seperti yang sudah saya ulas di pembahasan sebelumnya, Sayyid Abdullah Mliwang yang makamnya berada di Desa Mliwang masih menyimpan teka-teki yang sampai hari ini masih tertutup rapat. Waliyullah yang ada di tanah Jawa yang belum diketahui dengan jelas sejarahnya, sebab tidak adanya data atau peninggalan yang bisa dikaji untuk membongkar beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan Sayyid Abdullah.
Beberapa pertanyaan masih melekat kuat, kapan Sayyid Abdullah Mliwang datang di tuban, dan tahun berapa meninggalnya? Apa peninggalannya? Bagaimana perjuangannya? Dan lain sebagainya.
Tentu saja butuh waktu yang sangat lama untuk mengkaji atau bisa menjawab pertanyaan-pertanyyan tersebut. Juga butuh orang-orang yang benar-benar ahli dibidangnya. Untuk mengetahui angka tahun yang bisa dikaji adalah batu nisannya. Pertama dilihat dari keaslian batu nisannya, umurnya, bentuk dan tulisan yang ada di batu nisan tersebut jika masih ada. Tentu ini harus mendatangkan orang yang benar benar ahli.
Yang kedua adalah candrasengkalan. Sengkalan sendiri merupakan sebuah ungkapan dalam bahasa jawa yang memiliki pola struktur tertentu dan isi tertentu yang biasanya digunakan sebagai penanda tahun. Selain kata-kata, sengkalan biasanya bisa berupa bentuk gambar, patung ataupun ornamen. Seperti contoh pada kompleks makam sunan giri terdapat gapura yang berbentuk naga kembar yang dapat diartikan “nogo loro warnaning kembar”. Nogo=8, loro=2, warnaning (warna) =4, kembar = 1. Makan dibaca angka tahun 1428 saka/1506 Masehi.
Di keraton jogja juga terdapat Di Kraton Yogyakarta misalnya terdapat ornamen naga yang menghadap ke timur dan ke barat dengan ekor yang saling melilit. Ornamen tersebut diformulasikan dalam kalimat berikut “Dwi naga rasa tunggal.”dua naga rasa satu’ Bentuk kata dwi bernilai 2, naga bernilai 8, rasa bernilai 6, dan tunggal 1. Sengkalan tersebut menunjuk angka tahun 1682 Saka (Jawa). Angka tahun tersebut menunjukkan tahun berdirinya Kraton Yogyakarta yang bersamaan dengan tahun 1170 Hijriah, dan tahun 1756 Masehi.
Maka untuk mengungkap tahun lahir/wafatnya Sayyid Abdullah bisa juga dengan mencari Candrasengkalan yang ada disekitar pesarean, jika ada.
Terlepas dari tahun dan perjuangannya yang cukup njlimet, ada beberapa yang menarik jika kita membahas Desa Mliwang, yakni tradisi atau keyakinan. Ada beberapa pantangan yang ada di Desa Mliwang, salah satunya adalah rumah warga tidak boleh menghadap utara. Tentu saja ini sangat unik, dan saya rasa ini adalah desa satu-satunya yang ada di dunia bahwa rumah tidak boleh menghadap ke utara satupun.
Para warga di Desa Mliwang meyakini bahwa jika rumahnya dihadapkan ke utara, menghadap makam Sayyid Abdullah yang berada di atas bukit sebelah utara desa, maka orang tersebut dan sisi rumah akan mendapatkan sial, bahkan bisa berujung kematian. Menurut keterangan warga, sudah ada beberapa yang membuktikan nekat menghadapkan rumahnya ke arah utara, tetapi tidak berselang lama akhirnya pintu utama rumahnya dirubah ke arah lain selain utara. Ada yang usahanya bangkrut, ada yang sakit-sakitan bahkan ada yang meninggal dunia. Wallahu a’lam.
Meski itu hanya dipercaya sebagian orang hanyalah mitos tetapi bagi warga Mliwang, kepercayaan itu masih dijaga hingga saat ini. Kita tentu tahu bahwa hidup dijawa akan mudah sekali kita jumpai pantangan-pantangan yang masih dipercaya hingga saat ini. Seperti misal tidak boleh menggelar hajatan di hari kematian orang tua, “wayahe geblake mbahe”. Anak-anak tidak boleh keluar rumah waktu surup (sore) nanti bisa diculik betorokolo. Belom lagi urusan weton.
Apapun itu, inilah tradisi jawa yang menunjukakan bahwa masyarakatnya mempunyai peradaban dan peradatan yang sangat luar biasa.

Ahli sejarah, Alumni UIN Sunan Ampel