Suluk.ID
Sunday, December 7, 2025
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
Suluk.ID
No Result
View All Result
Home Pitutur

Bahasa Arab Pesantren dan Nasibnya di Masa Depan

Refki Rusyadi by Refki Rusyadi
June 13, 2020
in Pitutur
Share on Facebook

Rabu siang, gawai saya berdering. Rupanya yang telpon Gus Pete alias Gus Ali syaifullah. Sahabat sejak mondok 2002 lalu. Dalam percakapan via telepon itu beliau bilang hendak mampir ke rumah.

Setiap ketemu, kami selalu membincangkan tentang pesantren dan perkembangannya. Maklum saja, dengan umur yang masih muda, saat ini beliau diamanahi untuk ngopeni (ngurusi) pesantren keluarga di desanya.

Jadi menurut Gus yang satu ini, dia butuh banyak referensi dan teman untuk saling bertukar pikiran soal lembaga endogenusnya Indonesia ini.

Kala itu obrolan kami menyoal tentang bagaimana bahasa Arab di kelola di pesantren. Kami sepakat bahwa pesantren memposisikan bahasa Arab sebagai alat untuk mengupas ilmu agama yang dijabarkan melalui turats atau kitab-kitab kuning pesantren bukan sebagai alat komunikasi seperti yang dilakukan oleh pesantren modern yang konsen kepada praktek berbahasa.

Ingat ya, di pesantren tradisional itu bahasa Arab dipelajari sebagai alat menganalisis struktur kata, sampai kalimat. Maka jangan heran jika di pesantren tradisional, dars bahasa Arab lebih banyak disuguhkan dalam bingkai ilmu bahasa bukan praktek berbahasanya. Nah, dari obrolan kami itu saya bertanya ke Gus Pete.

“Gus, lantas jenjang kitab-kitab dasar yang membahas struktur bahasa dalam bentuk bait-bait yang jumlahnya ratusan hingga ribuan itu bagi santri ideal manfaatnya seperti apa?”

“Jurumiyah itu, jenjang bagi santri yang ingin bisa membaca kitab. Sebab dasarnya qoidah dasar struktur bahasa Arab itu ya sudah termaktub di jurumiyah itu. Komplit sudah, (urainya dengan mimik muka menggebu)., kalau Alfiyah, ini berarti santri sudah masuk ke kevel hendak menulis atau menyusun kitab karena bobotnya alfiah itu sudah ke ranah menata bahasa pake rasa dan rima,” jawabnya.

“Lha kalau imrithi gus, Di mana posisinya,” sambung saya.

Gus Te menggeser duduknya. Lantas mengangkat tangannya. Seraya berujar.

“Nah kalo yang itu sebagai penghubung atau konektor gitulah sebelum santri masuk ke ruang alfiyah. Jadi imrithi itu semacam warming up gitu agar santri ga kaget kalau masuk ke alfiyah langsung. Imrithi itu sejatinya mengulas ulang jurumiyah kok, tapi ada pula bab-bab yang isinya sudah mulai menggiring sebagai penghantar menuju Alfiyah.”

“Oooo ngeten nggeh Gus. Sejatinya santri itu kalau PD sama keilmuan yang ada di Pesantren bisa keren ya, kayak Gus Baha itu. Ilmunya kok bisa menyegara gitu.” Saya memberi penekanan atas apa yang telah disampaikan Gus yang makin keren ini.

“Ya itu tantangan hari ini mber (ini nama kondang saya selama sekolah sama beliau dulu. Mber — alias Tember). Santri hari ini belajarnya sepotong sepotong. Belajar diniyyahnya juga cuma sambilan (saya merasa tersindir). Kalah sama urusan-urusan yang lebih formal (mungkin maksudnya sekolah formal). Tapi memang sudah jamannya kok, makane santri saiki ga podo wani dadi Kiai. Karepe kabeh dadi pedagang atau guru atau kerja kerja yang lain. Tapi ya tetap ada status santrinya. Jadi mekikuk kalau kayak gini.” Saya potong keluhannya dengan menawarkan kopi yang sudah saya buatkan.
“Diunjuk Te, kopimu!”

Tanda ba bi bu dia lantas menyruput kopinya. Sama seperti yang sudah sudah, selepas nyeruput kopi yang saya buat, gusPete langsung komentar.

“Kok enak to mber kopimu mesti’an.”

“Yo enak to Te, wong Ra umbas, karek Nyeruput.”

Kami tertawa bersama. (*)

Refki Rusyadi

Dosen IAIN Tulungagung.

Tags: bahasa arabPESANTREN
Previous Post

Dikenal bukan Karena Ceramahnya, Tapi Karena Tulisannya

Next Post

Lagu Anak Murtad dan Fenomena Menyempitnya Panggung Agamawan Dadakan

Related Posts

seminar pendidikan indonesia

Guru: Arsitek Masa Depan Pendidikan Indonesia

November 23, 2025
Sampai Pada Do’a Paling Tulus   Dipanjatkan

Sampai Pada Do’a Paling Tulus Dipanjatkan

September 28, 2025
Bukan Sekedar Perasaan, Tapi Juga Menjaga Kewarasan

Bukan Sekedar Perasaan, Tapi Juga Menjaga Kewarasan

September 10, 2025
Lebih Dulu Menikah atau ke Mekah? 

Lebih Dulu Menikah atau ke Mekah? 

October 7, 2025
Next Post
Lagu Anak Murtad dan Fenomena Menyempitnya Panggung Agamawan Dadakan

Lagu Anak Murtad dan Fenomena Menyempitnya Panggung Agamawan Dadakan

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

POPULAR

Anak Buruh Tani, Fokus Gerakkan Literasi

Anak Buruh Tani, Fokus Gerakkan Literasi

December 6, 2025
Muktamar & Milad Perdana Komunitas El Himmah: Konsolidasi, Regenerasi, dan Harapan Baru

Muktamar & Milad Perdana Komunitas El Himmah: Konsolidasi, Regenerasi, dan Harapan Baru

December 5, 2025
Penerapan Psikologi Dalam Menyampaikan Pesan Dakwah Strategi

Penerapan Psikologi Dalam Menyampaikan Pesan Dakwah Strategi

December 4, 2025
Load More

MORE ON TWITTER

ADVERTISEMENT

Suluk.ID © 2025

  • Redaksi
  • Tentang
  • Disclaimer
  • Kerjasama
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan

Suluk.ID © 2025