Pondok pesantren disebut sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia sebagai tempat pembelajaran sekaligus ruang dakwah. Di Jawa Timur ada beberapa pondok yang tergolong tua, yang sudah berhasil mencetak santri-santri hebat yang kemudian menjadi tokoh dan ulama besar. Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah salah satunya. Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah yang terletak di Siwalanpanji Sidoarjo merupakan pesantren tertua yang ada di Jawa Timur.
Pondok Pesantren yang didirikan pada tahun 1787 Oleh KH. Hamdani telah berhasil mencetak ulama-ulama besar di tanah Jawa. Sekilas tidak ada yang istimewa dari bangunan tuaitu, tetapi sejarah telah membuktikan bahwa Hadratusyeh KH. Hasyim Asyari, seorang ulama besar dan pendiri NU pernah nyantri di Pesantren Al-Hamdaniyah yang waktu itu diasuh oleh KH. Ya’qub.
Selain Hadratusyeh KH. Hasyim Asyari, ada beberapa nama besar yang juga pernah nyantri di sana, kesemuanya adalah orang-orang alim yang turut membidani berdirinya organisasi terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama.
Ada nama KH. Asad Samsul Arifin (Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Situbondo), KH. Ridwan Abdullah (Pencipta Lambang NU), KH. Alwi bin Abdul Aziz (pencetus nama Nahdlatul Ulama), KH. Wahid Hasyim (putra Hadratusyeh KH. Hasyim Asyari) dan banyak lagi.
Pondok pesantren memiliki peran yang sangat vital di Indonesia, selain tempat belajar Agama Islam, di beberapa pesantren di Indonesia juga digunakan sebagai markas besar para ulama pada masa penjajahan. Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah tidak luput dari peran penting itu, selain sudah berhasil mencetak ulama besar, Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah juga digunakan tempat Markas Besar Oelama pada masa perjuangan 10 November di Surabaya.
KH. Wahab Chasbullah sering mengundang para ulama se-Jawa Madura untuk berkumpul di Pondok ini bersama para pejuang-pejuang lainnya. termasuk juga tempat pertemuan antara Presiden Soekarno, Bung Hatta dan Bung tomo beserta Ulama lainya untuk mengatur strategi perjuangan melawan penjajah.
Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah merupakan saksi sejarah bangsa ini dalam mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan.
Bangunan bersejarah yang sangat sederhana ini masih tetap di pertahankan apa adanya. Termasuk kamar Hadratusyeh KH. Hasyim Asyari, kamar beliau yang hanya berdinding kayu dan bersekat anyaman bambu yang digunakan selama nyantri masih utuh dan terawat, tidak dipugar bahkan digunakan tempat mengaji bagi para santri.
Hal semacam itu dipertahankan sebagai pembelajaran para santri saat ini, bahwa dengan hanya tempat yang sederhana, bisa menjadikan santri menjadi orang besar tanpa fasilitas-fasilitas mewah. semua tergantu niat dan keseriusan selama nyantri.
Hingga saat ini bangunan pondok Pesantren ini masih berdiri kokoh. (*)
Ahli sejarah, Alumni UIN Sunan Ampel