Saya harus banyak membaca untuk mencari tahu tentang siapa sosok KH Hasyim Jalakan. Saat itu Ramadan 2019 saya berkunjung ke daerah Padangan Bojonegoro. Tak jauh dari jalan utama ada Masjid KH Hasyim Jalakan.
Mungkin tak banyak yang kenal sosok Kiai Hasyim ini. Adalah salah satu tokoh besar, yang hidup pada tahun sekitaran tahun 1852an hingga 1942. Dulu ulama asli Padangan ini menjadi rujukan ulama di jawa. Bahkan ulama besar di Jawa Timur dan Jawa Tengah dulu santri KH Hasyim.
Saya bertemu Pengasuh Pesanteren Al Mushthofa di yang lokasinya tak jauh dari masjid. Namanya, Mochammad Zainal Arifin. Dia menjelaskan, bahwa KH Hasyim Jalakan itu sebenarnya bukan asli Jalakan. Aslinya adalah Desa Ngasinan Padangan.
”Kelahirannya sekitar 1800an mas,” ujarnya tanpa bisa memastikan tahunnya. Kemudian KH Hasyim meninggal sekitar tahun 1942 atau saat tentara Jepang masuk Indonesia.
Sedangkan bagaimana kisah KH Hasyim semasa hidupnya, dirinya mengaku tidak mengetahui secara rinci. Hanya cerita sedikit yang dia mendapatkan cerita turun menurun dari sang ayah dan kakeknya.
Bahwa KH Hasyim ini dulunya adalah Kiai besar pada jamannya. Bahkan KH Hasyim ini adalah ulama satu angkatan dengan KH Hasyim Asyari pendiri oraganisasi Nahdlotul Ulama (NU). ”Beliau ini (KH Hasyim Jalakan, Red) teman satu angkatan dengan KH Hasyim Asyari saat di pesantren Kyai Kholil Bangkalan,” ujarnya.
Karena satu angkatan di pesanteren itu, kemudian soal keilmuan dan kebesaran pengaruhnya kedua tokoh ulama ini tak jauh beda.
Sehingga, semasa hidupnya setelah keluar dari pondok Kyai Kholil, lantas mendirikan pesantren di Jalakan. Bahkan KH Hasyim mengarang kitab Shorof yang fenomenal yang di kenal dengan Tasrifan Padangan.
Tasrifan ini menurutnya, beda dengan tasrifan yang selama ini banyak dikenal oleh masyrakat yakni Al-Amtsilah at-Tashrifiyyah yang dikarang oleh KH M Ma’shum, kemudian dikenal dengan Tasrifan Jombang.
Dengan kitab karangannya itu, dulu banyak menjadi acuan tentang keilmuan shorof di pesantren. ”Makanya dulu orang tua bilang, di tanah jawabisa melek bahasa arab karena Mbah Hasyim, Maksudnya itu ya Mbah Hasyim Jalakan dan Mbah Hasyim Asyari,” jelasnya.
Selain mengarang kitab tasrifan, KH Hasyim dulunya juga menerjemahkan kitab ilmu Nahwu. Seperti kitab Al Maqsud, Imriti dan Alfiah ke dalam bahasa jawa.
Sehingga, tak heran menurut Arifin, dulunya KH Hasyim ini terkenal sampai manca negara. Sebab konon cerita yang diketahui santri KH Hasyim ini sampai di Singapura dan Malasyia. Sedangkan dijawa sendiri santri-santrinya menjadi kyai besar. ”Salah salah satunya KH Bisri Mustofa atau ayah Gus Mus Rembang itu dulu juga santri sini,” ujarnya.
Bahkan tidak heran saat wafatnya KH Hasyim dulu, dari kisah yang dia dapatkan dari orang tuanya begitu banyak yang berdatangan. Bahkan saat perosesi pemakaman keranda jenazah KH Hasyim berjalan sendiri.
”Saat KH Hasyim meninggal bapak saya masih kecil, katanya jenazah beliau berjalan sendiri karena sangking banyaknya yang takziah membuat banyak yang ingin membawanya,” jelasnya.
Hanya saja menurutnya, meski kisa hidup beliau dan karangan-karangnnya besar sebagai kontribusi keilmuan bahasa arab nama KH Hasyim ini tak memiliki penerusnya. Bahkan saat ini bekas pesantrennya dulu sudah tidak ada.
Hanya menyisakan bekasnya dan masjid yang diberi nama masjdi KH Hasyim Jalakan dan rumah peninggalannya yang sudah dipugar dan ditempati oleh cucunya. Bahkan semasa dirinya kecil bentuk pondok pesantren KH Hasyim juga sudah tidak ada. Hanya tinggal rumahnya. Tapi kini kemudian dipugar.
Bahkan kitab-kitab milik KH Hasyim saat ini tidak jelas dimana. Bahkan karangan KH Hasyim sulit untuk dicari. Selain itu, selama ini informasi kisah KH Hasyim samgat minim. Tak pernah tertulis dalam buku sejarah. Seperti bagaimana kisah saat perjuangan masa penjajahan, dirinya dan warga lain tidak ada yang tahu. Kisah KH Hasyim hanya diketahui dari kisah mulut ke mulut.
Apalagi cucunya banyak yang tidak bergelut di dunia pesantren. Banyak yang keluar kota. Sehingga kisah kebesaran KH Hasyim semkain tenggelam.
Hanya saja yang pasti lanjutnya dulu KH Hasyim sangat disegani di Jalakan. Sangkit senangnya masyarakat Jalakan Kepada KH Hasyim. Warga Jalakan mewakafkan tanahnya untuk dijadikan menjadi akses jelan menuju pesantrennya. Yang mana jalan itu sekarang menjadi jalan utama dari jalan Bojonegoro – Cepu untuk masuk ke Masjid KH Hasyim Jalakan. ”Lalu jalan yang lama ditutup warga, saking senangnya masyrakat sini,” jelasnya.
Lalu peninggalan yang lain menurutnya di Dusun Jalakan ini tidak ada lagi. Seperti kebudayaan dan kebiasaan juga tidak ada. ”Disini layaknya masyarakat NU pada umunya, tidak ada yang kusus,” imbuhnya.
Kemudian untuk mepertajam terkait sejarah KH Hasyim ini Arifin kemudian mengarahkan kepada salah satu cucu KH Hasyim yang masih mendalami ilmu agama. Dan dia menjadi pengasuh pesantren di Assalam Cepu, Blora.
Lantas saya mendatangi kediaman KH Machsun Usman pengasuh pesantren Assalam Cepu. KH Machsun adalah putra dari Siti Channah putri dari KH Hasyim.
Saat ditemui di kediamannya, Kiai Machsun tinggal di rumah yang sangat tua. Rumah dengan cat hijau dan dindingkan kayu. Meski disekitarannya bangunan sudah cukup megah. Seperti bangunan sekolahan dan masjidnya.
Rumah ini masih mempertahankan keasliannya. Dirumahnya itu terpampang foto-foto keluarganya. Termasuk foto KH Hasyim Jalakan. Fotonya ditempatkan diposisi paling atas. Lalu urutan di bawahnya adalah foto ayahmya.
Mengetahui kehadiran saya, KH Machsun kemudian mempersilahkan saya memasuki kediamannya, saat mengetahui tujuan ingin mengetahui sejarah lengkap KH Hasyim Jalakan.
Lelaki paruh baya ini juga mengaku tidak mengetahui bagaiamana kisah KH Hasyim secara rinci. Hanya saja dari cerita yang dia dapatkan, KH Hasyim ini dulunya adalah, besan dari KH Abu Sukur Tawang Ngraho, Bojonegoro. Yang tidak lain putra KH Abu Sukur ini adalah KH Usman ayahnya.
Untuk kisah masa hidup atau proses belajar KH Hasyim Jalakan ini berbeda dengan yang disampaikan oleh Arifin. Menurut KH Machsun, dulu KH Hasyim Jalakan menimba ilmu di Pondok Pesantren Langitan.
Saat di pesantren inilah KH Hasyim Jalakan bertemu dengan KH Hasyim Asyari. Hanya saja menurut cerita yang didapatkan, KH Hasyim Jalakan di Langitan adalah seniornya KH Hasyim Asyari.
”Jadi saat KH Hasyim Asyari masuk di Pesantren Langitan, KH Hasyim Jalakan itu sudah lurah pondok,” jelasnya.
Lalu apakah, dulu KH Hasyim juga pernah ke Pondok Kyai Kholil Bangkalan dirinya tidak mengetahuinya. Dirinya hanya mengatahui bahwa dulu pernah di pesantren di Langitan.
Lalu bagaiamana kehidupan KH Hasyim dirinya juga mengaku tidak pernah mengetahuinya. Sebab dulunya, ayahnya tidak penah meneritakan bagaiamana perjuangan KH Hasyim. Hanya saja dia pernah mendapatkan cerita bahwa selama hidupnya, KH Hasyim dulu adalah Kepala Penghulu di Bojonegoro. ”KH Hasyim juga dulu diangkat sebagai Imam Masjid Bojonegoro,” jelasnya.
Selain itu juga dulu, KH Hasyim ini juga menjadi tempat jujugan tokoh-tokoh Nahdlotul Ulama (NU). Seperti cerita yang dia dapatkan. Dulu KH Wahab Hasbullah juga pernah sowan ke KH Hasyim.
Yang saat itu, KH Usaman ayahnya, adalah teman satu angkatan KH Wahab Hasbullah dan Kyai Asnawi Kudus saat berguru di Mekah. Saat itu KH Wahab keliling ke kyai di Jawa salah satunya di KH Hasyim di Jalakan dan KH Usman di Cepu. ”Saat itu dalam rangka ukhuwah islamiyah,” jelasnya.
Tapi untuk peninggalan kitab dari KH Hasyim dirinya mengaku tidak memiliki satu pun. Bahkan kitab Tasrif Padangan dirinya tak punya. Sedangkan untuk peninggalan dari KH Hasyim hanya mendapatkan satu peninggalan.
”Peninggalan Mbah Hasyim ya lemari knocdown ini, lemari yang tidak pakai paku,” ujarnya sembari menunjukan lembari besar berukuran kurang lebih lebar 2 meter dan tinggi 3 meter itu.
Tapi meski dirinya tidak tau peninggalan lain dari kakeknya itu. Dia tau bahwa peninggalan keilmuannya telah dimiliki banyak masyarakat pesantren di Jawa. Seperti saat peringatan Haul KH Hasyim banyak peziarah yang datang.
Salah satunya, penziarah dari Santri KH Maimun Zuber Sarang Rembang. Santri dari Sarang itu banyak yang berziarah karena pesan KH Maimun ilmu shorof yang dikaji oleh santri itu dikarang oleh KH Hasyim Jalakan. Selain itu juga banyak juga dari Malang dan Sidoarjo dan wilayah lainnya.
Lalu nama lengkap KH Hasyim Jalakan sendiri menurutnya, itu adalah nama aslinya yakni Hasyim. Dan KH Hasyim meninggal pada 1942 yang saat itu menurutnya pada usia sekitar 90an.
Alumni Pesantren Sunan Drajat Lamongan. Kini menekuni dunia menulis dan peliputan berita.