Suluk.ID
Thursday, August 21, 2025
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
Suluk.ID
Home Ngilmu

Pandangan Orientalis dan Oksidentalis Terhadap Sanad Hadis

by Redaksi
January 29, 2024
in Ngilmu
Pandangan Orientalis dan Oksidentalis Terhadap Sanad Hadis
Share on Facebook

Suluk.id – Keilmuan Islam secara letak geografis, pola pandang, serta paradigmanya terbagi menjadi dua bagian yakni Orientalisme dan Oksidentalisme. Menurut Hanafi Orientalisme secara etimologi berasal dari bahasa Perancis yakni Orient artinya arah terbit matahari/ timur. Secara istilah beliau mendefinisikan bahwa Orientalis adalah hal yang berhubungan dengan dunia timur atau pelajar dunia ketimuran. Oksidentalis menurut Fattah berasal dari kata Occident artinya barat atau kebaratan. Maka melalui etimologi ini beliau mendefinisikan bahwa istilah Oksidentalisme merupakan sekte dan paradigma pemikiran yang berkaitan dengan barat. Keduanya diindikasikan sebagai golongan berbeda dan bertentangan. 

Secara pemikiran kedua golongan ini memiliki banyak perbedaan. Dalam hal paradigma dan pendapat terhadap hadis kedua golongan ini bahkan saling bertentangan. Kaum orientalis menganggap bahwa kondisi kaum timur identik dengan kemiskinan, kebodohan akut, kontemplatif, dan fatalistis. Kaum Oksidentalis menganggap orang barat identik dengan materialisme, kapitalisme, positivisme, dinamisme, dan sekularisme. Artinya perbedaan ini sudah menjadi sekat besar pembeda pemikiran keduanya. Implikasi besar dari pemikiran keduanya ialah perbedaan pandangan terhadap keilmuan Islam khususnya ilmu Al Qur’an dan Hadis. Salah satu tokoh kaum orientalis pengkritik hadis adalah Joseph Schacht dan dibantah oleh Musthafa A’zami seorang Oksidentalis. 

Kaum orientalis melalui latar belakang kemunculannya terlihat bersikap skeptis terhadap adanya hadis. Hal ini terbukti dari beberapa pernyataannya tentang hadis nabi yang secara skeptis menyudutkan kebenaran hadis. Melalui bukunya yang berjudul The Origins Of Muhammadan Jurisprindence misalnya, Joseph Schacht mengatakan bahwa tradisi sanad hadis dimulai sejak akhir abad pertama hijriah yang diinisiasi sebab berakhirnya kurun sahabat. Menurutnya sanad sudah ada sejak sepertiga akhir abad pertama yang kemudian disempurnakan dan dimanipulasi pada abad kedua dan ketiga melalui konspirasi ulama hadis dan ulama fikih. Manipulasi ini menurutnya untuk mendapatkan legitimasi dan pamor yang tinggi terhadap hadis yang diriwayatkan. Sehingga dengan mendapatkan kedua hal tersebut seorang perawi akan mendapatkan pengakuan di bidang akademisi intelektual hadis. 

Pernyataan Joseph Schacht ini didasarkan pada proyeksi ke belakang yang kemudian hari dikenal dengan teori Projecting Back atau proyeksi ke belakang. Menurutnya proses adanya sanad ini sangat rumit dan penuh manipulasi. Pada akhir abad kedua muncul banyak ulama hadis dan ulama fiqih yang keilmuan dan pemikiran keduanya saling mengikat. Menurutnya pada akhir abad kedua hijriah ini ulama fikih menyandarkan hadis yang digunakan sebagai tendensi hukum kepada sahabat atau ulama yang masyhur hingga sambung sampai nabi. Hal ini menurut Schacht dilakukan guna mendapatkan pengakuan dan legitimasi atas benar dan Maqbul-nya suatu hadis dalam dunia akademis intelektual. Penjelasan Joseph ini tidak diterima oleh ulama hadis kontemporer dan bahkan mendapatkan banyak kritikan salah satunya dari Musthafa A’zami. 

Menurut Musthafa A’zami pendapat ini ngawur dan tanpa tendensi. Menurut beliau walaupun munculnya Qadhi terdapat pada era Bani Umayyah, namun tradisi literasi fiqih sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW dan bahkan beliau sudah berijtihad. Tidak dipungkiri pula beberapa sahabat yang secara geografis berjauhan dengan nabi seperti Muadz bin Jabal juga melakukan ijtihad yang diselaraskan dengan nilai Al Qur’an dan sabda Nabi. Menurutnya Joseph terlalu kurang memahami sejarah sehingga kritik yang diberikan kepada ulama hadis dan tradisi fikih melenceng dari nilai akademis. Lebih jauh beliau melakukan penelitian di sejumlah kitab salah satunya kitab hadis milik Suhayl ibn Abi Shalih. 

Lewat penelitiannya dalam kitab hadis Suhayl ibn Abi Shalih ini Musthafa A’zami menyimpulkan bahwa generasi ketiga periwayat hadis berjumlah 20 hingga 30 perawi yang semuanya tersebar di penjuru belahan dunia. Beberapa perawi itu berdomisili di Maroko, Yaman, Mesir, dan India dan menurut beliau mustahil dalam kurun tersebut perawi melakukan konspirasi hingga manipulasi teks dan sanad hadis. Sangat tidak logis pula apabila dari generasi setelahnya berkumpul dengan yang lainnya dalam rangka mempersamakan matan karena kendala letak dan kurun. Maka pada akhirnya teori Projecting Back dan kritik Joseph terhadap hadis oleh Musthafa A’zami dinilai gagal dan cacat.

Penulis : Ahmmad Misbakhul Amin / Pengkaji dan Mahasiswa Ilmu Hadis

Redaksi
Redaksi

Suluk.id merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan

Tags: HadisIlmu HadisPeriwayatan Hadis
Previous Post

Dakwah Dalam Pusaran Politik Kebangsaan

Next Post

Hey Kids, Kunci Sukses Ada Dua : Membaca dan Silaturahim

Related Posts

Memahami Tren Wacana Untuk Penyampaian Pesan Dakwah Islam

Memahami Tren Wacana Untuk Penyampaian Pesan Dakwah Islam

by Abdur Rohman Assidiis
August 19, 2025
0

Suluk.id, Akhir-akhir ini, dunia jagat maya sedang digencarkan oleh wacana perbincangan filsafat. Hal ini dipicu oleh salah satu sosok yang...

Memaknai Tiga Ekspresi Kemerdekaan

Memaknai Tiga Ekspresi Kemerdekaan

by Nur Aziz Muslim
August 9, 2025
0

Kemerdekaan bukan sekadar hanya bebas dari penjajahan secara fisik, akan tetapi harus dimaknai sebagai suatu keadaan yang disitu bebas dari...

Merangsang Guru PAI Gairah Berliterasi

Merangsang Guru PAI Gairah Berliterasi

by Mukani
July 29, 2025
0

Tradisi literasi di Indonesia masih perlu ditingkatkan karena masih jauh dibanding negara-negara lainnya. United Nations Education, Scientific and Cultural Organization...

AKULTURASI BUDAYA SEBAGAI PILAR MODERASI DI LINGKUNGAN SOSIAL

AKULTURASI BUDAYA SEBAGAI PILAR MODERASI DI LINGKUNGAN SOSIAL

by elhimmah
July 18, 2025
0

Kehidupan masyarakat yang majemuk, perjumpaan budaya dan agama menjadi realitas yang tidak bisa dihindari. Sebut saja di Indonesia. Sebuah negeri...

Next Post
Hey Kids, Kunci Sukses Ada Dua : Membaca dan Silaturahim

Hey Kids, Kunci Sukses Ada Dua : Membaca dan Silaturahim

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sosial Media

Terkait

Di Balik Tisu Murah, Ada Harga Sebuah Kehidupan

Di Balik Tisu Murah, Ada Harga Sebuah Kehidupan

August 20, 2025
Tampilkan Dua Tumpeng Raksasa, Pawai Budaya Etnik Indonesia SMA Negeri 1 Jombang

Tampilkan Dua Tumpeng Raksasa, Pawai Budaya Etnik Indonesia SMA Negeri 1 Jombang

August 20, 2025
Sugeng Tindak KH Muhammad Thoifur Mawardi, Senyumnya Menyejukkan Ucapannya Menenangkan

Sugeng Tindak KH Muhammad Thoifur Mawardi, Senyumnya Menyejukkan Ucapannya Menenangkan

August 19, 2025
Suluk.id - Merawat Islam yang Ramah

Suluk.id termasuk media alternatif untuk kepentingan dakwah. Dengan slogan Merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan.

Suluk.ID © 2025

  • Redaksi
  • Tentang
  • Disclaimer
  • Kerjasama
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan

Suluk.ID © 2025