Setiap momen kontestasi politik pasti ada yang kalah dan menang. Pemandangan seperti ini merupakan hal biasa yang harus dilewati oleh calon dan Tim Sukses (Timses), baik yang menang maupun yang kalah. Khususnya dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 yang telah usai hari ini pada, Rabu (09/12).
Ini merupakan bagian dari proses pendewasaan politik bagi para kader partai politik maupun Organisai Masyarakat (Ormas). Entah latar belakang NU ataupun Muhammadiyah. Semua harus kembali pada ego masing-masing. Ingat, yang menang jangan jumawah, yang kalah jangan memendam amarah. Karena siapapun yang menang tetap akan menjadi pemimpin bagi masyarakat.
Yang paling terpenting adalah mengembalikan marwah bendera masing-masing. Karena itu yang paling terpenting. Belajar dari kekalahan adalah hal yang paling bijak. Sehingga mampu menyiapkan kembali apa yang menjadi tujuan baik. Dalam sebuah istilah mengatakan, sapi tidak mungkin habis rumput satu keranjang dalam satu menit. Karena butuh proses panjang untuk mengunyah, agar bisa tertelan.
Sesuai dengan peraturan dan kesepakatan berbangsa dan bernegara. Mengapa demikian?, karena Nabi Muhammad SAW bersabdah, Sesungguhnya orang beriman, itu terikat dengan konsensus dan kesepakatan dalam kehidupannya.
Kita juga sepakat hidup bergandengan satu bangsa, satu negara, satu nusa, satu bahasa, yaitu bahasa Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harga mati, pancasila dipertahankan, UUD 1945 harus kita amalkan, dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu, NU merupakan organisasi yang paling dewasa dalam mengawal segala hal, baik dalam politik maupun yang lainnya. Slogan, jika musuh negara, artinya adalah musuh Nahdlatul Ulama (NU). Ini menjadi ageman NU sejak berdiri. Jangan sampai terhanyut dalam politik, namun lupa subtansi peruangan organisasi. Semua harus kembali pada pendewasan pola pikir dan gerakan yang bijak.
Sekali lagi, marwah NU lebih penting.
Seluruh santri dan kader NU harus siap untuk bela negara. Kita patut bersyukur bila sebuah negara anak mudanya memiliki kepedulian, kepekaan terhadap nasib masa depan negaranya. Hal ini menandakan bahwa sebentar lagi Indonesia akan menjadi negara besar. Negara yang di sifati, baldatun toyibatun warobun ghofur.
Negara yang dipenuhi oleh rahmat Allah, di penuhi dengan maghfiroh Allah, dan dipenuhi nikmat anugerah karunia dari Allah Swt.
Bahwa dalam momen Pilkada 2020 ini sebagai bahan refleksi diri untuk senantiasa menanamkan rasa cinta hubbul waton minal iman di dalam diri kader NU. Khususnya di Pilkada Tuban 2020. Siapapun yang menjadi pemimpin, sudah menjadi kesepakatan.
Kesepahaman menjadi salah satu cara bagaimana membangun ciri khas politik yang baik. Sehingga dengan demikian mampu membangun satu laboratorium tempat kader NU untuk menempa diri. Semua orang yakin, NU satu organisasi besar di Indonesia bahkan di Asean yang mampu melahirkan pemimpin-pemimpin terbaik bagi bangsa dan negara.
Semua tokoh NU tahu bahwa, kekuasaan adalah tempatnya napsu. Perebutan kekuasaan baik itu Pilkades, Pilkada, Pilgub dan Pilpres. Disitulah tempat orang bertarung mempertaruhkan hawa napsu.
Kembali bahwa, membela negara lebih penting dari pada segalanya. Sehingga berakhirnya Pilkada Tuban merupakan satu bagian rangkaian untuk kembali menata struktur masyarakat lebih baik.
Semarah apapun santri dan kader NU paling mempunyai sikap bijaksana dalam bermasayarakat dan berpolitik. Karena NU adalah perekat bangsa, Indonesia adalah jangkarnya NKRI. Kalau NU suka bertengkar, maka negara akan terpecah. Oleh sebab itu, semua komponen jamiyah nahdlatul ulama harus merfleksikan kembali apa yang perlu dipersiapkan kembali untuk mempersiapkan kadernya mendatang.
Menjadi demokrat sejati lebih bijaksana dari pada menjadi penjahat. Dan itu lebih tinggi dari dunia dan seisinya. Dari pada berjuang hanya berjuang soal kepentingan kelompok. Hal ini hanya akan menjadikan marwah organisasi tergadaikan. Sehingga atas hal ini, banyak yang harus dikembalikan untuk membuat kepercayaan masyarakat. Jamiyah nahdlatul ulama mempunyai tanggung jawab besar, dari pada hanya terhanyut urusan Pilkada.
Artikel ini ditulis oleh Tirta Adji. Seorang warga Tuban pegiat sosial.
Suluk.id merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan