Tanah seluas satu lapangan sepak bola, terlihat asri dikelilingipohon besar. Tanah tersebut disekat menggunakan bangunan batu dan terdiri beberapa bagian. Sekat pertama diperuntukkan untuk bangunan masjid. Sekat kedua ada di sisi kanan Masjid dipergunakan sebagai kompleks pemakaman warga.
Sekat terakhir berada tepat di belakang masjid, merupakan kompleks yang dipercayai sebagai makam salah satu tokoh penyebar agama Islam di pulau Jawa.
Masuk di sekat terakhir, kita akan menjumpai dua cungkup (bangunan makam) dengan tinggi pintu cukup tak lebih satu meter dari permukaan lantai. Satu cungkup agak menjorok kedepan, dibangun menggunakan kayu dan dicat menggunakan warna hijau adalah makam Syech Subakir.
Kemudian cungkup agak di belakangnya, juga dibangun menggunakan kayu dan dicat menggunakan warna merah muda merupakan makam dari Putri Cempo.
Memasuki cungkup, kita harus menunduk karena pintu tidak lebih dari satu meter. Di dalam cungkup kita bisa melihat satu makam yang ditutupi menggunakan kain warna putih.
Terdapat juga beberapa buku yasin, dan di dinding cungkup terdapat tulisan peringatan larangan meminta sesuatu kepada makam, serta mengingatkan kalau permintaan hanya ditujukan kepada Allah SWT.
Di antara makam dua tokoh penyebar Islam ini, juga terdapat makam-makam yang lain. Tak terkecuali makam dari orang-orang yang pernah menjadi juru kunci makam ini.
Mencari kompleks pemakaman Syech Subakir terhitung mudah, terletak sekitar satu kilometer dari Jalur Pantura Tuban. Tepatnya berada di kawasan Tanjung Awar-awar, Desa Tasikharjo, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
Makam Syech Subakir yang ada di Tuban ini tergolong cukup sering dikunjungi para peziarah, termasuk peziarah yang berada di luar wilayah Tuban.
Keberadaan makam dan petilasan dari Syech Subakir ternyata tidak hanya ditemukan di Tuban. Juru Kunci makam Syech Subakir, Saliman (84), mengatakan kalau petilasan penyebar agama islam ini juga ada di wilayah Blitar, Madura, Gunung Tidar Magelang, kawasan makam Sunan Bonang Tuban, kawasan makam Sunan Bonang Lasem, dan juga ada di Tanjung Awar-Awar ini.
“Jadi banyak sekali petilasannya, lha kalau saya sendiri meyakini disini adalah makamnya Syech Subakir,” kata Saliman, sang juru kunci.
Saliman mengaku, para juru kunci petilasan Syech Subakir yang ada di wiilayah lain juga kerap berkunjung ke Tuban. Sekedar melakukan diskusi, berbagi kabar, ataupun ziarah ke makam yang dijaganya.
Kisah yang didapat dari juru kunci, Syech Subakir merupakan salah satu penyebar agama Islam dari Arab yang diutus ke tanah Jawa. Bahkan Syech Subakir dikenal sebagai salah satu wali sepuh, karena merupakan angkatan pertama penyebar agama Islam di Jawa Dwipa ini. Banyak yang meyakini kalau Syech Subakir sudah mulai masuk Jawa jauh sebelum kerajaan Majapahit berdiri.
Sejak awal Syech Subakir mengemban misi yang berbeda dibanding para wali yang lain. Dia berkeinginan membuka tanah Jawa yang masih hutan belantara supaya lebih layak untuk ditempati manusia. Dengan begitu, Islam akan lebih mudah lagi diterima orang Jawa.
“Waktu dia masuk Jawa masih hutan belantara, bangsa Jin juga masih menguasai wilayah laut maupun darat atau hutan,” kata Saliman dalam bahasa Jawa.
Hawa negatif dari bangsa lelembut inilah, yang menjadikan penyebaran agama Islam di Jawa cukup sulit diterima masyarakat. Karena sebelum Syech Subakir, beberapa penyiar agama Islam selalu mengalami kegagalan di tanah Jawa.
Penyebaran agama Islam memang diyakini sudah mulai dilakukan di tanah Jawa jauh sebelum keberadaan kerajaan Majapahit. Tetapi selalu gagal di tengah jalan, karena masih terlalu banyak gangguan.
Melihat masih banyaknya hawa negatif di tanah Jawa. Syech Subakir kemudian melakukan musyawarah dengan beberapa penyebar agama Islam yang lain. Hasilnya adalah mereka berdoa kepada Allah SWT supaya bisa diberikan kekuatan membersihkan tanah Jawa, dan memusnahkan hawa jahat supaya Jawa lebih layak ditempati manusia, dan Islam bisa berkembang di tanah subur ini.
Mulai masuk ke tanah Jawa, Syech Subakir langsung bekerja keras melakukan pembersihan tanah Jawa supaya lebih layak ditinggali. Batang pohon yang besar dan angker ditebang, dan semua makhluk halus yang mempunyai hawa negatif berusaha dibersihkan.
Ketika membabat tanah Jawa ini, tak jarang Syech Subakir harus bertarung melawan para dedemit. Semua dedemit maupun lelembut yang bisa dia tangkap kemudian dibuang ke wilayah laut selatan, hal inilah yang menjadikan wilayah laut selatan mempunyai ombak yang besar dan cukup membahayakan bagi siapapun yang tidak berhati-hati.
“Itulah kenapa air laut yang ada di laut kidul mempunyai ombak yang besar dan berbahaya,” kata Saliman.
Tidak cukup itu, Syech Subakir juga merasa perlu menanam tumbal di Gunung Tidar, Magelang, Jawa Tengah. Penumbalan Gunung Tidar karena gunung ini diyakini sebagai pusat pulau Jawa. Sehingga perlu dilakukan penumbalan supaya keseimbangan alam tetap terjaga.
Penumbalan dilakukan, supaya manusia yang hidup di Jawa bisa hidup rukun, mau bekerjasama, saling menghargai, dan sejahtera.
“Penumbalan di Gunung Tidar karena itu pusat Jawa, kalau pusat bumi itu kan ada di Mekkah sana,” kata keturunan ketujuh juru kunci makam Syech Subakir ini.
Usai melakukan pembersihan dan penumbalan gunung Tidar, barulah penyebaran agama Islam bisa dilakukan dengan mudah. Kemudian masuklah wali-wali lain yang lebih kita kenal dengan istilah walisongo yang menjadikan Islam bisa tersebar dengan pesat.
“Jadi Syech Subakir ini merupakan salah satu sesepuh dan guru dari Walisongo yang ada di tanah Jawa,” terang Saliman.
Cerita menarik lain, semasa hidup Syech Subakir selalu diikuti ratu Jin yang telah ditaklukannya. Ratu Jin yang bernama Singo Joyo (Singa yang sakti mandraguna) awalnya adalah jin yang sangat jahat dan kuat, bahkan manusia yang kebetulan melintas didekatnya akan seketika tewas.
Tetapi setelah ditaklukan Syech Subakir, Ratu Jin ini tidak lagi jahat dan selalu mengikuti Syech Subakir. Ketika Syech Subakir sudah meninggal dunia, Ratu Jin yang mempunyai usia lebih panjang ini diyakini masih setia dan bermukim di wilayah makam yang ada di Tanjung Awar-awar Desa Tasikharjo.
“Ratu Jin ini mendapat tugas dari Syech Subakir untuk melindungi makam-makam para Wali yang ada,” kata Subakir.
Pertemuan Syech Subakir dengan Putri Cempo adalah lain cerita, perempuan ini sebenarnya berasal dari wilayah Cina. Ketika itu Putri Cempo beserta keluarganya yang telah memeluk Islam mendapatkan siksaan sehingga lari ke tanah Jawa.
“Saat di Jawa kebetulan dia bertemu dengan Syech Subakir yang tengah bersemedi membersihkan tanah Jawa,” kata Saliman.
Setelah Syech Subakir selesai, Putri Cempo kemudian menjadi teman perjalanan Syech Subakir. Hal inilah yang menjadikan kenapa setiap ada makam Syech Subakir, di kompleks terdekatnya selalu ada makam Putri Cempo. Bersambung.
*Artikel ini pernah tayang di blokTuban.com dengan judul Syech Subakir, Penumbal Tidar dan Penakluk Lelembut Jawa (bag 1)
Tinggal di Tuban, menulis di Suluk.id