suluk.id – Salah seorang ulama Nusantara yang malang melintang sebagai pengajar di tanah Hijaz adalah Syekh Nawawi bin Umar dari Tanara, Banten. Pengaruhnya sangat luas. Karya-karyanya berbahasa Arab tak kurang dari seratusan judul dengan pembahasan dari berbagai fan keilmuan Islam. Tafsir, fiqih, tasawuf, tauhid, dan lain sebagainya.
Tak hanya karya-karyanya yang luar biasa dan terus dibaca hingga dewasa ini, Syekh Nawawi juga memiliki sederet santri-santri unggul. Tak sedikit yang kemudian menjadi ulama ternama di tanah air. Menjadi juru dakwah utama Islam Ahlussunah wal Jamaah sekaligus sebagai tokoh-tokoh penggerak untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari kungkungan penjajah.
Kebesaran nama pengarang Tafsir Marah Labid tersebut, memantik Wakil Ketua Umum PBNU KH. Zulfa Musthofa seraya menggandeng Nahdlatut Turots, untuk menggelar Pekan Memorial Syekh Nawawi Banten. Mengajak pula TVNU sebagai media partner.
Sungguh keberuntungan, saya berkesempatan untuk berkhidmat dalam acara tersebut. Meskipun hanya bertugas sebatas jalan-jalan saja. Seperti pada Minggu pagi (16/01/2022), saya mendampingi Ketua Nahdlatut Turots Lora Ustman Hasan, jalan-jalan ke Tanara, Banten. Kampung kelahiran Syekh Nawawi.
“Mencari inspirasi,” demikian kata Lora Ustman yang saat itu masih belum menemukan form terbaiknya untuk mempersiapkan pameran. Salah satu bagian utama dari agenda Pekan Memorial Syekh Nawawi tersebut.
Didampingi oleh Kiai Imad dari Kresek, Kabupaten Tangerang, kami berkunjung ke Tanara. Namun, sebelumnya kami singgah di kediaman Kiai Majazi di Kampung Gunung, Desa Sasak, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang.
Kiai Majazi ini, merupakan keturunan langsung dari Syekh Nawawi. Beliau adalah putra dari Nyai Jumanah. Ibunya tersebut merupakan putri dari pasangan Nyai Salmah dan Syekh Najihun. Dari Nyai Salmah ini tersambung langsung dengan Nyai Ruqoyah yang tak lain adalah putri pertama Syekh Nawawi.
Di kediaman Kiai Majazi ini, tersimpan sejumlah memorabelia peninggalan Syekh Nawawi. Di antaranya ada yang berupa jubah, pedang dan cincin. Benda-benda tersebut diwariskan oleh Syekh Nawawi melalui cucu menantunya, Syekh Najihun. Kemudian, saat terjadi konflik di Hijaz antara Syarif Husein dan Ibn Saud, Syekh Najihun dan keluarganya pulang ke Nusantara dan tinggal di rumah yang kini di tempati Kiai Majazi.
“Kalau pedangnya ini, Syekh Nawawi mendapatkan warisan dari Pangeran Sunyararas,” terang Kiai Majazi.
Pangeran Sunyararas ini adalah leluhur Syekh Nawawi. Pangeran yang bernama asli Tajul Arsy ini merupakan putra ke-12 Maulana Hasanuddin yang tak lain adalah putra dari Sunan Gunung Jati. Selama hidupnya, Pangeran Sunyararas tersebut dikenal sebagai seorang laksamana yang disegani selain juga tersohor sebagai ulama.
Selain ketiga benda tersebut, konon menurut Kiai Majazi, juga ada sejumlah benda pusaka dan pustaka peninggalan Syekh Nawawi lainnya. Namun, telah berpindah tangan. “Tidak tahu bagaimana ceritanya kok sudah ada di tangan orang-orang itu. Mungkin dulu di zaman orang-orang tua,” akunya.
Dari potongan informasi itu, lantas kami bergegas ke kediaman KH. Darutquni di PP Modern Darul Archam, Rajeg, Kec. Tanjagan, Kab. Tangerang. Di sini, konon tersimpan manuskrip peninggalan Syekh Nawawi.
Sesampainya di Kiai Darutquni, informasi itu dibenarkannya. “Dulu juga ada torbus (peci Turki) dan sorban juga. Bapak dulu kalau ada yang minta air untuk obat, tinggal direndemin sorbannya Syekh Nawawi tersebut,” kenangnya. “Tapi, sekarang sudah tak tahu ada dimana itu.”
Sedangkan untuk manuskripnya sendiri, menurut Kiai Darutquni, tersimpan di saudaranya yang bernama Munib Sofyan. Adiknya tersebut tinggal di belakang Kampus UT, Pondok Cabe, Ciputat. “Isinya tentang wirid dan doa-doa,” ungkap Kiai Darutquni.
Sayangnya, hingga sekarang, kami belum ada yang sempat menemui Bapak Munib Sofyan tersebut. Semoga, dilain kesempatan, dapat segera menelusurinya.
***
Kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju ke Tanara. Mula-mula tempat yang kami tuju adalah Kampung Pesisir, RT 01/01 Desa Pedaleman, Kec. Tanara, Kab. Serang. Di sini, terdapat Bait Nawawi (kediaman Syekh Nawawi). Di tempat inilah, dipercaya sebagai rumah yang ditinggali oleh Syekh Nawawi saat berada di Jawa. Di tempat ini, beliau konon sempat menulis sejumlah kitab.
Setelah bertabaruk di Bait Nawawi, kami melanjutkan ke Kampung Tanara. Tepatnya ke Masjid Agung Tanara. Masjid tersebut memiliki sejarah panjang dan beririsan dengan kehidupan Syekh Nawawi. Di depan masjid tersebut terdapat sebuah bangunan yang diyakini sebagai kediaman orang tua ulama pengarang seratusan judul kitab itu. Bangunan tersebut dikenal dengan julukan Maulid Nawawi. Tak sedikit warga yang berkirim doa di tempat tersebut.
Setelah berpuas menelusuri masjid tua yang dibangun oleh Maulana Hasanuddin (kapan-kapan ditulis secara khusus tentang masjid yang keren ini), kami mengakhiri perjalanan dengan berziarah di makam Pangeran Sunyararas. Berkirim doa dan memanjatkan harapan agar upaya untuk menggelar kegiatan ini berjalan lancar.
Alhamdulillah, hingga selesainya acara pada 8 Februari kemarin, rangkaian Pekan Memorial Syekh Nawawi Banten berjalan dengan lancar. Mulai dari pameran, pertemuan pegiat turots, bedah kitab biografi Syekh Nawawi sampai seremoni pemberian nama jalan Syekh Nawawi di bilangan Cakung-Cilincing, Jakarta.
Penulis: Ayung Notonegoro (Lembaga Nahdlatut Turats PBNU)
Suluk.id merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan