Suluk.ID
Thursday, July 31, 2025
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
Suluk.ID
Home Ngilmu

NU Sejati, NU Pedati, dan NU Merpati

by Muhammad Makhdum
May 20, 2019
in Ngilmu
NU Sejati, NU Pedati, dan NU Merpati
Share on Facebook

Secara kasat mata, jumlah warga NU (nahdliyyin) yang tersebar di seantero nusantara tidak bisa dihitung. Banyak di antara mereka yang tersebar di kota, sedangkan yang tinggal di desa tak terhitung lagi jumlahnya. 

Mereka yang tersebut kemudian dipilah lagi menjadi dua bagian, yaitu warga NU kultural dan warga NU struktural. Warga NU kultural menunjuk pada sekelompok masyarakat awam yang secara tradisi mengikuti amaliah-amaliah NU, seperti tahlilan, istighotsah, selamatan, dziba’an, dan sejenisnya.

Banyak di antara masyarakat tersebut yang tidak menyadari bahwa dirinya termasuk warga NU, lebih-lebih mengerti mengenai seluk-beluk NU. Tercatat dalam kartu anggota atau tidak, selama mereka menjalankan tradisi tersebut, maka secara tidak langsung mereka merupakan bagian dari keluarga besar jam’iyah NU. 

Di sisi lain, warga NU struktural adalah mereka yang duduk di kepengurusan jam’iyah NU, mulai dari pengurus ranting di tingkat desa, pengurus anak cabang atau majelis wakil cabang di tingkat kecamatan, pengurus cabang di tingkat kabupaten, pengurus wilayah di tingkat propinsi, hingga pengurus besar yang berada di tingkat pusat.

Lebih dari itu, warga NU struktural adalah mereka yang dianggap mengerti tentang NU dan mampu menggerakkan roda jam’iyyah (organisasi) untuk mewujudkan kemaslahatan dan kemandirian umat.

Orang-orang NU struktural inilah yang semestinya memiliki tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola organisasi NU untuk memberdayakan masyarakat di bidang keagamaan, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan budaya serta sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitarnya masing-masing.

Akan tetapi, dalam kenyataannya fungsi tersebut belum bisa berjalan dengan optimal karena beberapa kendala, salah satunya adalah sumberdaya manusia yang dimiliki NU memiliki latar belakang dan motif yang beragam. 

Ada sebuah analogi untuk menggambarkan bagaimana tipologi warga nahdliyin dalam ber-NU. Setidak-tidaknya warga nahdliyin itu terbagi dalam 3 golongan, yang pertama adalah NU sejati, kedua NU pedati, dan ketiga NU merpati. 

NU sejati adalah orang yang lahir batinnya hanya untuk NU. Mereka benar-benar berjuang untuk kemajuan NU dan kemaslahatan umat. Tidak memiliki tendensi apapun dalam berjuang, rela mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran serta hartanya untuk menghidup-hidupkan NU.

Orang-orang tipe seperti ini tidak kenal pamrih dan memiliki semangat yang luar biasa dalam memenuhi panggilan organisasi tanpa tergantung situasi dan kondisi. Baginya tidak ada bedanya NU struktural maupun NU kultural. Apakah NU terlibat politik praktis atau tidak, memiliki wakil di pemerintahan atau tidak, diuntungkan atau dirugikan oleh lain pihak, baginya tak jadi soal.

Pokoknya NU! Waktu pagi, siang atau malam, musim kemarau atau penghujan, tak menjadi penghalang untuk berjuang. Yang penting NU! Pendek kata, apapun akan dilakukan asalkan NU bisa hidup dan berkembang.

Sedangkan NU pedati merupakan golongan orang-orang yang memang sejak awal sudah menjadi NU, mengaku bahwa dirinya orang NU, bahkan merasa sakit hati jika tidak dianggap sebagai orang NU.

Akan tetapi orang tersebut susah sekali untuk diajak terlibat dalam kegiatan-kegiatan NU, kalau tidak didorong-dorong tidak mau, baru ketika yang mendorong sudah keringetan, orang tersebut baru mau bergerak, itupun gerakannya sangat lamban dan terkesan setengah hati. 

Golongan yang disebut ketiga adalah NU merpati. Golongan ini merupakan orang-orang yang memiliki semangat dalam memperjuangkan NU, akan tetapi perjuangannya itu dilakukan karena mengharapkan sesuatu yang menguntungkan.

Ibarat burung merpati yang baru akan terbang mendekat jika dilempari dengan makanan atau umpan. Sehingga kadar semangat dan kinerjanya juga sangat tergantung dengan jumlah dan jenis umpan yang diberikan. Jika umpan yang diberikan menarik, maka ia akan bergegas datang.

Sebaliknya jika umpan yang tersedia kurang menyenangkan, maka ia akan sekedarnya saja datang untuk kemudian menghilang. Golongan terakhir inilah yang nampaknya semakin hari semakin bertambah jumlahnya. 

Meskipun demikian, kita tidak boleh malas apalagi menyerah untuk senantiasa melakukan perbaikan-perbaikan dan melangkah ke depan. Golongan NU pedati maupun NU merpati perlu kiranya didekati secara lebih intens, istiqomah dan diberkan pemahaman yang lebih dalam agar dapat ber-NU dengan benar, atau jika perlu wajib di NU-kan kembali.

Karena bagaimanapun juga, mereka semua adalah warga NU yang memiliki potensi besar dan menjadi aset berharga untuk kemajuan NU di masa mendatang. Mereka harus kita berdayakan sebelum ada pihak lain yang ingin memberdayakan. 

Wallau a’lam bis shawab.

Muhammad Makhdum
Muhammad Makhdum

Anggota Lajnah Ta’lif Wan Nasyr PCNU Kabupeten Tuban

Tags: nahdlatul ulamanu
Previous Post

Cerita Syech Subakir Penakluk Lelembut Tanah Jawa

Next Post

Pesan Gus Baha’ Kepada Para Lelaki yang Tidak Punya Uang

Related Posts

Merangsang Guru PAI Gairah Berliterasi

Merangsang Guru PAI Gairah Berliterasi

by Mukani
July 29, 2025
0

Tradisi literasi di Indonesia masih perlu ditingkatkan karena masih jauh dibanding negara-negara lainnya. United Nations Education, Scientific and Cultural Organization...

AKULTURASI BUDAYA SEBAGAI PILAR MODERASI DI LINGKUNGAN SOSIAL

AKULTURASI BUDAYA SEBAGAI PILAR MODERASI DI LINGKUNGAN SOSIAL

by elhimmah
July 18, 2025
0

Kehidupan masyarakat yang majemuk, perjumpaan budaya dan agama menjadi realitas yang tidak bisa dihindari. Sebut saja di Indonesia. Sebuah negeri...

Muhammad Nahdlatul Ulama: Begitu Saya Menyebutnya

Muhammad Nahdlatul Ulama: Begitu Saya Menyebutnya

by Ahmad Misbakhul Amin
July 13, 2025
0

Salah satu rangkaian KKN adalah program kerja. Untuk menggambarkan dan merancang program kerja dibutuhkan satu siklus urgen yakni observasi dan...

Membahas Tentang Fenomena Pondok, Barokah, dan Wacananya

Membahas Tentang Fenomena Pondok, Barokah, dan Wacananya

by Muchamad Rudi C
July 4, 2025
0

Suluk.id - Menarik memang untuk membahas tentang fenomena pondok, barokah, dan wacana keislaman yang dibangun saat ini. Ada yang bertanya...

Next Post
Pesan Gus Baha’ Kepada Para Lelaki yang Tidak Punya Uang

Pesan Gus Baha' Kepada Para Lelaki yang Tidak Punya Uang

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sosial Media

Terkait

Geliat Ranting NU Desa Wengkal Jelang Maulid Nabi

Geliat Ranting NU Desa Wengkal Jelang Maulid Nabi

July 30, 2025
Menyejukkan Hati Nurani dengan Pengajian Ahad Pagi

Menyejukkan Hati Nurani dengan Pengajian Ahad Pagi

July 30, 2025
Fokus, Hamsa Jadi Guru Juara Olimpiade Bahasa Arab

Fokus, Hamsa Jadi Guru Juara Olimpiade Bahasa Arab

July 29, 2025
Suluk.id - Merawat Islam yang Ramah

Suluk.id termasuk media alternatif untuk kepentingan dakwah. Dengan slogan Merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan.

Suluk.ID © 2025

  • Redaksi
  • Tentang
  • Disclaimer
  • Kerjasama
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan

Suluk.ID © 2025