Suluk.ID
Thursday, May 15, 2025
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
No Result
View All Result
Suluk.ID
Home Ngilmu

Kisah Mbah Moen Pilih Barisan Belakang Saat Shalat Jumat

by Edy Purnomo
January 16, 2020
in Ngilmu
Kisah Mbah Moen Pilih Barisan Belakang Saat Shalat Jumat
Share on Facebook

Suluk.id – Almarhum KH. Maimoen Zubair, atau lebih sering dipanggil Mbah Moen, semasa hidup adalah seorang kyai kharismatik dari Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Santri-santrinya dari Pondok Pesantren Al Anwar menyebar di seluruh wilayah Indonesia bahkan sampai mancanegara.

Sebagai seorang ulama teladan, beliau menjadi tempat konsultasi dan curhat bagi lintas kalangan. Mulai dari petani, nelayan, pedagang, santri, sesama kyai, tokoh politik, budayawan, dan masih banyak lagi.
Sikap yang selalu tawadhu dan keilmuan yang luas membuat beliau disegani banyak orang. Terutama bagi orang-orang yang masih nyantri ataupun pernah nyantri di sana. Sehebat apapun santri itu, kalau sudah diminta membaca dihadapannya pasti akan keluar keringat.

“Saya termasuk orang yang beruntung karena pernah disuruh baca kitab dihadapan Mbah Moen,” kata KH Bahauddin Nur Salim atau Gus Baha, di Ponpes asuhannya di Desa Narukan, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang, Rabu (15/1/2020).

Tapi kisah yang diceritakan di sela pengajian kita tafsir Al Jalalain ini, tidak bercerita tentang bagaimana Gus Baha membaca kitab di hadapan guru yang sangat beliau hormati . Tetapi tentang seorang temannya yang sama-sama pernah mondok di sana.

Sahabat Gus Baha, Khusnan namanya, seorang kyai yang sudah terbiasa menjadi khatib dan imam Shalat Jum’at di masjid. Pada suatu Jumat, seperti biasa teman Gus Baha ini memakai pakaian terbaik termasuk jas untuk memberikan khutbah Shalat Jumat.

Saat kutbah itulah, teman Gus Baha baru tahu kalau di barisan shof terdepan ada yang sosok yang sangat dia kenal yakni Mbah Moen. Betapa kaget sang murid ini sehingga dia kutbah dengan perasaan gugup. Bahkan sampai jatuh sakit setelah sholat Jumat karena perasaan tidak enak.
Mendengar temannya sakit Gus Baha kemudian datang menjenguk. Beliau kemudian menemani Khusnan untuk sowan ke Mbah Moen. Mendengar cerita ini, sikap Mbah Moen justru di luar perkiraan.

“Kalau begitu aku di belakang saja,” kata Mbah Moen.

Semenjak saat itu, Gus Baha bercerita Mbah Moen hampir selalu datang di belakang dan tidak pernah berada di bagian shof depan ketika Shalat Jumat. Beliau tidak ingin orang atau muridnya yang menjadi khatib dan imam shalat merasa segan dengan kehadirannya.
Ternyata kyai besar lain, Mbah Sahal, juga melakukan hal yang sama. Pernah hal ini ditanyakan dan jawaban beliau sangat singkat.

“Kalau aku di depan, terus khatib e pie toh le le?”. Maksudnya kurang lebih sama. Bagaimana perasaan khatib itu ketika mengetahui orang yang sangat dihormati atau bahkan menjadi gurunya ada di depannya? Itu sama dengan perasaan diminta baca kitab di depan gurunya.

Edy Purnomo

Tinggal di Tuban, menulis di Suluk.id

Previous Post

Gus Baha, Gus Dur dan Keberpihakan terhadap Rakyat Kecil

Next Post

Ingatlah Pesan Imam Al-Ghazali Bila Temanmu di Grup WA Menjengkelkan

Related Posts

Pandangan NU Tentang Tadabbur Alam

Pandangan NU Tentang Tadabbur Alam

by Redaksi
May 12, 2025
0

Tadabur alam merupakan bentuk perenungan mendalam terhadap ciptaan Allah SWT yang mengajak manusia untuk menyadari kebesaran dan keagungan-Nya. Dalam tradisi...

Menumbuhkan Manusia Merdeka: Menyatukan Gagasan Pendidikan Ki Hajar Dewantara dan Paulo Freire untuk Pendidikan Indonesia

Menumbuhkan Manusia Merdeka: Menyatukan Gagasan Pendidikan Ki Hajar Dewantara dan Paulo Freire untuk Pendidikan Indonesia

by suluk
May 4, 2025
0

Pendidikan bukan sekadar proses transfer ilmu atau mengisi kepala anak dengan pengetahuan. Lebih dari itu, pendidikan adalah proses memanusiakan manusia....

Membaca Optimisme Masa Depan Pendidikan Indonesia

Membaca Optimisme Masa Depan Pendidikan Indonesia

by Mukani
May 1, 2025
0

Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun 2025 ini mengambil tema Partisipasi Semesta, Wujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua. Sejak era Presiden...

Mbah Canthing Sebagai Lurah Pertama Desa Mlorah

Filosofi Nyadran dan Akulturasi di Desa Mlorah

by Mukani
April 24, 2025
0

Tradisi nyadran di Desa Mlorah Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk tahun ini digelar hari Jumat Pahing, tanggal 25 April 2025. Ini...

Next Post

Ingatlah Pesan Imam Al-Ghazali Bila Temanmu di Grup WA Menjengkelkan

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sosial Media

Terkait

Perspektif Humanis dari Dr. Dzinnun Hadi dalam Bincang-Bincang Wanita Karir

Perspektif Humanis dari Dr. Dzinnun Hadi dalam Bincang-Bincang Wanita Karir

May 15, 2025
Sejauh Kaki Melangkah, Aku Akan Akan Kembali

Sejauh Kaki Melangkah, Aku Akan Akan Kembali

May 14, 2025
Membangun Komitmen dan Menebar Berkah: Refleksi Dr. Mutrofin tentang Peran Wanita Karier di Era Modern

Membangun Komitmen dan Menebar Berkah: Refleksi Dr. Mutrofin tentang Peran Wanita Karier di Era Modern

May 14, 2025
Suluk.id - Merawat Islam yang Ramah

Suluk.id termasuk media alternatif untuk kepentingan dakwah. Dengan slogan Merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan.

Suluk.ID © 2025

  • Redaksi
  • Tentang
  • Disclaimer
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen

Suluk.ID © 2025