Saya hadir saat peringatan tujuh hari Kiai Maimun Zubair di Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang. Ada beberapa poin ceramah yang disampaikan KH Abd. Qoyyum Manshur.
Pertama, Gus Qoyyum menyampaikan Mbah Maimoen dapat riwayat dari Syekh Yasin al Fadani, dari Syekh Asyraf Ali at Tahanawi India; ada orang yang dzikir dengan suara keras, doa juga keras. Nabi dawuh: biarkan saja orang itu. Itu namanya Awwah. Ada ketertarikan kepada Allah yang sangat. Ma fi qalbihi illa Allah.
Kesamaan dengan Mbah Maimoen (seperti yang disampaikan KH. Ubab Maimoen) bahwa dalam diri Mbah Maimoen itu “ma fi qalbihi illa Allah”.
Kedua, tentang maut. Di Alquran disebut sebanyak 50 kali kalau “mautah” disebut 3 kali. Pertama kali disebut dalam Alquran sebagai sifat manusia: “hadzara al maut”. Manusia itu punya sifat takut mati. Terkadang ada orang yang amalnya sudah banyak, tapi takut mati, karena ia takut tidak husnul khatimah. Tetapi sebaliknya ada orang yg amalnya sedikit santai saja tidak takut mati.
“Terakhir kata maut dalam Alquran yaitu “alladzi khalaqal mauta wal hayata liyabluwakum ayyukum ahsanu amala”. Liyabluwakum, untuk menguji siapa yang paling baik amalnya,” ujar Kiai asal Lasem itu.
Kemudian, Psikologi Alquran. Bahwa kematian itu ada hubungan antara yg mati dan yang ditinggal. Antara ayah-anak dan sebaliknya. Dalam Alquran, kata “ya abati” disebut sebanyak 8 kali, kata “ya bunayya” sebanyak 6 kali, dan kata “ya baniyya” sebanyak 4 kali. Kenapa begitu? Para ahli tafsir meneliti: “ya abati” isinya tentang tauhid. Contoh: “ya abati la ta’budis syaithan”. Begitu juga dengan “ya bunayya” dan “ya baniyya”. Contoh: “ya bunayya la tusyrik billah”. Jadi komunikasi bapak ke anak dan anak ke bapak itu intinya tentang tauhid. Maka ujung-ujungnya adalah “fala tamutunna illa wa antum muslimun”, inilah pesan utamanya.
“Syekh Abd Qadir al Munawi (pen: barangkali nama ini salah mohon dikoreksi) berkata: Imam muslim akan wafat masih mencari hadits. Kata Imam Muslim: jangan masuk kamarku, aku sedang mencari hadits. Kemudian disediakan kurma banyak untuk persediaan malam itu yg digunakan mencari hadits. Pagi hari, haditsnya ketemu dan beliau wafat. Luar biasa orang yg aktifitasnya baik dan wafat dalam kebaikan yaitu mencari haditsl,” terangnya.
Kemudian, Gus Qoyyum melanjutkan Abdullah Ibnu Mubarak kaya. Biasa bayari hutangnya orang lain. Imam Ghazali dawuh dalam Ihya: Ibnu Mubarak walaupun kaya tapi ketika mau wafat, ia memposisikan diri sebagai orang fakir. Ia minta kepalanya ditaruh di atas tanah. Kemudian Ibnu Mubarak berkata: doaku, ya Allah kulo nyuwun nek urip dadi sugih nek mati koyo wong faqir.
Saat menyinggung tentang Kiai Maimun, Gus Qoyyum mengatakan Mbah Maimoen senang shalawat. Memulyakan habaib dan ulama.
“Ma’la itu asalnya “ats saniyyatul ulya” sedangkan “ats saniyatul sufla” jadi misfalah. Baca buku sejarah. Lihat atlas hadits,” tuturnya.
Dilanjutkan, Kiai Qoyyum menyampaikan pernah Nabi dawuh
ادفنوا موتاكم وسط قوم صالحين
“Kuburkanlah orang-orang mati kalian di tengah kaum shaleh”.
Dalam kitab Fadhoilul buldan, karya Husamuddin al Hindi, kuburan itu milih yang ada orang shalehnya, yang ada kiainya. Walaupun dimana saja kalau tidak ada orang shalehnya ya kurang baik. Maka cari yang ada orang shalehnya.
“Lha Mbah Maimoen ini sudah dimakamkan di tanah haram juga dikelilingi oleh orang-orang shaleh,” katanya.
Selanjutnya, Kiai Qoyyum menukil ayat Alquran.
“Ya baniyya la tadkhulu min babin wahidin wadkhulu min abwabin mutafarriqah”. Artinya; “Hai anakku, jangan kalian masuk dari satu pintu, masuklah dari pintu yang berbeda-beda.
“Ayat itu tafsirnya macam-macam ada yang karena penyakit ain, karena keamanan dan lainnya. Dawuhe tiyang sepuh, ayat itu termasuk menunjukkan adanya anak itu harus punya keahlian yang beda-beda tapi muaranya satu. Kepada “sirah” atau sejarahnya orang tua,” pesannya.
Kiai Qoyyum pun membahas tentang Sayyid Alawi al Maliki yang tidak lain adalahnya gurunya Mbah Maimoen. Beliau mengatakan Sayyid Alawi pernah diundang mantenan oleh orang Badui.
“Bib kulo aturake ngakadake anak kulo,” kata orang badui bilang kalau rumahnya dekat. Jadi cukup jalan kaki. Ternyata jalan berjam-jam di gurun tidak sampai-sampai jauhnya luar biasa. Pagi sampai sore baru sampai.
Padahal dia bilang: “qurayyib” (tashghir dari “qarib” yang berarti sangat dekat). Dasar orang A’rabi (Badui). Tapi Sayid Alawy tetap sabar.
Kemudian, Syekh Yasin al Fadani hubungannya sangat erat dengan Mbah Maimoen. Sabdanya berbobot. Cocok untuk orang awam dan khawash. Begitu juga Mbah Maimoen. Syeh Yasin juga terkadang guyon. Beliau pengarang kitab Fawaidul Janiyyah. Satu ketika Syeh Yasin pernah ngajak jalan-jalan Mbah Manshur (Ayahnya Gus Qoyyum) ke pasar, melihat apakah kitab karangannya laku di pasaran. Syeh Yasin tanya kepada penjual kitab: “Kitab ini (Fawaidul Janiyyah) laku apa tidak? Penjual menjawab: “ya laku, laris juga”. Penjualnya tidak tahu kalau yang tanya itu Syeh Yasin pengarang kitab. Dengan bercanda, Syeh Yasin lantas berkata kepada Mbah Manshur: “lho kitabku laris kan”.
Penulis: Terompah Kiai, Pendidik dan Anggota LTN PC. NU Kab. Tuban
Mantul kak…. Gus qoyyum sangat bisa menginspirasi kita dari isi ayat ayat alquran…. Makasih. (baca2 di sela2 nunggui anak tpa)