Saat ini sudah tidak ada lagi guru paling hebat. Bahkan, guru bukan lagi satu satunya sumber belajar. Sebab, sumber belajar kali ini bisa didapat dari manapun. Harus, diakui jika tak mengikuti zaman guru akan tertinggal jauh dengan kemampuan murid.
Kini murid yang hanya duduk diam di kelas bisa jadi dia sedang belajar sendiri. Bahkan, senakal apapun murid justru dia punya banyak segudang ilmu.
Sebenarnya ini sudah menjadi rerasan umum. Guru bukan lagi aktor utama di kelas. Melainkan, dia adalah para fasilitator.
Guru yang memang kurang sempurna dalam sisi keilmuan sebaiknya tidak perlu menutup diri untuk belajar. Dari mana belajarnya. Murid. Sesungguhnya, guru bisa lebih banyak belajar dari para murid-muridnya. Ini terkesan aneh memang. Tapi, sejatinya perlu dicoba.
Misalkan saja, jika ada guru yang tertinggal informaso akan kajian yang didapat. Maka, bisa saja meminta muridnya yang sudah membaca wacana itu untuk mengajaknya diskusi. Memang, kadang guru gengsinya tinggi. Hanya untuk sekedar bertanya terhadap murid.
Bahkan, jika ada guru salah dan dibenarkan atau bahkan dikritik maka guru tersebut akan marah. Inilah kondisi yang umum. Padahal, sekali lagi. Apa salahnya kita belajar dari para murid.
Ada beberapa hal yang menarik jika seorang guru belajar dari seorang muridnya. Selain informasi terbaru hingga teknologi yang ndak nutut dikejar guru. Murid akan dengan mudah menjelaskan ke guru tersebut. Nah, enaknya guru akan mendapatkan dan mendengarkan pengalaman murid. Justru, inilah pelajaran mahal yang harus didapat oleh guru.
Menjadi murid dari seorang murid. Bisa menambah wawasan karakter anak. Sebab, ego guru selalu saja besar. Merasa paling tahu dan bisa segalanya. Mengaku paling di atas murid. Sudahlah, itu dulu bagi murid yang memang tak banyak alternatif sumber belajar. Kini eranya berbeda.
Manfaat belajar dari murid selain memahami dunianya. Proses pembelajaran jadi lebih renyah. Seperti tidak ada sekat antara seorang guru dan murid. Kelas akan menjadi seperti sebuah keluarga. Dan, murid tidak menganggap guru sebagai momok yang menakutkan serta memberi beban.
Kisah seorang guru yang belajar dari seorang muridnya muncul dari cerita Kiai Hasyim Asyari dan Kiai Kholil Bangkalan. Semua orang tahu, Kiai Kholil adalah gurunya para kiai di Nusantara. Semua kiai pernah menjadi murid Kiai yang ada di Bangkalan ini. Termasuk Kiai Hasyim itu sendiri.
Suatu ketika, Kiai Kholil datang ke pesantren Tebuireng Jombang. Kiai Kholil enggan diistimewakan sebagai seorang guru. Beliau dawuh jika di Jombang saat itu dirinya adalah santri dari Kiao Hasyim. Jadi, tidak ingin dibedakan dengan santri lainnya.
Karena pakewuh, Kiai Hasyim pun bersiasat. Berbicara pada Kiai Kholil dengan memposisikan sebagai guru. Lalu, meminta Kiai Kholil pindah kamar yang telah disediakan. Begitulah Kiai Kholil, beliau tetap saja nurut dengan Kiai Hasyim.
Kisah ini memberi pelajaran, meski ada seorang guru yang dengan senang hati belajar pada muridnya. Namun, adab seorang murid tetap saja akan memuliakan gurunya.
Lalu, mengapa harus malu belajar dengan murid. Jika itu, kepentingannya untuk sebuah ilmu. (*)
Redaktur suluk.id