanisme ,” MATAN: Journal of Islam and Muslim Society 2, no. 1 (2020): 57–73, https://doi.org/https://doi.org/10.20884/1.matan.2020.2.1.2272.
[8] Scottish Water, “Konsep Humanisme Islam Dalam Perspektif Buya Hamka Dan Aktualisasinya Di Indonesia” 21, No. 1 (2020): 1–9.
[9] Nuraini, “Humanisme Islam Dalam Pemikiran Ahmad Syafi’i Ma’arif,” Edukasi Multikultura 1, no. 1 (2019): 126–36.
Penulis : Wafa Satria
Merawat Islam yang Ramah