KH. Abdurrahman Wahid mantan Presiden RI punya pesan pada Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Organisasi yang didirikan para intelektual NU itu kini terus mengepakkan sayapnya.
Pesan Gus Dur pada PMII ini tertuang pada buku Pemikiran PMII dalam berbagai Visi dan Persepsi yang disusun yang disusun oleh A. Efenddi Choirie dan Choirul anam. Tulisan tersebut ditulis sekitar tahun 1990an.
Tulisan Gus Dur ada di halaman 67. Begini tulisan beliau :
Karena dimensi politik telah mantap dan aspek kultural terus berkembang, maka yang menjadi prioritas ulama Nahdatul Ulama (NU) saat ini adalah melakukan transformasi sosial ekonomi. Jika proses transformasi ini berhasil, maka NU tetap menjadi kunci bagi perubahan dan kemajuan masyarakat Indonesia.
Untuk menhuju kemajuan itu, salah satu kiat yang dipergunakan NU adalah mendirikan sejumlah Bank Pengkresitan Rakyat (BPR) sejumlah 2000 hingga tahun 2101 nanti. Melalui BPR, Nu ingin mengangkat nasib masyarakat kecil di bidang kesejahteraan ekonomi.
Kalau peredaran ekonomi hanya dikuasai konglomerat, maka nasib rakyat kecil tetap lemah. Padahal tak kurang dari 75 persen rakyat kecil itu adalah warga NU. Karena itu, sangat beralasan bila NU memprioritaskan programnya di bidang trans social ekonomi.
Yang penting sekarang ini, bagaimana semua lapisan masyarakat memahami posisi masing-masing dan saling memberikan manfaat. Karena itu, kerjasama dengan konglomerat atau mereka yang punya modal adalah langkah yang baik.
Yang jelas setelah NU ikut berupa melakukan transfomasi social budaya dan social politik, kini NU memusatkan perhatiannya pada peran baru, yaitu transformasi social ekonomi.
Di antara nstrumen transformasi bidang social ekonomi ini adalah melancarkan program pendirian 2000 BPR dalam jangka waktu 2010, seperti yang saya sebut tadi.
Secara harfiah seolah memang hanya mendirikan BPR, tetapi sesungguhnya secara maknawiyah adalah melakukan pekerjaan transformasi social ekonomi yang luar biasa pentingnya bagi masyarakat dan bangsa Indonesia.
Karena kerajaan ini bukan hanya sekedar memberikan lapangan kerja, bukan hanya sekedar meminjamkan uang, bukan hanya sekedar jasa-jasa menejemen, alih teknologi, atau menciptakan jaringan pasar, tetapi ia adalah mengubah wajah dan hakikat perekonomian nasional Indonesia dalam waktu 20 tahun ini. Inilah bakal merupakan tugas berat bagi NU.
NU sejak didirikan januari 1926 telah menjadikan dirinya sebagai wahana bagi transformasi social budaya untuk menanamkan semangat dan rasa kebangsaan Indonesia. Akibat dari ni, NU dan umat islam lainnya mampu berperan menjaga keutuhan bangsa. Upaya menjaga keutuhan bangsa bukanlah kerja politik, tetapi lebih merupakan kerja social budaya.
Sekarang ini mungkin integrasi nasional kita belum tercapai sepenuhnya. Tetapi paling tidak, wawasan kita sebagai bangsa Indonesia boleh dibilang telah mapan. Misalnya, wawasan kita sebagai saudara setanah air, terlepas dari perbedaan asal-usul etnis, bahasa daerah, kebudayaan dan agama. Inilah transformasi pertama yang ikut dilahirkan NU
Transformasi kedua yang ikut diciptakan NU adalah transformasi sosial politik. Tonggak awal dicanangkannya transformasi social politik bagi NU adalahpada muktamar di Banjarmasin tahun 1935 dan berakhir pada muktamar ke 27 di Situbondo tahun 1984 ketika NU menyatakan kembali ke khittah 1926.
Bagi NU, antara islam sebagai agama dan pancasila sebagai ideologi Negara tidak terdapat kesenjangan yang esensial. Memang, banyak sekali ahli asing hingga kini masih menganggap agama islam di Indonesia bisa berdamai dengan ideologi Negara.
Tetapi sebagian sudah mengetahui sejak 2-3 tahun lalu bahwa proses rekonsiliasi antara agama dan ideologi telah terwujud. Inilah capaian nasional dari NU.
Kini setelah muktamar ke-28 di Jogjakarta di penghujung tahun 1989, NU memasuki dan menggalakkan tahap transformasi ketiga, yaitu transformasi sosial ekonomi. Usai melakukan transformasi sosial ekonomi ini, NU pada saatnya akan memasuki dan menggalakkan tahap tranformasi keempat, yaitu trasnformasi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Dalam konteksi ini, Pergerakan Islam Indonesia (PMII) bisa menolong NU. Bukan saja dalam bidang BPR, melaikan dalam segenap aspek kehidupan transformasi yang digalakan NU. PMII sudah tidak selayaknya selalu memikirkan masalah-masalah yang global atau yang terlalu makro.
Bahkan telah saatnya meninggalkan cara kerja seperti partai politik. Mulailah melakukan yang praktis-praktis, misalnya belajar komputer.
Para aktivis PMII jangan takut menjadi pengangguran intelektual. PMII bisa menolong NU. Di NU banyak yang bisa dilakukan. Dulu ketika NU menjadi partai politik, ia banyak menjanjikan kursi di DPR. Tapi setelah kembali ke khittah 1926, NU menyediakan lapangan di bidang lain, bukan lagi kursi DPR. Dan lapangan itu seluas dan selebar kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Selama ini, kekuatan NU tercecer di mana-mana, termasuk dalam berbagai jaringan birokrasi. Dan, selama ini pula, mereka tidak mendapat bantuan bimbingan dari NU. Namun, batang tubuhnya masih tetap berurat dan berakar kuat di masjid, madrasah, dan pesantren.
Akan tetapi, setelah NU kembali ke khittah 1926, mereka muncul dan lapor bahwa dirinya orang NU. Jadi, keterikatan mereka dengan NU bukan keterikatan politik, melainkan keterikatan kultural dan keislaman. Walhasil, dari sepercik apa yang saya sebutkan di atas rasanya PMII bisa mengerti dan memakluminya. (*)
Suluk.id merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan