Saat ini kita sebagai negara dengan umat muslim terbesar tengah bergulat dengan wabah yang mengharuskan kita menghadapi lebaran dengan berbagai aturan. Beberapa orang merasa semuanya sungguh berbeda namun kemurnian ramadhan dan kesucian di Hari Raya tetap sama di mata sang kuasa. AmpunanNya tak berkurang sedikitpun, karuniaNya tak bergeser menjauh, pertolonganNya tak pernah berhenti hadir dan cintaNya yang senantiasa mengiringi.
Berbagai persiapan menyambutnya seperti pasar tradisional yang ramai, angpau, baju baru, dan kue lebaran, meski kue yang dijual tak sebanyak biasanya. Makna hari Raya memang tak bisa lepas dari berbagai budaya yang sudah mengakar di masyarakat yang membuatnya terasa lebih hidup. Perayaan Idul Fitri pertama kali dilakukan pada tahun kedua hijriyah (624) Masehi atau usai perang badar.
Pada masa Rasulullah tersebut ada berbagai budaya yang kita ikuti sampai saat ini seperti Takbir dari malam hingga pagi, memakai pakaian terbaik, bersilaturrahim ke rumah tetangga dengan saling mendoakan satu sama lain, mengakhirkan shalat Idul Fitri dan berbagai lainnya.Beberapa hal tersebut di Desa Keyongan masih bisa dilaksanakan.
Hari kemenangan yang dinanti sebagai titik balik kembali ke suci setelah kita sukses berpuasa dan memperoleh predikat taqwa diawali pengumuman dari takmir masjid berupa acara megengan yang dalam budaya jawa berupa syukuran menyambut lebaran yang dilaksanakan dengan berdoa bersama di mushola masing-masing RT dan dilanjut kundangan atau berdoa dirumah setiap warga dengan disediakan aneka makanan baik matang atau mentah seperti nasi berkat, mie, krupuk atau yang lainnya untuk dibawa pulang.
Selanjutnya di Sabtu pagi mengantisipasi Hari Idul Fitri. Shalat Idul Fitri tetap dilaksanakan dengan tetap disetujui protokol kesehatan semua jamaah wajib memakai topeng, dan mencuci tangan di tempat yang telah disediakan. Jamaah juga mengundang anak kecil karena mereka sangat rawan untuk virus tertular ini. Kejadian langsung yang terjadi, masyarakat sudah paham dan dilakukan aturan yang ada. Hanya ada satu atau dua jamaah yang masih tidak memakai topeng itupun dari jamaah laki-laki dan lebih disukai dari masjid.
Shalat Idul Fitri dilaksanakan dengan sistem shaf biasanya atau tanpa jarak karena keterbatasan tempat. Sayangnya, jika dibandingkan dengan lebaran tahun lalu yang selalu penuh hingga bagian menara masjid, sekarang di lantai dua saja masih ada bagian yang kosong. Hal ini kurang terjadi karena banyak warga yang tidak memilih atau memilih shalat di rumah.
Budaya salam-salaman setelah shalat yang telah menjadi kebiasaan sekaligus penyambung silaturrahmi tetap boleh dilaksanakan namun tanpa bersentuhan tangan atau hanya dengan menangkupkan tangan ke dada. Setelah shalat warga diarahkan untuk bersalaman secara melingkar untuk menghindari kerumunan, yang saya lihat pada jamaah laki-laki memang langsung melingkar dan saling bersalaman dengan jarak, namun beberapa ada yang meski salaman dengan menangkupkan tangan tapi masih sedikit bersentuhan.
Pemandangan yang tak biasa ada pada jamaah putri, biasanya setelah shalat akan berbaris beberapa shaf untuk saling berjabat tangan. Bahkan sebelum shalat Idul Fitri dimulai pun para warga yang baru datang biasa bersalaman dengan jamaah yang sudah hadir disetiap jalan yang dilewati, jadi bisa dikatakan hampir setiap langkah kita akan bersalaman dengan jamaah dan hal ini memang menjadi kekuatan tersendiri yang semakin menguatkan tenggang rasa yang luar biasa sesama saudara muslim.
Saat ini tak ada pemandangan seperti itu, bahkan setelah shalat pun semua warga langsung pulang tanpa ada yang bersalaman satupun meski hanya dengan menangkupkan tangan. Hal ini memang sedikitmembuat momen Idul Fitri agak sedikit berbeda dengan tiadanya rasa ayem dan damai ketika bersalaman dengan semua jamaah. Namun hal ini pasti takkan mempengaruhi nilai amalan kita sedikitpun dihadapan Allah, jika memang kita niatkan untuk ikhtiar mencegah penularan Covid-19.
Takbir keliling tetap dilaksanakan dengan syarat hanya boleh memakai mobil. Dan untuk laki-laki dan perempuan harus berada di mobil yang berbeda. Meski sudah jelas aturan ini namun banyak sekali terjadi pelanggaran. Kemeriahan takbir keliling bisa dikatakan hampir sama karena masih banyak sekali warga yang ikut takbiran dengan menggunakan motor, jumlah mobil yang ikutpun cukup banyak, namun masih banyak sekali warga yang tidak memakai masker, dan mengakibatkan pergerombolan. Keramaian inipun berlangsung dengan dua Dusun lainnya yang masuk dalam Desa Keyongan yakni Dusun Leran dan Bener.
Silaturrahmi ke tetangga dan kerabat tetap boleh dilaksanakan namun dengan tetap mematuhi aturan pemerintah dengan menggunakan masker dan tidak saling bersentuhan, kenyataan yang terjadi di lapanganpun masih jauh dari harapan bahwa warga yang bersilaturrahmi tidakada yang memakai masker karena menganggap hanya beriteraksi dengan warga sendiri yang tinggalnya pun tidak jauh jaraknya sehinggamerasa tidak ada perlu di waspadai.
Meski begitu, jumlah warga yang hadir kerumah hari ini sangat berkurang dari sebelum-sebelumnya. Bahkan beberapa masih menganggap hari istimewa ini seperti hari biasanya, mereka tidak memakai baju terbaik, tidak menyiapkan kue, dan tetap di rumah.
Begitulah kisah ramadhan 1441 H yang akan sangat memberikan cerita yang tak terlupakan, refleksi tetaplah menjadi hal yang utama untuk diri sendiri juga bangsa agar menjadi lebih baik di segala hal juga diangkatlah wabah ini dari Indonesia dari dunia, bersama dengan kembalinya kita ke Fitri semoga bumi pun akan kembali bersih dan kita dapat menyusun bekal menuju ramadhan dan idul fitri selanjutnya dengan amal dan ketaatan yang bertambah.
Pecinta alam juga musik, Saat ini ia tinggal di Desa Keyongan Babat, sedang menjalani kuliah pendidikan matematika di Universitas Islam Darul Ulum lamongan.