Suluk.id – Pendekatan etimologi untuk mengartikan penggunaan kata perempuan di era reformasi. Kata wanita diartikan sebagai wani ditata artinya berani ditata. Patriarki berasal dari kata “patriarkat,” yang mengacu pada struktur sosial yang menempatkan laki-laki sebagai penguasa utama, pusat kekuasaan, dan tokoh yang dominan. Dominasi sistem patriarki dalam budaya masyarakat menyebabkan kesenjangan dan ketidakadilan gender yang meresap ke berbagai aspek kehidupan manusia. Dalam sistem ini, laki-laki memiliki peran sebagai pengontrol utama dalam masyarakat, sementara perempuan hanya memiliki sedikit pengaruh atau bahkan tidak memiliki hak di berbagai bidang umum seperti ekonomi, sosial, politik, dan psikologi, termasuk dalam institusi pernikahan. Hingga kini, perempuan masih terikat dengan budaya patriarki. Alasan utamanya adalah karena ciri biologis perempuan, yang membuat budaya patriarki tampak seolah-olah memang ditakdirkan untuk mereka.
Perempuan ketika menggunakan sistem patriarki, peran perempuan seringkali dibatasi oleh norma-norma sosial dan budaya yang menempatkan laki-laki sebagai pusat kekuasaan dan otoritas. Meski demikian, perempuan telah memainkan peran penting dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam tatanan yang lebih luas. Peran Tradisional perempuan dahulu, perempuan sering diidentikkan dengan peran domestik seperti: Contoh: pekerjaan rumah tangga, mengasuh anak, menafkahi suami. Dalam banyak budaya patriarki, perempuan dipandang sebagai pengurus rumah tangga yang baik, sementara laki-laki bertugas mencari nafkah dan membuat keputusan penting. Peran-peran ini penting untuk menjaga stabilitas keluarga dan masyarakat, namun seringkali tidak dihargai setara dengan kontribusi laki-laki. Pendidikan dan Pemberdayaan dalam beberapa dekade terakhir, akses perempuan terhadap pendidikan telah meningkat secara signifikan.
Pendidikan memberi perempuan kesempatan untuk memperkuat diri dan menantang norma-norma patriarki. Dengan pendidikan, perempuan dapat memasuki berbagai pekerjaan, mengejar karir, dan berkontribusi secara ekonomi. Ini merupakan langkah penting menuju kesetaraan gender, namun masih banyak yang harus diperjuangkan. Partisipasi Politik di beberapa negara, perempuan mulai memainkan peran yang lebih besar dalam politik. Mereka menjadi wakil, pemimpin partai, bahkan kepala negara. Partisipasi politik perempuan merupakan tanda penting kemajuan dalam masyarakat patriarki karena memungkinkan perempuan untuk mempunyai suara dalam pembuatan kebijakan dan perundang-undangan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Memerangi kekerasan Berbasis Gender Salah satu tantangan terbesar bagi perempuan di era patriarki adalah kekerasan berbasis gender.
Kekerasan ini meliputi kekerasan fisik, seksual, psikis, dan ekonomi. Organisasi-organisasi perempuan di seluruh dunia bekerja tanpa kenal lelah untuk meningkatkan kesadaran akan isu ini, memberikan dukungan kepada para korban, dan mengadvokasi reformasi hukum yang lebih adil untuk melindungi hak-hak perempuan. Kesimpulan Peran perempuan di era patriarki merupakan topik yang kompleks dan beragam. Meski menghadapi banyak kendala, perempuan terus menunjukkan ketahanan, kreativitas, dan kekuatan dalam berbagai bidang kehidupan. Perempuan memainkan peran penting dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan setara melalui pendidikan, partisipasi politik, dan perjuangan melawan kekerasan berbasis gender. Perubahan ini memerlukan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, untuk menantang struktur patriarki dan memajukan kesetaraan gender.
Pertama, mari kita mengulik tentang produktivitas dan tenaga kerja perempuan. Laki-laki memaksa atau menghalangi perempuan untuk menjual tenaga kerjanya sesuai keinginannya, laki-laki mencuri pendapatan perempuan, laki-laki memilih pekerjaan yang menurut mereka cocok untuk perempuan, dan perempuan memaksakan tuntutan yang sangat tinggi terhadap pekerja yang tidak termasuk dalam pekerjaan berupah tinggi yang memaksa orang untuk menjualnya dengan upah yang lebih rendah. Berikutnya dari segi reproduksi, perempuan tidak mempunyai kebebasan untuk memutuskan berapa banyak anak yang ingin mereka miliki, kapan mereka akan mempunyai anak, apakah mereka boleh menggunakan kontrasepsi, atau apakah mereka tidak akan pernah hamil lagi.
Perempuan wajib memberikan pelayanan seksual sesuai kebutuhan dan keinginan laki-laki. Keempat, tentang gerakan perempuan. Perempuan dilarang meninggalkan tempat tinggalnya, termasuk pemisahan ketat antara privat dan publik, dan pembatasan interaksi antara kedua jenis kelamin. Kelima, sehubungan dengan aset dan sumber daya ekonomi lainnya yang dimiliki oleh sebagian besar properti dan sumber daya produktif lainnya dikendalikan oleh laki-laki dan diwariskan dari satu orang ke orang lain, biasanya dari ayah ke anak laki-lakinya. Meskipun perempuan mempunyai hak untuk mewarisi harta benda menurut hukum, semua adat istiadat, adat istiadat, tekanan, sanksi sosial, dan terkadang kekerasan langsung menghalangi mereka untuk mengendalikan harta benda mereka.
Penulis: Andini Eka Silvia
Suluk.id merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan