Suluk.ID
Saturday, January 16, 2021
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
No Result
View All Result
Suluk.ID
No Result
View All Result
Home Ngilmu

Menantu Terbaik itu Seorang Santri

by Amrullah Ali Moebin
June 11, 2019
in Ngilmu
Reading Time: 3min read
0 0
0
Menantu Terbaik itu Seorang Santri
Share on Facebook

Matahari sedang marah sepertinya. Sampai-sampai membuat bumi serasa lebih panas dari biasanya. Tapi, panas itu segera berubah menjadi adem. Saat aku berpapasan dengan bocah-bocah bersarung. Menggayuh sepeda. Ada tas kecil dikempitnya. Ati terasa maknyes.

Mereka, bocah bersarung itu. Sedang benyusuri tepi jalan. Lebih dari tiga orang. Mereka berusaha menepi karena tak ingin menghalang-halangi pengendara lainnya. Setelah melihat sebuah gapura. Mereka mulai melaju ke tengah. Berusaha menyebrang dan masuk di gang itu. Sebuah gapura yang bertuliskan sebuah pesantren di Singgahan Tuban.

Seketika saya berhenti. Memandangi kaum bersarung itu hingga semua lenyap ditelan mulut gang. Sesekali aku memotretnya secara diam-diam. Di daerah Tuban Selatan memang cukup banyak pesantren. Termasuk Singgahan yang selalu aku lintasi saat akan ke Blora. Bangilan juga tak kalah banyak. Termasuk Senori.

Seorang kawan pernah bercerita ada pesantren yang kiainya senang berpuasa di Tuban selatan. Saking rutinnya ada julukan tersendiri. Kalau tidak salah Mbah Soim. Dulu saat sang kiai memimpin pesantren.

BacaArtikel

Pesan Gus Baha, Dalam Rumah Tangga Jangan Membahas Hal Serius

Aswaja Sebagai Cara Berpikir dan Bertindak

Aidil Adha atau Idul Adha

Banyak, santri yang datang ke Singgahan. Sebuah pesantren kecil dalamnya selalu bergemuruh ilmu. Mulai ilmu pengetahuan hingga ilmu kebatinan. Semua tersedia di pesantren ini.

Singgahan adalah wilayah yang tepat untuk keberadaan pesantren. Sebab, daerah ini selalu digunakan untuk persinggahan orang-orang hebat.

Kini, aroma pesantren memang tak seperti dulu. Jumlah santri pun demikian. Namun, saat aku melihat para santri bersarung menunggang sepeda dan mengapit kitab. Sontak aku sadar aroma pesantren masih cukup kuat di tengah era kids jaman now yang sok milenial itu.

Beberapa teman yang anaknya menginjak dewasa sedang gelisah. Di tengah era serba canggih ini memilih sekolah pun menjadi sulit. Sebab, tak menjamin sekolah negeri ternama di sebuah kota bisa menjamin baik pendidikannya.

Mereka memilih pesantren sebagai alternatif untuk mendidik anaknya. Lalu, pesantren yang bagaiamana yang dipilih? Itu juga akan membutuhkan waktu lagi untuk memilihnya. Jadi, menjadikan anaknya sebagai santri sudah dianggap solusi di tengah caruk maruknya pergaulan anak muda.

Menurut beberapa literatur setidaknya ada dua pendapat yang dapat dijadikan rujukan apa santri itu. Pertama santri berasal dari kata “Santri” dari bahasa sansekerta yang artinya melek huruf.

Kedua, kata santri berasal dari bahasa Jawa “Cantrik” berarti seseorang yang mengikuti seorang guru kemanapun pergi atau menetap dengan tujuan dapat belajar suatu keilmuwan kepadanya.

Pendek kata mereka yang berada di pondok pesantren bisa disebut santri. Gus Mus punya pendapat lain. Kiai nyentrik ini menyebut santri bukan mereka yang mondok saja. Tapi, mereka yang memiliki perilaku seperti santri mereka juga disebut santri.

Kini santri telah menjadi mode, benarkah? Apakah hari santri benar-benar telah mengangkat derajat santri? Itu perlu dilakukan penelitian terlebih dahulu. Banyaknya foto profil dengan bingkai tulisan bangga jadi santri belum bisa menjadi ukuran.

Tapi, saya berkeyakinan santri adalah makhluk segala zaman. Di era apapun santri selalu mengambil ruang. Sekarang, sejumlah santri telah mengisi pos-pos penting. Baik di tataran pemerintahan hingga pertanian.

Bagi saya, santri ibarat air. Kehadirannya bisa menyegarkan suasana. Kadang santri menjadi tanah. Siap diinjak dan ditanami. Namun akan berontak ketika diinjak atau ditanami bangunan keangkuhan penguasa. Santri bisa menjadi langit yang terus mengayomi tanpa bertanya apakah mereka berTuhan sama atau tidak.

Santri punya cara tersendiri dalam menjalani hidupnya. Di pondok mereka tak diizinkan membawa gawai. Bahkan melihat televisi. Kondisi inilah yang membuat santri harus memaksa dirinya membaca buku atau kitab.

Apa lagi yang akan mereka lihat kalau tidak buku atau kitabnya. Jadi, jangan kaget kalau santri itu gila dengan buku. Bila ada santri yang tak gandrung dengan buku perlu dipertanyakan apa yang dilakukan di pondok.

Hiburan seorang santri adalah cangrukan dan omongan-omongan sesama santri. Lumrah sekali, bila khazanah cerita unik selalu lahir dari para santri. Guyonan khas cah pondok memang selalu segar.

Bila anda sedang berburu menantu pilihlah cah pondok. Sebab, mereka adalah menantu idaman. Akhirat terjamin dan akan menjadi teman ngobrol yang mengenakkan bagi mertua.

Mertua yang baik itu memang relatif. Baik menurut siapa itu kondisional. Namun, menantu seorang santri ini akan bisa menyelami mertuanya. Dari apapun latar belakang mertuanya. Santri akan tetap woles. (*)

Amrullah Ali Moebin

Redaktur suluk.id

Tags: Menantu IdamanSantri
Previous Post

Ulil Abshar, Pendekar Barat Bergeser ke Timur

Next Post

Menjadi Alumni Pondok Sarang, Meskipun Hanya Sehari

Related Posts

Memaknai Status Jomblo Berdasarkan Keterangan Gus Baha

Pesan Gus Baha, Dalam Rumah Tangga Jangan Membahas Hal Serius

by Mahfudz Muntaha
November 9, 2020
0

KH. Bahauddin Nursalim atau akrab disapa Gus Baha selalu punya cara unik untuk menyapaikan tausiyahnya. Salah satunya saat beliau memberikan nasihat pernikahan...

aswaja

Aswaja Sebagai Cara Berpikir dan Bertindak

by Muhammad Rouf
November 2, 2020
0

Ahl al-sunnah wa al-jama’ah atau yang lebih dikenal dalam kalangan NU (Nahdlatul Ulama’) dengan singkatan “aswaja” atau “sunni” adalah salah...

Aidil Adha atau Idul Adha

Aidil Adha atau Idul Adha

by Nurul Fahmi
July 31, 2020
0

Kami sering membaca ungkapan selamat hari raya dalam bahasa Arab yang tertulis dengan kata "aidul / aidil" dan "idul", baik...

Fenomena Artis Hijrah Jadi Pendakwah, Memotret Islam dan Budaya Populer

Menjemput Kembali Jati Diri Bangsa Melalui Pendidikan Pesantren

by Redaksi
July 20, 2020
0

Keragaman adat, budaya dan keyakinan yang ada di Indonesia hingga saat ini masih lestari dengan segenap kompleksitas permasalahannya. Satu sisi,...

Next Post
Menjadi Alumni Pondok Sarang, Meskipun Hanya Sehari

Menjadi Alumni Pondok Sarang, Meskipun Hanya Sehari

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

POPULAR

Abah Isun, Kyai Kampung

January 6, 2021
Mengenai Pilkada, Kader NU yang Maju Mewakili Siapa?

Mengembalikan Marwah Nahdlatul Ulama (NU) Pasca Pilkada

December 10, 2020
Mbah Imam, NU dan Segala Guyonannya

Mbah Imam, NU dan Segala Guyonannya

November 29, 2020
Load More

MORE ON TWITTER

Suluk.ID

Suluk.id termasuk media alternatif untuk kepentingan dakwah. Dengan slogan Merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan. Media ini dikelola Lembaga Ta’lif wan Nasr Nahdlatul Ulama (LTN-NU) Kabupaten Tuban.

Suluk.ID © 2020 - Dibuat dengan ♥ LTN NU Tuban.

  • Redaksi
  • Tentang
  • Disclaimer
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen

Suluk.ID © 2020 - Dibuat dengan ♥ LTN NU Tuban.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In