Al- Qur’an merupakan mukjizat terbesar yang berhasil menarik perhatian umat manusia di planet ini. Tidak hanya dunia Timur yang menjadikan Al- Qur’an sebagai objek penelitian, akan tetapi dunia Barat pun juga mengakui urgensi pengembangan studi Islam dalam bidang studi Al- Qur’an. Studi Al- Qur’an di dunia Barat telah mengalami perjalanan sejarah yang sangat panjang. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya tokoh orientalis seperti Iqnaz Goldziher (m. 1921), Theodor Noldeke (M.1930) serta Edward Sell (m.1932).
Merespon hal ini, sarjana Barat membagi orientalis menjadi dua golongan: pertama, Tradisionalis yang menerima sumber- sumber tersebut apa adanya (descriptive approach). Kedua, revisionis yang sangat kritis dengan berbagai sumber tersebut (source criticism) ataupun skeptik sama sekali dan tidak mau menerima sumber- sumber tersebut (skeptic approach).
Dengan adanya hal tersebut, memunculkan beragam reaksi yang dikemukakan oleh cendikiawan muslim. Sebagian dari mereka berusaha untuk menentang kajian para orientalis khususnya pada golongan revisionis. Hal ini dapat dilihat di dalam buku “Approaches to Islam in Religion Studies” yang dikutip Yusuf Rahman bahwasanya sebagian besar penelitian mereka didasarkan pada “tuduhan dan asumsi palsu”.
Lain halnya dengan Fazlur Rahman, dia berargumen bahwasanya tidak masalah kiranya pihak sarjana non- muslim mengkaji Islam, selama hal tersebut dilakukan dengan tanpa bias, open minded serta memiliki kriteria keilmuan yang layak. Selaras dengan hal ini di dalam buku Kaidah Tafsir karangan Prof Quraisy Shihab, bahwasanya beliau berargument: “tidak semua penafsiran yang dikemukakan oleh berbagai aliran dan sarjana Barat merupakan ide yang keliru atau negatif. Pasti ada di antaranya yang baik dan baru serta dapat dimanfaatkan untuk memperluas cakrawala, bahkan penafsiran Al- Qur’an”
Dalam hal ini, penulis akan memberikan satu contoh pemikir non muslim yang karyanya dapat diperhitungkan yaitu Toshihiko Izutsu. Izutsu merupakan pemikir non- muslim yang mendalami kajian ke- Islaman, kajian Al- Qur’an, filsafat Islam, dan juga Tasawuf. Dalam hal ini Izutsu sangatlah konsisten dan serius dalam mendalam studi Al- Qur’an, keseriusanya dapat dilihat dengan menerjemahkan Al- Qur’an kedalam bahasa Jepang pada tahun 1957, tidak hanya itu pikiran, ide pokok, metodologi dan juga karya- karyanya menjadi bahan rujukan di masa sekarang, diantaranya metodologi yang diperhitungkan atau dijadikan sebagai bahan rujukan oleh intelektual muslim sekarang yaitu tentang metodologi semantik Toshihiko Izutsu.
Oleh karenanya penulis menyimpulkan bahwasanya tidak semua gagasan, ide pokok sarjana non muslim itu buruk atau bias, hal ini dapat dilihat dari beberapa tokoh non muslim yang memiliki pengaruh dalam pengembangan wawasan dunia ke Islaman. Maka dari itu apakah temen- temen masih memandang negatif semua karya, ide pokok, gagasan, serta metodologi sarjana Barat dalam mengakaji studi Al- Qur’an.
Oleh Faisal Nur Rohman
Mahasiswa Ilmu Al- Qur’an dan Tafsir
UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung