Suluk.id, Tulungagung — Mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah (FUAD) Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah (UIN SATU) Tulungagung menggelar Festival Jurnalistik sebagai bentuk Ujian Akhir Semester (UAS) Mata Kuliah Jurnalistik yang diampu oleh dosen Amrullah Ali Moebin. Festival ini menjadi penutup dari proses pembelajaran yang panjang dan intensif selama satu semester, yang menekankan pada penguasaan praktik jurnalistik dan keterampilan media secara komprehensif. Mahasiswa tidak hanya menunjukkan hasil karya, tetapi juga berinteraksi langsung dengan para praktisi industri media dan publik.
Festival yang berlangsung dimulai Senin, 30 Juni 2025 hingga Sabtu 5 Juli 2025. Kegiatan ini mencakup berbagai agenda penting: seminar nasional, workshop pelatihan fotografi dan videografi, bedah karya jurnalistik, hingga pameran publik yang berlangsung di sekitar Alun-Alun Tulungagung pada 5 Juli 2025. Setiap kegiatan dirancang untuk mendekatkan mahasiswa dengan dunia profesional serta mengasah sensitivitas sosial mereka melalui karya-karya jurnalistik.
Ketua pelaksana festival Jurnalistik Muhammad Dandi Rama Wijaya mengatakan festival ini adalah kali kedua sebelumnya telah diadakan pada tahun 2023 oleh mahasiswa KPI angkatan 2022. Dia menceritakan setiap mata kuliah Jurnalistik itu tugas UASnya adalah menggelar festival di dalam festival itu karya mahasiswa di bedah dan dipamerkan.
“Kegiatan dirancang oleh kepanitian mahasiswa KPI angkatan 2024 pada tahun ini. Kami mengambil tema tentang Matraman Tempo Dulu,” ujar mahasiswa semester 2 ini.
Liputan Mendalam sebagai Awal Proses
Sebelum kegiatan festival dimulai, mahasiswa telah lebih dahulu diberi tugas membuat karya liputan mendalam (in-depth reporting) yang dikembangkan menjadi dua bentuk output: tulisan feature individual dan produksi film dokumenter secara berkelompok. Tema-tema yang diangkat cukup beragam, mulai dari kisah-kisah komunitas marjinal, pelestarian budaya lokal, isu sosial kemasyarakatan, hingga praktik keagamaan yang kontekstual.
Karya-karya mahasiswa kemudian dikurasi dan mendapatkan ulasan kritis dari para profesional media dan pelaku industri kreatif, sebagai bagian dari proses evaluasi dan refleksi pembelajaran yang substantif.
Dandi menuturkan, setiap kelas dibagi kelompok. Kemudian setiap orang memiliki tanggung jawab untuk melakukan peliputan dan memproduksi karya. Secara individu masing-masing mahasiswa menulis karya jurnalistik.
“Saya kebetulan liputan tentang peternakan sapi di Sendang. Teman-teman cukup antusias dalam mengerjakan liputan ini,” tutur dia.
Tiga Agenda Utama: Seminar, Pelatihan, dan Bedah Karya
Festival dibuka dengan Seminar Nasional bertema “Bermedia Sehat, Bermental Mahasiswa”, yang menyoroti pentingnya literasi digital dan kesehatan mental di era media sosial. Seminar ini menjadi wadah refleksi mahasiswa terhadap peran media dalam membentuk pola pikir dan kesejahteraan psikologis generasi muda, khususnya kalangan kampus. Dalam seminar ini menghadirkan Psikologi dan Praktisi Komunikasi.
Selain seminar, mahasiswa juga menggelar Workshop Fotografi dan Videografi dengan pendekatan ekonomi kreatif. Workshop ini ditujukan untuk memberikan keterampilan praktis bagi mahasiswa agar bisa berkolaborasi dengan pelaku UMKM dan masyarakat umum dalam memanfaatkan visual sebagai alat promosi.
Kegiatan selanjutnya adalah Bedah Karya Tulis dan video dokumenter, yang menampilkan karya jurnalistik hasil liputan mahasiswa. Karya-karya tersebut diproduksi secara individual dalam bentuk feature dan secara berkelompok dalam bentuk video dokumenter. Tema yang diangkat pun beragam, mulai dari isu sosial, budaya, hingga potret kehidupan komunitas marjinal.
Karya Mahasiswa Dikurasi oleh Profesional Media.
Uniknya, sebelum Festival digelar, mahasiswa telah melalui tahapan peliputan yang intensif dan terstruktur. Hasil liputan ini kemudian dipresentasikan dan dikurasi oleh berbagai pihak profesional, antara lain Danu jurnalis dan anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri; Fionna dan Barlian Anung dua pegiat film Tulungagung; serta praktisi public speaking Jawa Timur Ulfi. Kehadiran para ahli ini memberi ruang kritik dan apresiasi yang konstruktif terhadap karya mahasiswa.
Para pengulas mengapresiasi keberanian mahasiswa dalam mengeksplorasi isu-isu lokal secara mendalam dan menyentuh. Karya-karya tersebut tidak hanya memperlihatkan teknik jurnalistik yang solid, tetapi juga memperlihatkan empati dan keberpihakan terhadap masyarakat akar rumput.
Danu Sukendro dari AJI, memberikan apresiasi atas terselenggaranya kegiatan ini yang dinilai sebagai ruang penting bagi mahasiswa untuk belajar sekaligus membangun portofolio.
“Saya mengapresiasi acara ini. Ini merupakan inisiasi yang patut diapresiasi karena menjadi wadah bagi mahasiswa untuk berkarya dan membangun portofolio secara nyata,” ungkapnya.
Menjawab Tantangan Dunia Industri
Amrullah Ali Moebin, dosen pengampu mata kuliah Jurnalistik sekaligus penggagas kegiatan ini, menyampaikan bahwa Festival Jurnalistik ini dirancang sebagai sarana pembelajaran berbasis proyek yang menjembatani dunia akademik dan industri. Ia berharap mahasiswa KPI UIN SATU dapat membekali diri dengan teori yang kuat dan pengalaman praktis yang relevan dengan kebutuhan lapangan kerja.
“Mahasiswa tidak hanya diuji di ruang kelas, tetapi juga diuji di ruang publik melalui karya dan kontribusi nyatanya,” ujar Amrullah.
Festival Jurnalistik ini menjadi bukti konkret bahwa proses pembelajaran di kampus dapat diaktualisasikan menjadi gerakan sosial yang berdampak. Melalui sinergi antara pendidikan, kreativitas, dan isu-isu sosial, mahasiswa KPI UIN SATU Tulungagung menunjukkan bahwa mereka siap menghadapi tantangan dunia media yang dinamis dan terus berkembang.
Amrullah menambahkan bahwa Festival Jurnalistik ini bukan sekadar tugas akhir biasa, tetapi bentuk pendidikan jurnalisme yang partisipatif, kontekstual, dan transformatif. Ia menyebut pendekatan ini sebagai “jurnalisme humanis” yang berupaya mempertemukan nalar akademik dengan kenyataan sosial.
“Mahasiswa tidak hanya menulis berita, tetapi membangun kesadaran kritis, empati, dan keberpihakan. Mereka diajak tidak hanya jadi wartawan, tapi juga warga yang peka,” ujarnya. (*)
Suluk.id merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan