Pagi ini kabar duka menyelimuti jagad Nusantara, seorang ulama kharismatik, punjering Santri dan Kiai telah dipundut dening Allah swt. Beliau KH. Maimun Zubair.
Saya memposting ulang tulisan ini demi mengenang dan mendoakan Mbah Moen yang hari ini telah dipundut dening Allah SWT di Kota suci Makkah Al-Mukarramah. Berikut kenangan saat sowan kepada Beliau:
Ini adalah tulisan edisi lebaran saat kemarin saya menuliskan perjalanan road sowan sungkeman ke berbagai Kiai. Jika kemarin saya menulis secara panjang dan global, maka di edisi ini saya ingin meninggalkan jejak, dan berusaha mencari hikmah dari road sowan sungkeman kepada para Yai, yang saya kunjungi bersama teman-teman santri lainnya.
Saya percaya bahwa tidak ada di dunia ini yang sia-sia, apapun itu ada banyak hikmah dan pelajaran berharga yang dapat kita ambil dari setiap jejak perjalanan anak manusia. Sekecil apapun suatu peristiwa pada dasarnya banyak hal yang tersurat maupun yang tersirat yang dapat kita tafsirkan dan kita jadikan renungan. Tinggal seberapa pintar dan bijak kita menyikapi semuanya.
Pertama saya akan mengulas sungkeman di Sarang, yaitu saat sowan dan sungkem di Mbah Maimun Zubair atau akrab dipanggil Mbah Moen. Untuk sowan di Sarang tentu tidak mudah bisa langsung ketemu dan meminta dawuh ataupun nasehat dari Mbah Moen. Selain kesibukan beliau tentu faktor usia juga sangat mempengaruhi intensitas menemui tamu. Apalagi saat ini adalah hari raya, yang mana tamu beliau tentu sangat banyak.
Tetapi Alhamdulillah, walau hanya sekedar hadir untuk salaman kepada Mbah Moen, tanpa mendapatkan wejangan atau dawuhnya, saya pribadi merasa mendapat semacam energi positif, atau dalam bahasa khas pesantren mendapatkan barakah.
Beliau Mbah Moen bertanya secara umum kepada kami, “Niki saking Pundi? Kami pun menjawab, “Saking Bangilan Mbah.” Ada perasaan gembira dan senang saat ditanya dari mana kami berasal. Ya, begitulah, panggilan seorang Kiai kepada para santri sangat menyenangkan, dan memunculkan rasa tersendiri yang sulit untuk digambarkan.
Dalam pujian yang dilantunkan di langgar-langgar desa, diantara obat hati yang lima salah satunya adalah dekat dengan orang Sholeh. “Wong kang Sholeh kumpulono”. Sowan kepada para Yai adalah upaya untuk berkumpul dengan orang-orang Sholeh.
Perintah kumpul dengan orang Sholeh ini bukan hanya kita harusengaji berbagai disiplin ilmu pengetahuan darinya, bisa kumpul saja, tanpa melakukan apapun saya kira sudah sangat bermanfaat. Inilah yang saya sebut sebagai barakah.
Jalma lipat seprapat prasasat tamat, begitu idiom kearifan petuah Jawa, jika kita dianugerahi Tuhan sebuah kemampuan lebih dalam menyerap suatu hikmah, maka walau hanya secercah cahaya maka kita mampu memanfaatkan cahaya itu sebagai obor bagi laku kehidupan kita di dunia.
Begitupula walau hanya sekedar bersentuhan tangannya Kiai, mencium tangannya Kiai akan ada aliran keberkahan yang akan melingkupi kehidupan kita insyaallah. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.
Santri Pondok Pesantren ASSALAM Bangilan Tuban Indonesia.