Suluk.id – Saya bukan perantau yang profesional sebab jarak tempuh dari lokasi kerja ke tempat asal tidak sejauh teman-teman perantau lainnya. Saat akan pulang, cukup naik kereta atau bus sudah sampai di kota kelahiran. Bahkan, sebulan bisa dua kali untuk ngopi bareng dengan kawan-kawan yang ada di rumah. Jadi, saat lebaran tiba ya lika-liku mudiknya hanya sak sret sudah sampai di lokasi tujuan.
Tahun ini, saya mencoba hal lain. Mencoba menikmati riuhnya suasana jalanan saat hari H lebaran. Saya meluncur dari kota kelahiran ke kota Kakek. Di jalan, tidak seramai biasanya. Hanya ada bus dan beberapa kendaraan roda empat. Sisanya adalah motor.
Bersama para pemotor inilah saya menikmati lebaran. Kami berhenti sejenak di minimarket untuk melepas lelah. Oh bukan hanya melepas lelah. Seorang kawan sengajar berhenti karena sudah masuk waktu memberi makan kucingnya. Dia mengeluarkan tas berisikan kucing. Lalu menyiapkan makan, dengan lahap kucing berbulu abu-abu itu menikmatinya.
Para pemotor lainnya, memilih menyulut rokok. Sambil klepas-klepus, tangan kirinya masih tetap stand by dengan gawainya. Sepertinya dia sedang berburu chip. Ah, mereka benar-benar menikmati sekali perjalanan kali ini. Selow pol. Tidak ada beban.
“Sing wis nikmati riyoyo ya ben menikmati. Awakdewe isih kudu semangat ngalanjutke perjalanan,” ujar pria yang sedang berburu chip dengan senyum sumringah.
Lebaran di jalan memang telah menjadi pilihan bagi orang-orang rumahnya jauh sedangkan jadwal libur kerja yang terlalu mepet. Mungkin ada pula yang memang sengaja ingin menikmati indahnya lebaran di jalan. Seperti yang kawan saya lakukan. Dia adalah perantau kelas wahid. Rumahnya di Jawa Barat tempat kerjanya di Jawa Timur.
Dia baru ngabari ke saya jika Jumat sore baru akan naik kereta menuju Jawa Barat. Jujur, saya kaget mengapa dia senekat itu melakukan perjalanan yang cukup mepet sekali dengan jadwal Sholat Id. Namun, dari ceritanya saya baru sadar ternyata itu bukan sebuah perencanaan yang matang. Hal itu disebabkan dia salah membeli tiket hingga akhirnya tersisa jadwal tiket yang sangat mepet dengan lebaran.
Para penikmat lebaran di jalan bagi saya adalah orang-orang tangguh. Dia memiliki jiwa petualang yang patut diapresiasi. Tidak sembarang orang bisa kuat melakoni thoriqoh ini. Di saat semua orang sudah ber ha ha hi hi dengan keluarganya para penikmat lebaran di jalan masih harus berpeluh dengan desingan mesin motor.
Saya selalu salut dengan para pemudik yang menggunakan motor. Mereka sungguh terlihat gagah dan keren. Dengan seambreg bawaan dia masih bisa melaju dengan tenang dan santai.
Wahai para pemotor yang beriman. Jalanilah prosesmu ini dengan riang gembira. Niscaya boyokmu akan tetap linu pada waktunya. Ini bukan hadist. (*)
Redaktur suluk.id