Suluk.ID
Saturday, May 17, 2025
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
Suluk.ID
Home Pitutur

Tentang Bervaksin, Ilmu Pengetahuan dan Sebuah Kepasrahan

by Amrullah Ali Moebin
May 18, 2021
in Pitutur
Tentang Bervaksin, Ilmu Pengetahuan dan Sebuah Kepasrahan
Share on Facebook

Suluk.id – Kesempatan itu akhirnya tiba. Undangan untuk bervaksin covid-19 di sebuah rumah sakit terpampang jelas nama saya. Tempat saya bekerja memang mendapatkan jatah untuk bervaksin. Saat kabar muncul, saya cukup panik. Ini bukan soal takut jarum suntik atau apa. Tapi ini soal vaksin merek apa yang akan saya dapat. Sebab, di undangan itu tidak ada merk vaksin apa yang saya dapat.

Sejak program vaksinasi keluar awal tahun ini, saya selalu mengupdate tentang vaksin. Berbagai informasi tentang efek vaksin saya terima, hingga beragam kabar dampak buruk dari mereka yang telah divaksin. Yang pasti, ada kecemasan dalam diri saya saat waktu vaksin itu tiba.

Senin pagi, mendekati hari raya, saya berangkat dengan kondisi yang benar-benar masih cemas sebab dua hari saya lebih sering buang air kecil. Masuk ke rumah sakit yang cukup besar membuat saya harus memutar motor untuk masuk ke gedung tempat vaksin. Jantung terus berdegub, untuk lebih tenang salawat saya lantunkan. Sesekali menyapa kawan dan mengajak berbicara agar perhatian saya tidak terlalu banyak tentang vaksinasi.

Giliran saya akhirnya tiba. Saat disuntik saya tidak pernah tahu mendapatkan vaksin apa yang mendarat dalam tubuh ini. Nah, setelah berada di sebuah ruangan yang mereka sebut sebagai ruangan pemantauan saya mendapatkan sebuah sertifikat dan sebuah obat penurun panas.

Dari sertifikat itulah saya tahu jenis vaksin yang saya terima. Di sana tertulis merek vaksin yang oleh beberapa negara distop. Tubuh yang awalnya baik-baiknya saja tiba-tiba nggliyeng. Pikiran saya terbawa begitu saja dengan berita-berita yang pernah saya baca. Cemas? pasti saya cemas sebab kabar yang terima banyak berkata miring atas vaksin tersebut.

Di rumah saya hanya glimbungan. Sesekali membaca informasi tentang efek dari vaksin tersebut membuat saya semakin cemas. Saya pun saya mulai merasakan efeknya. Meriang, demam, sedikit mual hingga akhirnya muncul ruam di tubuh. Kalau soal njarem di bekas suntikan itu sudah pasti.

Dari pihak rumah sakit memberikan call center yang sepertinya itu berada di bawah naungan Instalasi Gawat Darurat (IGD). Saya melapor tentang kondisi saya. Nomor itu memberikan balasan dengan baik untuk di awal-awal. Mengapa saya katakan di awal-awal sebab di akhir-akhir saya dibuat sedikit kecewa.

Kekecewaan itu bermula saat kondisi muncul ruam merah di tubuh saya, call center tersebut menyarankan untuk mengonsumsi obat yang fungsinya menangani alergi. Dalam perintahnya, diminta minum tiga kali dalam sehari.

Malam sepulang saya dari apotik membeli obat saya meminumnya. Keesokan harinya saya juga meminumnya lagi. Tapi saat akan meminum kali kedua di hari yang sama saya baru kepikiran untuk mencari info tentang obat yang akan saya minum. Seorang kawan apoteker saya tanya tentang obat itu. Jawabnnya, obat hanya boleh diminum satu kali dalam sehari. Blai slamet.

Ingin saya mengumpat atau apalah itu tapi saya urungkan. Mungkin pihak IGD juga capek harus melayani banyak pertanyaan dari ratusan orang. Kemudian, saya berikirim pesan pada nomor itu lagi. Saya sampaikan jika seorang apoteker menyarankan obat yang telah direkomendasikan untuk diminum sekali saja. Lantas saya tanyakan, saya harus ikut yang mana. Nomor itu menjawab dengan santainya untuk ikut saran apoteker saja. Huh gemes.

Persis hari ketujuh, ruam merah di tubuh pun sudah hilang. Kondisi tubuh semakin membaik. Tangan sudah bisa saya gunakan untuk beraktivitas seperti biasanya khususnya mengangkat galon.

Menghargai Ilmu Pengetahuan dan Sebuah Kepasrahan
Untuk keluar dari rasa cemas saya selalu berbicara dengan diri saya sendiri. Saya mengajak tubuh saya untuk menerima vaksin ini. Saya pikir, semua sudah terjadi dan itu bagian dari takdir yang harus dijalani. Menyesal bukan sebuah jalan keluar dan itu akan justru berbuntut pada kecemasan yang parah.

Saya sebut satu persatu bagian tubuh. Saya ajak bernegosiasi agar mereka memaklumi vaksin yang masuk ke mereka. Saya ajak agar mereka menerima. Saya juga berharap mereka bisa saling akrab bahkan bisa saling beraha ha hi hi dengan vaksin ini hingga akhirnya antibodi dalam dirinya segera terbentuk. Entah hanya sebuah sugesti atau apa. Perlahan tubuh saya membaik dan bagian-bagian tubuh yang awalnya ada keluahan perlahan sudah reda.

Saya sadar betul, membuat vaksin itu bukan seperti menceplok telur. Bukan pula tentang membuat adonan roti nastar. Tapi perlu banyak uji coba. Saya meyakini para ilmuan yang ada di balik pembuatan vaksin akan mati matian dalam memastikan kandungan apa saya yang ada di dalam vaksin itu. Jadi, mustahil rasanya jika ada ilmuan yang memiliki nait jahat dalam pembuatan vaksin dengan niatan membunuh orang. Artinya, mereka para ilmuan vaksin sudah benar-benar menghitung seperti apa resiko tentang vaksin tersebut.

Dengan dalih ini pun saya berpikir, dengan saya divaksin saya menggolongkan diri sebagai orang yang menghargai ilmu pengetahuan. Jikalau sebuah ilmu pengetahuan itu beresiko pada kematian itu saya anggap jihad karena niatnya untuk memberikan kesembuhan pada umat di seluruh dunia. Yang pasti, dampak apapun dari vaksinasi akan membuat para ilmuan untuk memutar otaknya dan terus melakukan penelitian lanjutan. Dari sinilah ilmu pengetahuan akan terus tumbuh, berkembang.

Kini, tinggal mereka yang mendapat amanah untuk menangani vaksinasi dan petugas yang menangani kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) untuk terus meningkatkan pelayanan dan memastikan semua vaksin baik-baik saja.

Sungguh saya tidak ingin berkata apa-apa. Saya tidak ingin menyuguhkan teori apapun. Sebab, semua yang saya jalani ini sudah bagian dari sebuah takdir. Sepertinya, pasrah atas peristiwa yang sudah terjadi akan membuat saya lebih tenang dan tidak cemas seperti hari hari kemarin. Bagi saya, kesempatan menerima vaksin itu bisa jadi rejeki yang sudah digariskan sebab, semua orang di dunia ini sedang berebut vaksin. Salam sehat untuk semuanya. (*)

Amrullah Ali Moebin

Redaktur suluk.id

Tags: ilmu pengetahuankepasrahanvaksin
Previous Post

Sulitnya Meniru Multitasking Perempuan

Next Post

Cara Menabung untuk Kebutuhan Idul Fitri dan Hewan Kurban

Related Posts

Sejauh Kaki Melangkah, Aku Akan Akan Kembali

Sejauh Kaki Melangkah, Aku Akan Akan Kembali

by Redaksi
May 14, 2025
0

Suluk.id - Seseorang akan pergi jauh, namun hatinya akan tetap tertaut pada orang yang dikasihinya. Hingga suatu saat dia akan...

Resolusi Pasca Lebaran : Minimal Berniat Lebih Baik Lagi

Resolusi Pasca Lebaran : Minimal Berniat Lebih Baik Lagi

by Muchamad Rudi C
April 9, 2025
0

Sepertinya tidak hanya tahun baru yang menjadi titik refleksi seseorang. Entah itu tahun - tahun Masehi, Hijriah, Saka, Jawa dan...

Perjalanan Cinta di Hari Mulia

Perjalanan Cinta di Hari Mulia

by jamal ghofir
March 31, 2025
0

Genap lah sudah perjalanan spiritual, selama 30 hari mendendangkan lantunan syair mahabah disetiap bangunan suci seantero Nusantara bahkan dunia. Ayat-ayat...

Keteladanan dalam Kepemimpinan: Belajar dari Sikap Bijak Prof. Nasaruddin Umar

Keteladanan dalam Kepemimpinan: Belajar dari Sikap Bijak Prof. Nasaruddin Umar

by Redaksi
March 30, 2025
0

Penulis : Prof. Abd Aziz (Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung) Dalam kepemimpinan, dua hal selalu diuji: kebijaksanaan dan keteladanan....

Next Post
Cara Menabung untuk Kebutuhan Idul Fitri dan Hewan Kurban

Cara Menabung untuk Kebutuhan Idul Fitri dan Hewan Kurban

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sosial Media

Terkait

Perspektif Humanis dari Dr. Dzinnun Hadi dalam Bincang-Bincang Wanita Karir

Perspektif Humanis dari Dr. Dzinnun Hadi dalam Bincang-Bincang Wanita Karir

May 15, 2025
Sejauh Kaki Melangkah, Aku Akan Akan Kembali

Sejauh Kaki Melangkah, Aku Akan Akan Kembali

May 14, 2025
Membangun Komitmen dan Menebar Berkah: Refleksi Dr. Mutrofin tentang Peran Wanita Karier di Era Modern

Membangun Komitmen dan Menebar Berkah: Refleksi Dr. Mutrofin tentang Peran Wanita Karier di Era Modern

May 14, 2025
Suluk.id - Merawat Islam yang Ramah

Suluk.id termasuk media alternatif untuk kepentingan dakwah. Dengan slogan Merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan.

Suluk.ID © 2025

  • Redaksi
  • Tentang
  • Disclaimer
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan

Suluk.ID © 2025