Suluk.ID
Saturday, December 2, 2023
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
No Result
View All Result
Suluk.ID
Home Panutan

Kritik Gus Baha’ Tentang Cara Kita Baca Alquran

by Edy Purnomo
August 29, 2019
in Panutan
Pesan Gus Baha’ Kepada Para Lelaki yang Tidak Punya Uang
Share on Facebook

Sejak kita kecil, banyak orang tua menekankan tentang pentingnya mengaji Al-Qur’an. Bagi orang awam seperti saya, mengaji terkadang diartikan sebagai sesuatu yang sangat simpel: mengenal huruf hijaiyah dan mampu membaca mushaf lengkap dengan tajwid yang sebisanya. Kemudian mengamalkannya untuk acara-acara khataman ataupun acara tahlil dengan membaca surat Yasin.

Menginjak dewasa dengan lingkup pergaulan yang lebih luas, saya menemukan banyak praktek dan metode belajar bagi orang-orang yang ingin bisa membaca Alquran yang memang berbahasa arab itu. Metode turutan yang masih masyhur di Tuban sampai akhir 90’an mulai dirubah dengan metode iqra’ yang lebih mudah bagi anak-anak memahami membaca Alquran. Kemudian sekarang juga populer metode belajar cepat baca Al-Qur’an yang sering kita temui di pamflet, baner ataupun iklan-iklan online.

Sebagai orang yang hidup dengan lingkungan mayoritas muslim. Saya menjadi terbiasa dengan lantunan ayat suci Al-Quran. Terlebih ketika bulan Ramadan. Di surau dan masjid. Beberapa ayat, seperti di surat Yasin, justru terasa familier di telinga karena sering dibaca berulang-ulang setiap mengikuti tahlil.
“Jangan sampai otak merasa biasa saja saat kita mendengar ayat Alqur’an,”.

Kurang lebih itulah kata-kata yang saya terjemahkan dari dawuh KH Bahauddin Nursalim, ketika mengajar di pondoknya, di Desa Narukan, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang, Rabu, 28 Agustus 2019. Saya dan beberapa teman dari Tuban berkesempatan untuk ikut belajar bersama ratusan orang lainnya.

Saya tersentak. Tentu saja merasa tersindir. Ingin hati awam ini menanyakan dawuh ahli tafsir Al-Quran yang akrab dipanggil Gus Baha’ itu. Awalnya saya merasa salah dengar. Tetapi setelah beliau melanjutkan penjelasannya, saya yakin kalau apa yang diucapkan bukan perkara main-main. Beliau sedang mengkritik sikap dan pemahaman kita memaknai ayat Al-Qur’an.

Dewasa ini, menurut yang saya tangkap dari penjelasan Gus Baha’, banyak orang yang terlalu mementingkan kuantitas membaca Al-quran. Maksudnya adalah membaca Alquran hanya sekedar membaca sebanyak-banyaknya ayat, tanpa mau berpikir tentang kandungan ayat-ayat yang dibaca. Hal itu bisa menjadi berbahaya karena berpengaruh pada kualitas pemahaman makna Alquran itu sendiri sebagai mu’jiz (mukjizat). Meski begitu, jelas Gus Baha’, hal itu masih lebih baik daripada tidak membaca Al-Qur’an sama sekali.
“Dawuh ulama, satu ayat asal sudah satu kalam, itu sudah mu’jiz,”. Beliau menambahkan kalau satu ayat Al-Qur’an bisa dipergunakan sebagai hujjah yang bisa memberikan penjelasan atau sanggahan kepada orang-orang kafir yang mendebat tentang ketauhidan Allah.

Beliau menekankan pentingnya menggunakan logika dan pikiran untuk menjadikan Alquran sebagai mu’jiz. Dicontohkan, salah satu ayat Alquran yang menjelaskan tentang sifat Allah sebagai dzat yang menciptakan, itu adalah penegas bahwa salah satu syarat menjadi Tuhan menurut Al-Qur’an adalah yang mampu menciptakan langit dan bumi. Firaun dan berhala-berhala yang pernah dituhankan, otomatis tertolak keberadaannya argumennya sebagai Tuhan karena memang tidak bisa menciptakan langit dan bumi, bahkan materialnya baru ada setelah langit dan bumi tercipta.
“Sehingga ayat tauhid itu tidak hanya kulhu (surat Al-Iklas) saja, tapi semua (ayat) mengarah pada tauhid,” terang Gus Baha.

Kepada jamaah yang ikut mengaji dengannya, dia berkali-kali berpesan agar membaca Al-Qur’an sekaligus ikut memaknainya. Alquran adalah mu’jiz, konstruksi terpenting adalah penggunaan logika, dan itu bahkan lebih penting dari susunan kata-kata Alquran yang memang juga luar biasa. Beliau sendiri, sering hanya membaca Al-Qur’an hanya satu ayat dalam satu malam. Dibaca berulang-ulang, karena setiap kalam Al-Qur’an adalah hujjah. Harus menggunakan logika berpikir.

Kalau tidak bisa dan tidak mempunyai bakat alim, kata Gus Baha’, minimal mau berpikir dan menggunakan logika. Terpenting adalah tidak marah ketika ada yang mengkritik cara membaca Al-Qur’an dan mengajak tentang berpikir Alquran.
Persoalan lain adalah adanya orang-orang yang menganggap hanya ayat-ayat tertentu yang paling penting di Al-Qur’an. Yang lain? Dianggap hanya ayat-ayat biasa. Seperti orang yang membaca surat Al-Waqiah agar rejekinya lancar. Juga ada yang hanya ingin menjadikan potongan wirid dari Al-Qur’an dengan maksud tertentu.

“Alquran itu hujjah, tapi sekarang banyak dijadikan jimat. Ayat Al-Qur’an jangan dibeda-bedakan,”. Kata Gus Baha’.

Ket: tulisan ini dibuat selepas mendengar penjelasan Gus Baha’ saat mengaji Tafsir Jalalain di pondok pesantren Desa Narukan, Kec. Kragan, Kab. Rembang, Rabu (29/8/2019). Mohon maaf apabila ada kekeliruan pemahaman karena keawaman dan kecerobohan penulis dalam menafsirkan selama pengajian. Siap menerima koreksi

Edy Purnomo

Tinggal di Tuban, menulis di Suluk.id

Previous Post

Saat Nahdliyyin Menjadi Saksi Perkawinan GKI dan HKBP

Next Post

Kenduren, Fiqh Dakwah Sunan Bonang

Related Posts

Al Maghfurlah KH. Azizi Hasbullah, Ulama’ Faqih dari Blitar

Al Maghfurlah KH. Azizi Hasbullah, Ulama’ Faqih dari Blitar

by Muchamad Rudi C
May 22, 2023
0

Suluk.id - Al Maghfurlah KH Azizi Hasbullah, seorang ulama' kharismatik yang banyak dikagumi oleh banyak masyarakat karena kedalaman ilmunya di...

Manakib Mbah Sabil, Mertua Mbah Sambu dan Mbah Jabbar

Manakib Mbah Sabil, Mertua Mbah Sambu dan Mbah Jabbar

by Ahmad Wahyu Rizkiawan
May 8, 2022
0

Suluk.id - Mbah Sabil Padangan merupakan ayah mertua dari Mbah Sambu Lasem dan Mbah Jabbar Jojogan. Ketiga ulama tersebut membentuk...

Kisah Tentang KH Zulfa Mustofa

Kisah Tentang KH Zulfa Mustofa

by Redaksi
May 1, 2022
0

Suluk.id - KH ZULFA MUSTOFA. Nama ini, sebelumnya benar-benar asing bagi saya. Baru belakangan ini begitu familier. Setelah kiai muda...

Ketika Mbah Maimoen Zubair Merasa “Ndrodog” Saat Berkunjung ke Kuncen Padangan

Ketika Mbah Maimoen Zubair Merasa “Ndrodog” Saat Berkunjung ke Kuncen Padangan

by Ahmad Wahyu Rizkiawan
October 21, 2021
0

Syaikhina Maimoen Zubair pernah ndrodog (merasa gemetar), saat berkunjung ke Kuncen Padangan. Itu terjadi kala beliau berusia 17 tahun, tepatnya...

Next Post
Tombo Atinya Sunan Bonang Bersanad Hingga Rasulullah SAW

Kenduren, Fiqh Dakwah Sunan Bonang

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terkait

Pilot Project Penguatan SPI Itjen Kemenag demi terciptanya Good University Governance di UIN SATU Tulungagung

Pilot Project Penguatan SPI Itjen Kemenag demi terciptanya Good University Governance di UIN SATU Tulungagung

November 29, 2023
Pilot Project Penguatan SPI sebagai Jembatan Implementasi Nilai Budaya Kementerian Agama RI

Pilot Project Penguatan SPI sebagai Jembatan Implementasi Nilai Budaya Kementerian Agama RI

November 29, 2023
Penguatan Moderasi Beragama, Dosen UIN SATU Launching Komunitas Milenial Peduli Literasi Digital

Penguatan Moderasi Beragama, Dosen UIN SATU Launching Komunitas Milenial Peduli Literasi Digital

November 27, 2023
Suluk.ID

Suluk.id termasuk media alternatif untuk kepentingan dakwah. Dengan slogan Merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan.

Suluk.ID © 2023

  • Redaksi
  • Tentang
  • Disclaimer
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen

Suluk.ID © 2023