Suluk.id – Setiap tanggal 1 Juni, bangsa Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila sebagai momen penting untuk kembali meneguhkan jati diri nasional. Pancasila, yang digali dari kearifan lokal dan nilai-nilai luhur bangsa, bukan hanya dasar negara, melainkan juga pedoman hidup yang menyatukan keberagaman Indonesia. Di tengah dinamika zaman yang kian kompleks, tema “Mari Bersama Merawat Semangat Kebangsaan dengan Nilai-Nilai Agama dan Budaya” menjadi sangat relevan dan mendesak untuk terus digaungkan.
Pancasila lahir dari refleksi mendalam para pendiri bangsa atas keberagaman Indonesia. Lima sila dalam Pancasila bukan hanya kumpulan kata, tetapi merupakan kristalisasi nilai-nilai moral, sosial, dan spiritual yang telah hidup dalam masyarakat nusantara jauh sebelum Indonesia merdeka. Nilai Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan telah menjadi jiwa bangsa sejak lama.
Merawat semangat kebangsaan berarti menjaga agar nilai-nilai Pancasila tetap hidup dalam kehidupan sehari-hari. Ia bukan sekadar hafalan atau dokumen negara, tetapi harus menjadi sikap dan tindakan nyata, terutama di tengah tantangan modern seperti disintegrasi sosial, intoleransi, dan krisis identitas kebangsaan.
Agama dan budaya bukan dua kutub yang bertentangan dalam konteks kebangsaan Indonesia. Justru keduanya merupakan pilar penting dalam membentuk karakter bangsa yang religius, santun, dan beradab. Agama menanamkan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, toleransi, serta kasih sayang, sementara budaya lokal mengajarkan kearifan, gotong royong, dan hormat pada sesama.
Dalam konteks Pancasila, nilai Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi fondasi moral, yang kemudian dikuatkan dengan nilai-nilai budaya bangsa yang plural dan kaya. Oleh karena itu, merawat semangat kebangsaan juga berarti menjaga harmoni antarumat beragama dan melestarikan budaya lokal sebagai warisan identitas nasional.
Di era digital dan globalisasi, generasi muda sering kali mengalami krisis identitas. Arus informasi yang bebas membawa nilai-nilai asing yang tak selalu sejalan dengan Pancasila. Jika tidak disikapi bijak, hal ini dapat memudarkan semangat kebangsaan dan melemahkan rasa cinta tanah air.
Karena itu, pendidikan karakter berbasis Pancasila, agama, dan budaya perlu terus diperkuat, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Media sosial harus dimanfaatkan untuk menyebarkan konten-konten positif yang memperkuat nilai toleransi, persatuan, dan keberagaman.
Hari Lahir Pancasila bukan hanya seremoni tahunan, melainkan momen untuk merefleksi: apa yang telah kita lakukan sebagai warga negara? Apakah kita sudah menjadi bagian dari penjaga nilai-nilai luhur bangsa? Apakah sikap dan tindakan kita sudah mencerminkan semangat Pancasila?
Kita semua memiliki peran. Ulama dan tokoh agama dapat menjadi pencerah dengan pesan damai dan toleran. Budayawan dapat menggugah kesadaran kolektif melalui seni dan tradisi. Guru dan pendidik dapat menanamkan nilai Pancasila dalam pembelajaran. Generasi muda pun dapat menjadi agen perubahan yang membawa semangat kebangsaan ke ruang-ruang digital.
Mari bersama kita rawat semangat kebangsaan dengan menjadikan agama sebagai cahaya moral dan budaya sebagai identitas yang membanggakan. Pancasila bukan hanya warisan sejarah, melainkan kompas masa depan Indonesia. Dengan nilai-nilai agama dan budaya yang menyatu dalam Pancasila, kita bisa membangun bangsa yang berdaulat, adil, dan bermartabat di tengah perubahan zaman.
Selamat Hari Lahir Pancasila. Bersama Pancasila, kita jaga Indonesia.
Referensi
- Kaelan. (2013). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
- Latif, Yudi. (2018). Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. Jakarta: Gramedia.
- Tim BPIP. (2021). Buku Saku Pembinaan Ideologi Pancasila. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
- UNESCO. (2002). Learning to Be: Education for the 21st Century.
Penulis : Imam Muslih – Dosen PGMI Unhasy Jombang
Suluk.id merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan