Suasana pembukaan The 2th Bienale International Conference di Univ. Redboud, Nijmagen pagi ini berlangsung meriah. Selain menteri Agama dan Dubes RI untuk kerajaan Belanda hadir juga pimpinan Universitas; prof. Daniël Wigboldus (President of Execitiv Board Univ. Radboud),
Prof.Frans Wisjen, (Wakil Dekan Fakultas Filsafat, Teologi dan Perbangan Agama), beberapa prof dan peneliti dari Univ. di Inggris, Turki, Jerman, Amerika, Belanda, Maroko dan Indonesia.
Acara pembukaan dimulai dengan penampilan Ki Ageng Ganjur sebagai persembahan dari fak. Islam Nusantara, UNUSIA Jakarta. Pada kesempatan ini Ganjur membawakan beberapa lagu dengan komposisi aransemen kolaboratif tradisonal/etnik-modern, barat timur dan litas religi sebagai gambaran atas hubungan dialogis lintas iman, lintas zaman dan lintas geografis.
Beberapa tokoh yang memberikan sambutan di acara pembukaan adalah Presiden Eksekutif Univ. Radboud, Dubes RI, Menteri Agama dan Ketua PCI NU Belanda, Ibnu Fikri. Secara garis besar semua sambutan berisi pentingnya Islam Wasathiah (moderasi Islam) dalam menjawab tantangan global yang semakin diwarnai dengan konflik agama (Islam). Mereka berbarap konferensi ini bisa menggali nilai dan slirit keislaman dan menghasilkan rumusan yang bisa menjadi counter wacana terhadap maraknya gerakan rarikal yang memancing konflik di berbagai belahan dinia.
Setelah pembukaan acara dilanjutkan dengan konferensi yang membahas berbagai hasil penelitian dan artikel dari para peneliti dan akademisi dari berbagai universitas dan lembaga penelitian dari berbagai negara, termasuk dari Indonesia. Pebahasan dibagi menjadi tiga cluster sesuai sub tema yang sudah ditentukan panitia.
Beberapa pakar yang menjadi narasumber dalam konferensi ini adalah Dr. Thimothy Winter (Syech Abdul Hakim Murad) (Dekan Cambride Muslim College), Dr. Carool Kersten (King’s College London), Dr. Martijn ed Koning (RU Nijmegen), Prof. dr. N.J.G Kaptein (Univ. Leiden), dr. Roel Meijer (RU), prof. Karin Nieuwekerk (RU), Prof. dr. Thijl Sunier (VU Amsterdam). Dari Indonesia yang menjadi narasumber adalah KH. Yahya C. Staquf (Watimpres/PBNU), Dr. Zaenal Abidin Baqir (UGM Yogyakarta), prof. Rodert Setio (UKDW Yogyakarta)
Penulis mengikuti salah satu klaster dengan subtema “The Relevance of Islam Nusantara in the Manisfestation of al-Wasatiyya”. Ada beberapa artikel dan hasil penelitian yang dibahas dalam kluster ini diantaranya dari UIN Sunan Kalijaga, UIN Sunan Ampel, UIN Syarif Hidayatullah, UIN Walisongo dan UNUSIA Jakarta. Penelitian ini rata2 membahas pemikiran ulama Nusantara mengenai konsep wasathiyya, strategi dan model gerakan mengimplementasikan wasathiyya Islam.
Selain itu, penulis juga mengikuti lecture yang disampaikan KH. Yahya C. Tsaquf. Yang menarik dari paparan gus Yahya, beliau tidak menyampaikan pentingnya konsep wasathiyya sebagai jawaban terhadap persoalan krisis kemanusia tapi juga menyampaikan secara detail bernagai persoalan yang dihadapi ummat Islam. Diantaranya adalah kuatnya ortodoksi abad pertengahan yang membelenggu imaginasi dan pemikiran sebagian ummat Islam.
Kondisi ini menyebabkan terjadinya benturan antara sesama ummat Islam sebagaimana terlihat dalam berbagai konflik yang terjadi di beberapa negara Timur Tengah. “Bagaimana mungkin orang yang sama2 meneriakkan takbir dan sama2 merasa membela Islam tapi bisa saling membunuh satu sama lain” tegas gus Yahya. Dan di I donesia secara riil, di lapangan, NU merasakan terjadinya benturan ini.
Berikutnya, gus Yahya juga menyampaiakan adanya kesenjangan sosial ekonomi antara masyarakat Barat yang kebetulan non Muslim dengan Timur yang Muslim. Kondisi ini menimbulkan sentimen yang makin mengeras kerena dibungkus dengan simbol agama.
Saya maresa ada sesuatu yang menarik dalam event ini. Kita membicarakan Islam di kampus Khatholik. Dan semua berjalan secara enjoy, damai tanpa ada perasaan takut atau khawatir kehilangan iman. Bahkan semua bisa bebas bicara dan berpendapat tanpa ada perasaan tertekan dan dilecehkan. Apapun pendapat yang muncul dihargai dan diapresiasi.
Di forum itu saya merasakan bagaimana indahnya perbedaan. Suatu kondisi yang selama ini terjadi di negeri kami dan kami nikmati selama berabad abad. Namun sekarang kondisi itu sepertinya terancam punah karena maraknya gerakan keagamaan yang merobek semangat persaudaraan dan mengancam keberagaman. Mereka memasang tembok2 akidah yang membuat kita menjadi terpisah.
Budayawan