Suluk.id – Saya benar-benar merasakan adanya atmosfir ketenangan di perhelatan konferensi cabang NU Tuban yang digelar di Ma’had Bahrul Huda, Sabtu-Minggu 24-25 Desember 2022. Melihat wajah-wajah peserta para konfercab tidak muncul wajah kesusahan. Wajahnya teduh dan menjalani setiap agenda dengan sabar.
Jika di luar sana memenangkan konfercab adalah ajang kontestasi itu salah. Saya tidak mencium aroma kontestasi tersebut. Semua mengalir begitu saja. Meskipun ada slentingan beberapa orang mencoba untuk mensetting siapa-siapa yang akan jadi Ahwa hingga menentukan siapa ketua PCNUnya tapi slentingan itu saya anggap sebatas angin lalu.
Saat pengurus PBNU mulai memimpin proses pemilihan Ahwa yang bagi sebagian orang prosesnya diprediksi lama, para peserta santai-santai saja. Mereka tetap merekok, menyeruput kopi, bincang santai, dan ha ha hi hi bersama teman-temannya. Hingga lewat pukul 24.00, proses tabulasi Ahwa masih kurang 2 MWC. Persis pukul 01.00 tabulasi selesai, kemudian dijadikan satu. Menghadapi itu semua para peserta begitu tenang. Tidak ada yang kemrungsung pengen dipercepat. Sekali lagi, semua benar-benar sedang menikmati forum tersebut.
Dari hasil rekap, Ahwanya adalah Kiai Ubaidillah Faqih, Kiai Abdul Matin, Kiai Abu Mansur, Kiai Husnan Dimyati, dan Kiai Damanhuri. Bagi saya lima kiai ini yang benar-benar ikhlas ngeramut umat. Jadi, siapapun yang terpilih untuk menjadi Rais Syuriah pasti orang yang dianggap mumpuni secara ilmu dan yang lainnya. Disepakatilah Kiai Ahsan Ghazali. Pasti, anda yang sudah banyak membaca berita di grup Whatsapp kaget. Kok beliau yang terpilih. Segera buang perasaan kaget itu. Beliau memang sosok yang tepat menjadi rais syuriah.
Setelah Rais Syuriah ditetapkan, giliran para peserta konfercab mulai memilih ketua tanfidziyah. Saat persiapan dimulai langit mulai bersuara. Persis disepertiga malam persiapa dilakukan. Disela-sela itu para peserta ada yang mengambil wudhu untuk salat tahajud. Sebagian lainnya ada yang sudah mendengkur karena kelelahan.
Panitia yang begitu kerja keras akhirnya persiapan pemilihan ketua tanfidziyah selesai. Proses pemilihan dilakukan. Peserta yang memiliki hak suara dengan cepat menuliskan siapa orang yang dipilih. Saya tidak melihat operator yang mengarahkan Anda harus memilih si A atau si B, atau mungkin pandangan mata saya kurang tajam. Para peserta memilih dari hati. Mereka berucap bismilah saat menuliskan nama-nama calon calon ketua PCNU itu.
Proses pemilihan selesai, saksi mulai diminta maju dan membacakan isi kartu suara. Suara lantang cukup menghibur. Orang yang sebagai peserta pun duduk santai mendengarkan hasil pemilihannya. Nama-nama bakal calon pun muncul. Dua nama kiai besar dipandang memiliki suara terbanyak. Yakni, Kiai Damanhuri mendapat 240 suara. Kiai Wafa mendapat 166 suara. Dua kiai inilah akhirnya akan dipilih lagi, tapi setelah ditanya kesediannya kiai Wafa memilih untuk tidak maju sebagai ketua PCNU. Tak butuh waktu lama akhirnya Kiai Damanhuri ditetapkan sebagai Ketua PCNU Tuban.
Jadi, menurut saya tidak ada yang menang atau kalah tentang konfercab NU Tuban. Justru yang ada adalah sebuah kesepakatan. Saling memahami satu sama lain. Jika memang ada orang-orang yang merasa konfercab adalah pertarungan dan mencari kemenangan, maka sejatinya mereka telah lalai bahwa di NU bukan untuk mencari kemenangan-menangan melainkan untuk berkhidmah. Apalagi jika ada hiburan gelap usai konfercab NU ini selesai.
Saya masih percaya istilah “kualat” jika ada yang berniat buruk untuk NU, sebab NU adalah organisasi kramat yang terus diiringi doa-doa para ulama. Jadi, sepantasnya bukan ucapan selamat yang disematkan pada penerima amanah ini melainkan mari kita berdoa bersama semoga NU Tuban membawa keberkahan bagi kita semua. Alfatehah
Redaktur suluk.id