Suluk.ID
Sunday, December 7, 2025
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
Suluk.ID
No Result
View All Result
Home Pitutur

Ingatan Tentang Puasa di Masa Kecil

Abad Badruzaman by Abad Badruzaman
April 14, 2021
in Pitutur
Share on Facebook

Bakda zuhur bukan saatnya lagi buat bermain. Kali ini ngaji di madrasah; bangunan khusus di sebelah masjid khusus buat ngaji anak-anak kampung.“Sakola agama” adalah sebutan kami untuk kegiatan mengaji di madrasah.

Suluk.id – Ingat saya, jaman SD, sepanjang Ramadhan sekolah diliburkan. Anak-anak hanya wajib piket ke sekolah, membawa sapu lidi dan alat kebersihan lainnya buat bersih-bersih ruang kelas dan halaman sekitar sekolah. Sekolah membuat jadwal piket. Dalam sebulan paling kebagian dua-tiga kali piket.

Selebihnya, anak-anak wajib bikin laporan kegiatan keagamaan sepanjang Ramadahan di rumah adat masing-masing. Mulai dari jamaah shalat, ngaji di surau atau masjid kampung, hingga tarawih dan jumatan. Laporan disahkan dengan ditandatangani ustad / ajengan di kampung.

Di sela-sela kegiatan itu, bermain juga merupakan menu utama pengisi hari-hari Ramadhan. Dari pagi, sekira jam 8-9, sampe zuhur adalah waktu yang tepat untuk bermain. Anak kampung model saya, di mana lagi bermain selain di kebon, sawah, dan sungai. Di kebon, kami membantu orang tua ngarit rumput buat kambing, atau kumpulkan kayu bakar. Selang-seling; kadang ngarit kadang cari kayu bakar. Kalo masih ada sisa waktu, nyari sarang burung atau mengejar-ngejar burung, atau membidiknya dengan ketepel.

Kemarin ke kebon, hari ini arena bermain kami sawah. Di pematang sawah kami ngurek. Wama adroka ma ngurek? Ngurek adalah mancing belut. Belut tenaganya besar, maka tali senar dan mata pancingnya kudu lebih besar dan kuat. Begitu belut terpancing dan mulutnya tersangkut mata pancing, senangnya kami bukan kepalang. Sorak sambil mengepal tangan: horeee … aing meunang belut!

Masih di sawah, kalau habis panen, kami juga ikut panen: panen belalang. Dimasukkan plastik, banyak-banyakkan sama kawan, dibawa pulang dengan hati riang, disambut emak yang siap menggorengkan buat tambahan lauk buka puasa. Pernah juga saya punya burung ketilang. Sebagian belalang menjadi jatahnya burung. Menu selingan dari pisang atau pepaya. Selain belalang, burung ketilang juga doyan capung. Maka, selain nangkepin belalang yang cukup mudah, saya juga nangkap capung yang lebih sulit. Hasil tangkapan lima-sepuluh capung adalah hasil yang bagus. Tentu semua capung jadi jatahnya burung. Masa ‘gue makan capung!
Geuleuh …!

Di hari lain, arena bermain kami adalah sungai. Sungai kecil saja, tapi ada beberapa titik yang cukup buat berenang dengan entah gaya apa. Paling pas dibilang gaya batu! Meski kami puasa, renang bukan aktivitas melelahkan yang anak-anak kampung membatalkan puasanya. Puasa jalan, renang tetap seru. “Hey, itu siapa yang kentut di air? Batal loh puasanya!” kata kawan yang satu ke deretan sambil nyengir seraya menyemburkan air ke muka sohib di sebelahnya.

Bakda zuhur bukan saatnya lagi buat bermain. Kali ini ngaji di madrasah; bangunan khusus di sebelah masjid khusus buat ngaji anak-anak kampung.“Sakola agama” adalah sebutan kami untuk kegiatan mengaji di madrasah. Setelah jamaah ashar, masih ada ruang untuk bermain sambil nunggu beduk magrib. Kali ini bermainnya punya nama terpisah: ngabuburit. Berasal dari kata burit, bahasa Sunda, yaitu sore.

Ngabuburit adalah kegiatan dalam rangka menunggu sore (magrib). Hanya istilah ini hanya bulan puasa, sehingga ngabuburit akhirnya berarti kegiatan menunggu azan magrib untuk kemudian buka puasa. Belakangan istilah ngabuburit “naik kelas” dan “menasional”, bukan hanya orang Sunda yang paham dan paham. Media tipi-lah, dalam hemat saya, yang membantu menaikkan kelas dan menasionalkan istilah ngabuburit. CMIIW.

Beberapa spot tempat kami ngabuburit: halaman masjid atau halaman rumah warga yang luas. Kebon, sawah dan sungai bukan lagi tempat yang tepat buat ngabuburit. Ngabuburit diisi dengan aneka permainan khas anak-anak desa kala itu. Mobil-mobilan bagi anak-anak cowok, bola bekel bagi anak-anak wedok, main kelereng, boy-boyan (bahasa Indonesianya apa ya?) Dan banyak lagi yang kini tak lagi ada di perkampungan karena gadget merampas semuanya.

Suara beduk disusul lengkingan muazin kami membuyarkan kami pulang ke rumah masing-masing. Tak lupa mengingatkan nanti bakda isyak tarawihan sambil bermain lagi sebentar saja setelahnya. Kucing-kucingan atau petak-umpet biasa kami mainkan selepas tarawih sebelum akhirnya lelah medera dan teriakan emak menyuruh kami bubur jalan. Kesepakatan sering terjadi tentang apa dan ke mana besok kami bermain.

Sebelum bobo (baca: ngorok), nggak lupa nulis laporan kegiatan sepanjang hari ini, mulai subuh hingga isyak: salat jamaah, ngaji apa saja, tarawih, siapa imamnya. Tentu saja bermain tidak masuk laporan. Besok bakda subuh setelah ngaji subuh, laporan Pak Ajengan laporan biar sah untuk ditunjukkan ke guru wali kelas belakangan pas masuk sekolah lagi.

Di antara Anda, ada yang sama atau mirip dengan saya tentang puasa masa kecil? Jika ada, maka dua hal dapat ditolak: kita seumuran, dan kita sama-sama orang udik! Selamat menyambut Ramadhan, wahai orang-orang udik. Hehe …

Ramadhan Kareem …

Abad Badruzaman
Abad Badruzaman

Terlahir sebagai orang “Perancis (Peranakan Ciamis),” Menamatkan SD, MTs dan MAN di Ciamis. Pernah mengajar di Pesantren Darussalam, Ciamis (1997-1998), menjadi penerjemah lepas naskah-naskah berbahasa Arab

Tags: PuasaPuasa bedugpuasa jaman dulupuasa saat kecil
Previous Post

Ramadan dan Reposisi Orientasi Keimanan Kita

Next Post

Tentang Ziarah Wali dan Kenang Saat SMA

Related Posts

seminar pendidikan indonesia

Guru: Arsitek Masa Depan Pendidikan Indonesia

November 23, 2025
Sampai Pada Do’a Paling Tulus   Dipanjatkan

Sampai Pada Do’a Paling Tulus Dipanjatkan

September 28, 2025
Bukan Sekedar Perasaan, Tapi Juga Menjaga Kewarasan

Bukan Sekedar Perasaan, Tapi Juga Menjaga Kewarasan

September 10, 2025
Lebih Dulu Menikah atau ke Mekah? 

Lebih Dulu Menikah atau ke Mekah? 

October 7, 2025
Next Post
Tentang Ziarah Wali dan Kenang Saat SMA

Tentang Ziarah Wali dan Kenang Saat SMA

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

POPULAR

Anak Buruh Tani, Fokus Gerakkan Literasi

Anak Buruh Tani, Fokus Gerakkan Literasi

December 6, 2025
Muktamar & Milad Perdana Komunitas El Himmah: Konsolidasi, Regenerasi, dan Harapan Baru

Muktamar & Milad Perdana Komunitas El Himmah: Konsolidasi, Regenerasi, dan Harapan Baru

December 5, 2025
Penerapan Psikologi Dalam Menyampaikan Pesan Dakwah Strategi

Penerapan Psikologi Dalam Menyampaikan Pesan Dakwah Strategi

December 4, 2025
Load More

MORE ON TWITTER

ADVERTISEMENT

Suluk.ID © 2025

  • Redaksi
  • Tentang
  • Disclaimer
  • Kerjasama
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan

Suluk.ID © 2025