Penulis : Andi Sahaja
Sangat lumrah jika kita merasa bahagia ketika diakui oleh orang lain. Hal ini sangat manusiawi, mengingat manusia memiliki kesadaran bahwa dirinya ada. Dan konsekuensi dari merasa bahwa dirinya ada adalah ingin diakui bahwa dirinya ada oleh orang lain.
Tidak ada habisnya manusia mencari pengakuan. Bentuknya saja yang berubah-ubah. Di masa sekolah, kita bisa melihat banyak murid yang berlomba-lomba menjadi paling pintar, atau saat main game atau ps konsole kita sangat sulit menerima kekalahan karena ingin diakui bahwa kita pro dan tidak kalahan alias cemen atau nube.
Dalam circle jenis apapun, entah pertemanan, persahabatan, keluarga atau pekerjaan, ketika berbicara pengakuan isinya adalah perbandingan dan perbandingan. Siapa yang paling sukses, paling loyal, paling solid, paling nurut, paling baik, paling cakap dan paling paling lain dibandingkan orang lain. Tidak ada habisnya.
Pertanyaannya sekarang, kenapa orang-orang berusaha mati-matian mencari pengakuan? Apakah baiknya kita harus menghindarinya atau jangan-jangan kita memang harus mencari pengakuan sebanyak-banyaknya dari orang lain agar kita bisa survive untuk hidup di dunia ini?
Abraham Maslow, ahli Psikologi Humanistik mengemukakan bahwa manusia itu selalu termotivasi untuk memenuhi kebutuhan dasarnya secara bertahap. Pertama, ada kebutuhan fisiologis: makan, minum, tidur dll. Kedua, ada kebutuhan rasa aman: terbebas dari kekerasan, kedamaian. Dan setelah memenuhi dua jenis kebutuhan tersebut, manusia kemudian akan berusaha akan memenuhi kebutuhan akan cinta dan penerimaan dari orang lain.
Di sini peran penerimaan atau pengakuan dari orang lain muncul sebagai kebutuhan yang wajib dipenuhi. Ketika kita diakui sebagai teman yang baik, pasangan yang romantis, orang paling kaya dan sukses, orang paling berprestasi atau sebagai anak yang berbakti, kita bisa jadi lebih yakin bahwa diri kita diterima di lingkungan tempat kita berada (hidup) dan kita akan berasumsi bahwa orang-orang menyukai kita.
Dan ternyata, menurut Abraham Maslow, manusia tidak hanya cukup diterima oleh orang lain, kita juga butuh untuk punya yang namanya Self Esteem atau harga diri yang baik. Makanya kita mencari yang namanya pengakuan. Pengakuan orang lain tentang kemampuan kita, sebenarnya adalah sumber validasi bahwa kita adalah seseorang yang keren, unggul dan berbeda.
Di zaman kita hidup saat ini, dimana makanan dan minuman dapat diproduksi dan didapatkan dengan mudah, terbebas dari peperangan, dan semuanya merasa aman, manusia kemudian menghabiskan seluruh energinya hanya untuk memperoleh penerimaan atau pengakuan dari orang lain dan juga mendapatkan Esteem atau harga diri yang melekat pada dirinya. Maka tidak heran banyak manusia sekarang, berlomba-lomba mencari pengakuan dengan sebegitu riuhnya dan sebegitu gilanya hanya untuk memperoleh pengakuan dari
orang lain. Bahkan, makanan dan minuman sampai dijadikan sumber harga diri. Ngerti Starbucks? KFC? atau McD?
Social acceptence atau penerimaan (pengakuan) dari orang lain merupakan faktor paling berpengaruh dalam membentuk harga diri atau self esteem. Lalu, bagaimana jika kita gagal mendapatkan pengakuan tersebut? Menurut hasil penelitian dari Abraham Maslow, orang yang merasa harga dirinya baik, ia akan merasa puas dalam hidupnya dan juga masa depannya. Sebaliknya, orang dengan self esteemnya rendah, ia akan mempunyai resiko terkena masalah-masalah psikologis atau gangguan mental seperti depresi dan kawan- kawannya.
Jadi, sudah jelas bukan mengapa banyak manusia hari-hari ini sering mengalami depresi akut yang tidak berkesudahan? Terkhusus anak muda yang hidup di fase quarter life crisis. Tapi, jangan juga berlebihan dalam mencari pengakuan dengan menampilkan berbagai kebodohan. Justru akan menjadi bumerang dan berakibat fatal bagi harga diri manusia itu sendiri. Alih-alih mendapat pengakuan, malah justru menambah beban mental.
Dan yang menjadi kritik dari kondisi ini adalah sikap kita terhadap mental illness terkadang atau bahkan seringnya masih keliru dan kurang tepat. Banyak orang yang belum bisa memberikan perhatian kepada seseorang yang mengidap penyakit mental. Justru yang terjadi malah mendiagnosanya dengan pasti bahwa depresi misalnya, disebabkan oleh kesurupan dan gangguan jin. Padahal, yang sebenarnya terjadi adalah gagalnya manusia dalam mencapai kebutuhan self esteemnya.
Dengan ini, kuhaturkan permintaan maaf yang terdalam kepada setan yang telah menjadi kambing hitam atas segala permasalahan hidup manusia.
Suluk.id merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan