Dalam urusan keberpihakan, Gus Baha adalah Gus Dur dalam tubuh yang berbeda. Beliau berdua tak hanya pro orang awam dan rakyat kecil, tapi kerap “memberi pelajaran” orang-orang besar langsung di hadapan orang-orang kecil.
“Kowe ki mubaligh mosok ning kene (tempat ngaji Gus Baha) kok kayak cah TK playgroup,”
“Nek wong ngaji ning awakmu kan kudu mbayar, ya kudu mbayar. Tapi nak awakmu ngaji ning aku ra sah mbayar,”
Kalimat-kalimat semacam itu, seringkali dilempar Gus Baha saat ngaji tafsir Jalalain di Kragan, Narukan. Sebuah gojlokan yang amat dalam dan punya maksud nasehat. Sebab, mayoritas murid Gus Baha kebanyakan sudah mubaligh cukup terkenal.
Meski terkesan bergurau, kalimat-kalimat sinis itu biasa diucap Gus Baha untuk mengkritik mubaligh yang kerap mengkapitalisasi ilmu berorientasi uang, tapi lupa dan enggan belajar lagi.
Gus Baha, memang amat kerap mengkritik mereka yang kerap menguangkan ilmu agama, terlebih mereka yang bermodal popularitas tapi minim ilmu.
Gus Baha tentu tak hanya mengkritik para muridnya saja. Di hadapan Gus Baha, orang kaya atau pejabat atau mubaligh yang kebetulan-cangkemnya-jauh-lebih-besar-daripada-ilmunya, pasti bakal digojlok dan dihajar habis-habisan. Untuk urusan semacam itu, Gus Baha tak pernah pandang bulu.
Kita tentu ingat saat Gus Baha diundang ke Kantor PBNU. Di depan majelis, beliau bilang: ini show dakwah. Lebih ke show. Yang benar-benar dakwah itu yang sekarang ngajarin ngaji di kampung. Dan ini ada kesalahan. Sebab mondoknya cuma 3 bulan. Jadi tak bisa membedakan mana yang show dan mana yang dakwah.
Dan kita tahu, kalimat: “sebab mondoknya cuma 3 bulan” adalah kalimat gojlokan yang Gus Baha tujukan pada salah satu oknum petinggi PBNU yang hadir di dekatnya kala itu.
Kita juga akan ingat bagaimana Gus Baha menggojlok Dubes Indonesia untuk Arab Saudi, saat Gus Baha diundang dalam acara haul ke 31 KH Ali Maksum Krapyak Yogyakarta. Gojlokan yang sejak mukadimah hingga akhir gemanya tak hilang.
“Kalau tadi ada orang yang ahli mic kayak duta besar itu luar biasa, orang kok sampai ngawur seperti itu di depan para kiai,”
ucap Gus Baha pada hadirin, termasuk Duta Besar.
Di bermacam agenda, Gus Baha sering bilang kalau ngaji umum bukan spesialisasinya. Beliau spesialis ngaji urut, dan itu berbasis kitab. Karena itu, jika sekadar berbicara ndobos di depan mic itu bukan keahliannya.
Jika petinggi PBNU dan Dubes Indonesia untuk Arab Saudi saja digojlok di depan banyak orang, tentu kita bisa membayangkan bagaimana nasib mubaligh-mubaligh yang-hanya-mengandalkan-kemampuan-ndobosnya kala bertemu beliau.
Dalam perihal dan kasus lain, Gus Baha juga sering membahas perkara-perkara orang awam. Seperti misalnya, saat seorang fulan meminta beliau menghukumi hukum merokok.
Gus Baha langsung menghalalkan rokok bagi si fulan. Sebab, hanya merokok satu-satunya hiburan yang masih bisa dinikmati si fulan. Jika merokok pun diharamkan, betapa tersiksanya hidup si fulan, itu pertimbangan Gus Baha.
Gus Baha memang kerap berpihak pada orang-orang awam. Jika hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas, Gus Baha justru sebaliknya: tajam ke atas dan tumpul ke bawah.
Dalam beberapa hal, Gus Baha kerap mengingatkan saya akan Gus Dur. Terutama soal kesederhanaan dan kesukaannya guyon. Meski, cara guyonnya sedikit berbeda, tentu saja.
Selain kesederhanaan perilaku dan cara beliau berdua dalam membercandai hidup, Gus Baha dan Gus Dur punya kemiripan dalam hal membela orang awam. Bahkan, bisa dibilang sangat berpihak pada masyarakat awam dan rakyat kecil.
Kemiripan Gus Baha dan Gus Dur
Yang saya kenang dari Gus Dur, beliau adalah pembela orang lemah. Pembela rakyat kecil. Pembela minoritas dan pembela apapun yang berhubungan dengan ketertindasan kaum minoritas terhadap kaum dominan mayoritas.
Gus Dur, bisa langsung bereaksi jika ia mendengar ada orang lemah yang diperlakukan sewenang-wenang. Gus Dur, akan langsung meradang jika ia mendengar ada rakyat jelata yang diperlakukan secara tidak adil.
“Kalau ingin membuat Gus Dur marah, berilah dia informasi bahwa ada orang lemah yang diperlakukan sewenang-wenang,” tulis Mahfud MD dalam salah satu bab di buku berjudul Setahun Bersama Gus Dur.
Tentu kita semua ingat bagaimana Gus Dur memecat orang-orang besar di masa pemerintahannya. Orang-orang berwibawa nan dihormati dipecat begitu saja oleh Gus Dur karena mereka tidak jujur. Sebuah pemecatan yang mungkin berdampak pada dijegalnya Gus Dur.
Saat Gus Dur memecat orang-orang besar itu, hakikatnya, adalah contoh betapa beliau benar-benar memberi pelajaran dan sedikit mempermalukan “orang-orang besar” itu, langsung di hadapan rakyat kecil.
Dalam urusan keberpihakan, Gus Baha adalah Gus Dur dalam tubuh yang berbeda. Beliau berdua tak hanya pro orang awam dan rakyat kecil, tapi kerap “memberi pelajaran” orang-orang besar langsung di hadapan orang-orang kecil. (*)