Suluk.id – Time to Mak Tik, begitu slogan yang masih saya ingat ketika sering kali mengunjungi salah satu warung makan belakang kampus UIN SATU Tulungagung. Tepatnya jika datang ke dari kampus menuju arah timur hingga menemui pom bensin, segera berbelok ke kiri melalui sebuah jalan kampung. Lurus saja hingga menyebrangi rel kereta, kemudian berbeloklah ke kanan jika sudah menemui pertigaan kedua di sebelah SD. Tidak jauh dari belokan, sebelah kiri jalan akan disambut warung dengan tulisan “Warung Mak Tik”. Entah tulisan itu nanti masih ada atau tidak nya. Tapi jelas, warung tersebut menjadi satu-satunya warung makan di deretan itu.
Begitulah, seolah-olah para senior wajib mengenalkan Mak Tik pada setiap generasi berikutnya. Jika ingin masakan dengan rasa mantap, porsi jumbo, tentunya ramah pada kantong mahasiswa yang biasanya pas-pasan, maka langsung menujulah ke Warung Mak Tik. Karena prinsip menjadi mahasiswa “tidak ada aksi jika tidak ada konsumsi”. Mak Tik pun jika dihitung-hitung pengaruhnya kepada setiap keberhasilan mahasiswa, beliau banyak menyumbang porsi bagian dari keberhasilan itu.
Selama di Tulungagung, saya berkesempatan berinteraksi langsung dengan Mak Tik tentu menjadi kesempatan berharga. Beliau akrab dan banyak menganggap mahasiswa langganan nya juga sebagai anak sendiri. Tidak segan terkadang beliau dalam melayani memberikan bonus tambahan kepada saya di waktu-waktu last minute akan tutup warungnya. Atau mungkin modus saya saja yang terkadang sengaja datang paling akhir. Akan tetapi tidak mungkin hanya saya yang berkesempatan lebih dekat berinteraksi dan mendapatkan bonus-bonus tersebut.
Kenangan lainnya yang masih membekas yakni sesuai dengan taglinenya: time to Mak Tik, beliau hampir siap sedia dengan kebutuhan waktu makan mahasiswa. Tak luput misalnya pada waktu bulan Ramadhan. Tepat pada waktu-waktu menjelang berbuka puasa. Atau hampir semua pelanggan mahasiswa akan mengenang pukul dua malam dengan rasa kantuk harus siap mengantri di antara puluhan orang untuk makan sahur atau sekedar membeli lauk pauk.
Sabtu 24 Mei 2025, mahasiswa, khususnya UIN SATU Tulungagung tengah berduka lintas generasi. Mak Tik sudah membuka warungnya puluhan tahun dengan konsep yang masih sama sejak kampus berdiri dengan nama STAIN, IAIN, sampai saat ini menjadi UIN SATU Tulungagung. Maktik bersama suaminya yang kerap kali menunjukan keharmonisan mereka, menyulap warungnya sebagai warung makan legendaris yang telah banyak membantu ikut andil kesuksesan mahasiswa. Mungkin tidak hanya mahasiswa, banyak perantauan juga yang telah merasakan rasa mantap dan porsi jumbo dari Mak Tik.
Begitu review jujur dari salah satu teman saya yang juga pernah merantau di Tulungagung akan tetapi bukan sebagai mahasiswa. Ia pun mengatakan dengan kisaran harga 6 sampai 12 ribu rupiah seporsi nasi dengan lauk sepotong ayam, sayur, sambal goreng, dan krupuk. Atau menu lainnya dengan porsi memasak wajan-wajan besar yang sangat beranekaragam pilihan membuat pelanggan tidak bosan. Tentu yang terpenting terasa lebih kenyang dan ssngat murah.
Hari ini ratusan bahkan ribuan orang tengah memanjatkan do’a, bersaksi akan kebaikannya, sekaligus mengenang sosok Mak Tik dengan warungnya. Hal itu mengiringinya serta menjadi bekal menghadap kembali kepada Allah SWT dengan tenang dan dimasukan ke dalam kategori husnul khotimah.
Banyak pelajaran berharga dari sosok Mak Tik, Mak Kitun, seorang penjual Nasi Pecel Legendaris yang lebih dahulu berpulang beberapa saat yang lalu, dan mungkin masih banyak lagi di luaran sana, di kampus manapun yang serupa Mak Tik dan kebaikannya. Mereka banyak memberikan sumbangsih untuk mendukung kemajuan bangsa. Bukan keuntungan banyak yang mereka ambil, di sisi lain rasa welas asih kepada orang lain yang membutuhkan menjadi kunci kesuksesan yang tidak hanya di dunia, melainkan menghantarkan hingga di akhirat kelak. Al Fatihah. (mrc).

Islamic digital activist. Mugi Barokah Manfaat