Kiai itu orang yang memiliki ilmu agama (islam) plus amal dan akhlak yang sesuai dengan ilmunya. Menurut Nurhayati Djamas kiai adalah sebutan untuk tokoh ulama atau tokoh yang memimpin pondok pesantren. Sebutan kiai sangat populer digunakan dikalangan komunitas santri.
Kiai merupakan elemen sentral dalam kehidupan pesantren, tidak saja karena kiai yang menjadi penyangga utama kelangsungan sistem pendidikan di pesantren, tetapi juga karena sosok kiai merupakan cerminan dari nilai yang hidup di lingkungan komunitas santri.
Kedudukan dan pengaruh kiai terletak pada keutamaan yang dimiliki pribadinya. Yakni penguasaan dan kedalaman ilmu agama, kesalehan yang tercermin dalam sikap dan prilakunya sehari-hari yang sekaligus mencerminkan nilai-nilai yang hidup dan menjadi ciri dari pesantren seperti ikhlas, tawadlu’, dan orientasi pada kehidupan ukhrowi untuk mencapai riyadhah.
Seperti halnya sosok kiai panutan para santri. Beliau adalah Prof. Dr. KH. Abdul Ghofur seorang pendiri sekaligus pengasuh pondok pesantren Sunan Drajat Paciran Lamongan. Beliau lahir pada tanggal 12 februari 1951 di dusun Banjaranyar Desa Banjarwati dari pasangan suami istri H. Maftukhan dan Hj. Aminah. Beliau adalah generasi ke-14 dari waliyullah Sunan Drajat.
Beliau pernah menghabiskan waktu belajarnya di pondok pesantren Denanyar-Jombang. Ponpes Kramat dan Sidogiri di pasuruan, kemudian beliau melanjutkan mondoknya di ponpes Sarang Rembang, ponpes Lirboyo, Pesantren Tretek, Pesantren Roudhotul Qur’an Kediri dan sempat juga di Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Situbondo.
Selain sebagai seorang ulama’,ilmuwan, dan pesilat, beliau juga merupakan pengusaha yang sukses. Beliau menjadikan pesantren dapat mandiri untuk membiayai biaya hidup sehari-hari ribuan santrinya.
Dalam pondok pesantren tak hanya kiai namun juga tak luput dengan nama santri, faktor mendapatkan keberkahan yang paling ampuh adalah tata krama seorang santri kepada pak kiai.
Kata “berkah” sendiri diambil dari bahasa arab “barokatun”. Menurut Imam Nawawi berkah adalah kebaikan yang melimpah dan abadi, sedangkan dalam kitab riyadhus sholihin berkah brarti bertambahanya kebaikan, jika ilmu itu berkah maka akan menarik kebaikan-kebaikan yang lain.
Cara para santri memuliakan pak kiai hanya untuk mendapat berkah dari beliau sering dianggap tidak masuk akal oleh sebagian masyarakat. Seperti ketika santri melihat pak kyai hendak melewati jalan di area pondok, maka santri akan segera mengosongkan jalan yang hendak dilewati dan semua santri menundukkan kepalanya sebagai wujud kemuliannya, ketika santri mencium tangan pak kyai, santri biasanya menciumnya bolak-balik.
Kemudian ketika pak kiai selesai mengajar, para santri rela berdesak-desakan dan dorong-mendorong hanya untuk berebut mengambil sisa air minum pak kiai.
Kemudian para santri rela berebut menyiapkan sandal pak kiai saat datang mengajar agar saat selesai mengajar pak kiai tidak kesulitan memakai sandalnya. Dan masih banyak lagi yang dilakukan santri kepada pak kiai hanya untuk mendapatkan berkah dari beliau.
Namun bagi sebagian masyarakat hal ini dinilai terlalu berlebihan sebab sama saja menuhankan manusia. Tentu saja hakikatnya tidak seperti oponi sebagian masyarakat, justru hal seperti itulah cara mendapatkan keberkahan dari orang yang dekat dengan sang pencipta. Para santri biasa menyebutnya dengan istilah Ngalap Barokah. (*)
Aktivis PMII Komisariat Makdum Ibrahim Tuban.