Suluk.id, Kediri – Penulisan buku ajar tak sekadar menyusun materi kuliah, namun juga menjadi bentuk otoritas keilmuan dosen yang harus disusun secara sistematis dan berbasis referensi kuat. Hal itu menjadi penekanan utama dalam kegiatan Pelatihan Penulisan Buku Ajar yang digelar Fakultas Psikologi bersama Fakultas Dakwah dan Ushuluddin Universitas Islam Tribakti (UIT) Lirboyo Kediri pada Selasa, 10 Juni 2025, di Ruang Kelas A Pascasarjana.
Kegiatan pelatihan menghadirkan dua narasumber praktisi penerbitan yakni Abdur Rahim, S.S., M.Pd., selaku Manajer Kerjasama dan Penerbitan CITILA Grup, dan Andung F.W, Editor Intelegensia Media. Secara langsung memberikan pembekalan sekaligus contoh praktik tentang bagaimana menulis dan menyusun buku ajar yang sesuai dengan kebutuhan akademik, karakter mahasiswa, serta standar penerbitan nasional.
Abdur Rohim menekankan pembuatan buku ajar mudah untuk dilakukan oleh seorang pengajar. Karena referensi pembelajaran sudah sering disampaikan kepada mahasiswa. Sehingga dapat menjadi modal yang cukup untuk dikembangkan menjadi sebuah buku ajar.
“Referensi akumulasi pengetahuan dalam ingatan itu ada. Bisa minimal sepuluh referensi. Maka itu sudah modal yang cukup untuk bisa menjadi, dikembangkan menjadi sebuah buku ajar” jelasnya.
Dalam paparannya, Abdur Rahim menekankan bahwa buku ajar harus ditulis oleh dosen sesuai dengan bidang keilmuannya. Ia menegaskan pentingnya konsistensi dalam madzhab keilmuan agar tidak terjadi konflik krama atau kekaburan etika dan otoritas. “Saya beberapa kali menolak naskah meskipun ditulis oleh Profesor atau Doktor, karena bidang tulisannya tidak sesuai dengan latar belakang akademiknya. Ini problem akademik,” tegasnya.
Abdur Rahim juga menyoroti bahwa buku ajar idealnya mengacu pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), agar bisa dinilai tinggi oleh asesor. “Nah, buku ajar yang seringkali dinilai tinggi oleh asesor kalau harus menyampaikan buku ajar yang jenengan pakai” ungkapnya.
Masih menurutnya, buku ajar yang baik harus memperhatikan struktur isi, ritme pembaca, serta keberpihakan terhadap kebutuhan pembelajaran. “komposisi halaman pada masing-masing bab. Misalnya satu bab untuk satu tatap muka, tiga puluh halaman. Maka di tatap muka berikutnya, kalau memang menjadi satu bab, jangan jauh-jauh dari tiga puluh halaman” tambahnya.
Selain itu, penting dicatat, menurut Abdur Rohim bagaimana menghadirkan buku sesuai klasifikasinya. Penentuan klasifikasi buku dapat didasarkan pada hasil riset yang memuat objek formal dan materialnya.
“untuk buku ajar atau buku yang berbasis riset, apakah itu buku ajar, buku monograf, atau buku referensi, chapter itu karakternya seperti referensi. Semua karya tulis ilmiah itu pada dasarnya ada objek formalnya atau subjek materialnya atau konteksnya. Konteks itu bisa tempat, bisa subjek, bisa objek, macam macam lah”. paparnya.
Sementara itu, Andung F.W lebih menekankan pada aspek teknis penulisan dan keterhubungan antara penulis dan mahasiswa. Menurutnya, buku ajar yang ditulis sendiri oleh dosen akan lebih relevan dan kontekstual dengan budaya serta kebutuhan mahasiswa di kampus masing-masing. “Jangan-jangan materi yang dibaca ketika diambil di luar itu tidak nyambung disini, nah itu pentingnya buku ajar ditulis oleh dosennya masing-masing. Itu poin pentingnya sebenarnya. ” ujarnya.
Ia juga memberikan arahan mengenai gaya bahasa dan struktur kalimat agar tidak membingungkan pembaca. Terlebih pembaca dari generasi Z dan Alpha “untuk memudahkan sasaran pembacanya, bahasanya yang dimuliakan dan juga penyajiannya seperti apa. Kami punya pedoman agar satu kalimat maksimal delapan kata, atau maksimal empat belas kata. Karena semakin panjang kalimat, semakin capek dan membingungkan pembaca, apalagi Gen Z dan Gen Alpha,” terang Andung.
Tidak hanya itu, memberikan tips dan trik kepada peserta pelatihan untuk mulai memetakan bahan dasar buku ajar dari hasil riset, skripsi, tesis, disertasi, atau materi perkuliahan yang telah mereka ajarkan.
“Buku ajar yang berasal dari belajar teoretis, ya pasti Bapak Ibu semuanya punya pegangan semuanya buku ajar dalam mengajar, kemudian ada campuran teoritis dan juga empiris” tambahnya.
Pada kesempatan sambutannya, Dekan Fakultas Psikologi, Beti Malia Rahma Hidayati, M.Psi., Psikolog mengungkapkan ucapan terima kasih kepada pemateri dan berharap setelah pelatihan, tidak hanya berakhir dalam satu hari saja. “Tetapi nanti dapat menghasilkan karya buku yang langsung didampingi oleh narasumber”. ungkpanya.(mrc).

Islamic digital activist. Mugi Barokah Manfaat