Menghadapi hiruk pikuk dunia ternyata sangat melelahkan. Mungkin tidak bagi sebagian orang. Akan tetapi setiap orang punya waktunya masing-masing menghadapi dunia yang melelahkan. Sama tapi tak serupa. Sama-sama merasakan berat kadarnya namun tak serupa bentuk ujiannya. Semua pada porsinya.
Ada kalanya kita heran dengan apa yang kita rasakan. Seperti sudah mengusahakan dengan maksimal. Berbagai macam cara kita lakukan. Ternyata tetap saja. Masih ada saja yang kurang. Masih ada saja yang tidak sesuai dengan harapan. Apakah masih ada yang salah? Apakah memang benar tidak ditakdirkan? Apakah percuma sia-sia yang kita lakukan? Apakah mendingan berpangku tangan menghabiskan berjam-jam waktu yang membosankan. Iya benar – benar terulang dan membosankan.
Semua terjadi tidak sesuai ekspektasi. Melelahkan. Gerah hati dan pikiran. Terasa ada yang mengganjal. Tidak semua bisa terlepaskan. Renungan demi renungan mulai masuk ke dalam pikiran. Merangsak masuk memenuhi ruang angan-angan. Yang tadinya penuh harapan. Sekarang hanya tertimbun tumpukan angan yang tak pernah terealisasikan. Kemudian jatuh dalam lubang paling dalam.
Saat itulah pula do’a paling tulus kita panjatkan. Hanya memasrahkan semua harapan. Dari sini membuktikan. Bahwa akal dan pikiran manusia memang ada batasan. Hanya hati nurani yang bisa merasakan. Merasakan “Suara Tuhan”. Dzat yang memanggil dan berkumandang menyeru agar kembali dengan tenang. Penuh sambutan nan penuh keadilan.
“Aku tidak membebankan pada seseorang tidak sesuai dengan kadar kesanggupannya”. Jelas dan terang dalam sebuah firman. Di balik semua beratnya usaha dan do’a, ada banyak yang harus diyakini bahwa itu akan menjadi sebuah kebaikan. Bukan hanya kebaikan melainkan sebuah kejayaan. Kejayaan berupa kecukupan, kekuatan, kesabaran, kekuasaan dan tambahnya kebaikan.
Semua harus dijalani secara menggembirakan. Tidak tahu fase mana yang kita alami saat ini. Fase permulaan atau hampir sampai pada kemenangan. Tidak ada yang tahu. Tapi tetap ada yang meyakini dan mengamini. Bahwa semua akan berlalu. Dan tiba saatnya mengucapkan beribu-ribu terima kasih.
Terima kasih pada perjuangan, pada pengorbanan, pada keikhlasan, pada kesendirian, pada kesepian dan pada setiap apa yang kita sebut dengan ketidaknyamanan. Semua pasti berlalu. Begitu dengan setiap hal itu. Terima kasih sudah menguatkan. Sudah memberikan banyak pelajaran. Hingga kita yakin akan mengucapkan selamat datang pada harapan-harapan dan impian yang satu per satu terkabulkan.
Kalau pun terkabulkan tidak sesuai impian. Tenang, setidaknya kita yang hanya sebagai hamba pernah memanjatkan do’a dari relung hati paling dalam. Saat kegelisahan hati dan pikiran datang. Disitulah do’a paling tulus kita panjatkan. Wallahu A’lam.(mrc).

Islamic digital activist. Mugi Barokah Manfaat