Suluk.ID
Wednesday, August 27, 2025
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
Suluk.ID
Home Ngilmu

Kesalahan Tata Bahasa Arab Dasar di Masyarakat

by Nurul Fahmi
September 24, 2019
in Ngilmu
Kesalahan Tata Bahasa Arab Dasar di Masyarakat

Muslim people at conference vector illustration of Saudi Arabian man and woman in khaliji and hijab. Audience at business interview presentation and speaker on stage with infographic background

Share on Facebook

Sebagai orang yang tinggal di kampung, saya sering menghadiri acara tahlilan, manakiban, shalawatan, mantenan, sunatan dan an an lainnya. Barangkali Anda yang di kota juga sama. Sama-sama ikut merayakan acara “bid’ah” (hasanah) tersebut. Hehe.

Di forum tersebut tak jarang saya mendengar ceramahnya seseorang atau bacaan-bacaan dalam bahasa Arab yang terdengar kurang tepat secara kaidah. Terkadang saya kawatir kalau saya yang salah dengar. Tapi setelah saya dengar dengan seksama (inshat), kedengarannya memang kurang tepat.

Maka sebagai “The Santri” yang pernah sedikit mengaji tata bahasa Arab, saya merasa ganjel di hati dengan banyaknya ke-kurangtepat-an yang terjadi. Karena itu, saya akan tulis beberapa contoh kalimat atau kalam kurang tepat yang sering saya dengar (barangkali Anda juga pernah mendengar):

1. Mauidlatul Hasanah (dengan tarkib idlafi). Biasanya ungkapan yang kurang tepat itu sering terdengar dari MC / pembawa acara. Kalimat tersebut saya kira yang lebih tepat adalah Mauidlah Hasanah (موعظة حسنة) atau al-Mauidlah al-Hasanah ( الموعظة الحسنة) dengan tarkib na’at man’ut. Sesuai dengan artinya yaitu pitutur yang baik.

2. Akhinal Kiram. Kata “akhi” itu mufrad, sedangkan “kiram” itu jamak. Maka yang lebih tepat adalah “Akhinal Karim” (أخينا الكريم), sama-sama mufradnya.

3. Para Asatidz dan Asatidzah. Ungkapan itu sekilas kelihatan benar, tapi ternyata kurang tepat. Karena bentuk jamaknya “ustadzah” adalah “ustadzaah” dengan “dzaah” panjang. Jamak Muannats Salim. Jadi kalau kita berpidato, yang tepat adalah dengan mengucapkan “para asatidz dan ustadzaah” (اساتيذ استاذات).

4. Akhirul Kata. Lha ini namanya bahasa gado-gado. Arab dimudlafkan kepada Indonesia. Mungkin si pembicara ingin mengucapkan “Akhirul Kalam” atau “Akhir Kata” tapi keliru “Akhirul Kata”. Ruwet jadinya.

5. Wa Anta Hasbuna Allah. Ini juga tarkib yang membingungkan dalam bahasa Arab. Biasanya saya dengar itu dari pemimpin tahlil. Mestinya kalimat tersebut tidak bisa dibarengkan kesemuanya. Harus dijadikan dua jumlah/kalimat, yaitu “Wa Anta Hasbuna (وانت حسبنا)” saja (artinya: dan Engkau adalah dzat yang mencukupi kami) atau “Hasbuna Allah (حسبنا الله)” saja (artinya: Dzat yang mencukupi kami adalah Allah).

6. Lahumul Al-Fatihah. Yang ini Anda sudah faham kan kesalahannya? Walaupun kelihatannya remeh, tetap saja masih ada yang mengucapkan kalimat salah tersebut. Hemm.

7. Salamatan fiddinina wa afiyatan fil jasadina wa ziyadatan fil ilmina dst. Ibarat tali, ikatannya dobel, tali pati. Kalimat fiddini ( في الدين), fil jasadi (في الجسد) dan fil ilmi (في العلم) itu sudah makrifat kok masih ditambahi dlamir “na نا”. Maka tidak perlu ada tambahan “na”.

8. Ya wasi’ al karamin. Lho, sejak kapan al dan tanwin itu bergandengan tangan. Mereka itu ibarat Tom dan Jerry, musuh bebuyutan yang gak pernah akur. Jadi buanglah tanwin pada kata “al karamin”.

9. Was shalatu wassalamu ala alihi wa ashabihi ajmain. Sudah lebih dari sekali saya mendengar orang pidato seperti itu, ucapan salawat berbahasa Arab tanpa tujuan kepada Nabi. Barangkali ketika menghafalkan, teksnya ada yang hilang. Jadi gitu dech.. hehe..

Akhirul kata, eh, Akhirul kalam..

Saya jadi teringat ketika dulu ujian tesis di kampus. Ketika itu saya sempat bantah-bantahan dengan salah satu dosen penguji, karena beliau menyalahkan tarkib suatu jumlah (kalimat) yang saya tulis. Jumlah tersebut adalah “Hadza al-bahtsu muqaddamun linaili darajat al-majistir (هذا البحث مقدم لنيل درجة الماجستير)”.

Menurut salah satu penguji, untuk kata “darajat” yang benar diberi “al” menjadi “linaili al-Darajat al-Majistir”. Saya pun membantah, bahwa pemberian “al” itu kurang tepat. Karena kalau “darajat” diberi “al” maka tarkib kata “al-majistir” akan menjadi na’at/sifat. Dan itu kurang sesuai dengan kaidah naat-man’ut yang mana antara keduanya (naat man’ut) harus sesuai mudzakar atau muannatsnya. Maka kedua kata tersebut lebih tepat dijadikan mudlaf dan mudlaf-ilaih.

Tapi, dosen penguji tersebut tetap bersikukuh pada pendapatnya. Ya sudah, saya akhirnya mengalah. Lagi pula ngalah bukan berarti salah kan. (Biar nilainya tidak jelek. Hehe.) Setelah ujian, saya datang ke pembimbing dan menceritakan permasalahan tersebut. Dan dosen pembimbing membenarkan saya. Horeee.

Nurul Fahmi

Penulis: Terompah Kiai, Pendidik dan Anggota LTN PC. NU Kab. Tuban

Previous Post

Ringkasan Materi KH Marzuki Mustamar dalam MKNU PW ISNU Jawa Timur

Next Post

Tokoh-Tokoh NU Yang Terlupakan, Kader NU harus Tahu!! (1)

Related Posts

Memahami Tren Wacana Untuk Penyampaian Pesan Dakwah Islam

Memahami Tren Wacana Untuk Penyampaian Pesan Dakwah Islam

by Abdur Rohman Assidiis
August 19, 2025
0

Suluk.id, Akhir-akhir ini, dunia jagat maya sedang digencarkan oleh wacana perbincangan filsafat. Hal ini dipicu oleh salah satu sosok yang...

Memaknai Tiga Ekspresi Kemerdekaan

Memaknai Tiga Ekspresi Kemerdekaan

by Nur Aziz Muslim
August 9, 2025
0

Kemerdekaan bukan sekadar hanya bebas dari penjajahan secara fisik, akan tetapi harus dimaknai sebagai suatu keadaan yang disitu bebas dari...

Merangsang Guru PAI Gairah Berliterasi

Merangsang Guru PAI Gairah Berliterasi

by Mukani
July 29, 2025
0

Tradisi literasi di Indonesia masih perlu ditingkatkan karena masih jauh dibanding negara-negara lainnya. United Nations Education, Scientific and Cultural Organization...

AKULTURASI BUDAYA SEBAGAI PILAR MODERASI DI LINGKUNGAN SOSIAL

AKULTURASI BUDAYA SEBAGAI PILAR MODERASI DI LINGKUNGAN SOSIAL

by elhimmah
July 18, 2025
0

Kehidupan masyarakat yang majemuk, perjumpaan budaya dan agama menjadi realitas yang tidak bisa dihindari. Sebut saja di Indonesia. Sebuah negeri...

Next Post
Kiai Kiai NU yang dikupakan

Tokoh-Tokoh NU Yang Terlupakan, Kader NU harus Tahu!! (1)

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sosial Media

Terkait

SDN Kayangan 2 Gelar Jalan Sehat, Meriahkan Rangkaian HUT RI ke-80

SDN Kayangan 2 Gelar Jalan Sehat, Meriahkan Rangkaian HUT RI ke-80

August 27, 2025
Rutinan Lailatul Ijtima’ MWCNU Diwek Kaji Makna Kemerdekaan

Rutinan Lailatul Ijtima’ MWCNU Diwek Kaji Makna Kemerdekaan

August 26, 2025
Pengurus Ikatan Sarjana NU Jombang Hari Ini Dilantik, Diharap Kolabarasi Demi Kemajuan Jombang

Pengurus Ikatan Sarjana NU Jombang Hari Ini Dilantik, Diharap Kolabarasi Demi Kemajuan Jombang

August 26, 2025
Suluk.id - Merawat Islam yang Ramah

Suluk.id termasuk media alternatif untuk kepentingan dakwah. Dengan slogan Merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan.

Suluk.ID © 2025

  • Redaksi
  • Tentang
  • Disclaimer
  • Kerjasama
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan

Suluk.ID © 2025