Suluk.ID
Thursday, August 28, 2025
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
Suluk.ID
Home Pitutur

Saat Nahdliyyin Menjadi Saksi Perkawinan GKI dan HKBP

by Aan Anshori
August 28, 2019
in Pitutur
Saat Nahdliyyin Menjadi Saksi Perkawinan GKI dan HKBP
Share on Facebook

Hampir 50 tahun beragama Islam dengan rekam jejak 19 tahunan bergerak di isu lintas iman, baru kali ini aku terlibat dalam urusan administrasi perkawinan Kristen, Rabu (28/8).

Aku dijadikan salah satu saksi perkawinan Lia dan Erwin. Saksi lainnya adalah Susi Indraswari, penggerak GUSDURian Jombang. Keterlibatanku sebagai saksi di sana bukanlah sekedar sebagai saksi sebagaimana orang yang menyaksikan karnaval atau perpindahan ibukota.

Kesaksiaanku formal. Nama dicatat. KTP diverifikasi. Orangnya juga harus hadir. Kesaksiaanku adalah by law. Tertera jelas nama dan agamaku; Moh. Anshori, S.H. – Islam (notok). Dibacakan di hadapan forum sembari diakhiri, “Benar demikian?” kata petugas.

Lia adalah dosen UC, Tionghoa, pernah Perkantas, jemaat GKI Jombang dan alumni Kelas Pemikiran Gus Dur (KPG) pertama di kota Santri. Sedang Erwin; Batak dan bergereja di HKBP. Marganya Bagariang yang konon terlarang kawin dengan Situmeang, Marbun, Simanungkalit, Hutahuruk, dan Sitohang. Untuk kepentingan perkawinan, Lia mendapat marga Manalu.

Pemberkatan keduanya dilakukan di HKBP ressort Pasar Minggu oleh Pdt. Ruth Betty Agustina br Pandjaitan, setahun lalu kira-kira. Aku tahu karena pegang dokumennya.

Aku masih ingat mengajak banyak teman-teman GUSDURian Jombang datang ke perayaan perkawinan mereka, bersamaan dengan halal bi halal tahun lalu. Perayaan semakin meriah karena teman-teman waria Jombang juga datang. Aku ajak mereka.

Tiba di Dispendukcapil Jombang, kami langsung antri. Dapat urutan ketiga dari total empat pasangan yang akan dilayani pagi ini. Setelah dipanggil, kami semua masuk ke dalam ruangan mirip persidangan. Tiga orang petugas duduk di depan, bangkunya lebih tinggi.

“Saya baru pertama kali mengalami hal seperti ini, sebagai muslim berusia hampir 50 tahun. Saya kira perjumpaan seperti ini penting untuk mengajarkan toleransi. Terima kasih,” tiba-tiba saya nyerocos menerobos keheningan saat tanda tangan kehadiran diedarkan.

Dalam hukum Islam (fikih) klasik, keterlibatanku di perkawinan ini pasti agak bermasalah. Aku akan dianggap mempercayai sekaligus meneguhkan perkawinan dalan agama yang dianggap musyrik — menyembah selain Allah yang Esa. Aku akan dilabeli sebagai pendosa.

Akan tetapi sebagai orang yang tidak hanya berkecimpung dalam hukum Islam namun juga bergaul dan sedang mempelajari kekristenan, juga agama lain, aku merasa Kristen jauh dari status musyrik, apalagi kafir. Mereka adalah orang beriman.

Perkawinan Rasulullah Muhammad dan Khadijah tidak diselenggarakan dalam instrumen keislaman ketat seperti sekarang. Mereka berdua tunduk dalam perkawinan adat yang tidak menyinyiri perempuan dengan status sosial dan ekonomi melebihi pasangannya.

Saksi-saksi mereka juga beragama lokal dan Kristen Timur. Khadijah sendiri, perempuan terhormat dan menjunjung tinggi feminisme, besar dan dididik dalam kultur non-Islam. Sedikit cerita menarik perkawinan Khadijah dan Rasulullah bisa diakses dalam tulisanku https://locita.co/esai/seandainya-khadijah-ikut-women-march

Maka sesungguhnya, jika mau merujuk pada imaji perkawinan awal Rasulullah, apa yang aku lakukan di Dispendukcapil tergolong masih “ringan,” Sayangnya, kultur pendidikan klasik Islam di Indonesia masih terpenjara dalam dogma belakangan yang sangat kuat. Tidak mendidik pengikutnya mengeksplorasi berbagai hal untuk kebaikan peradaban. Ah, tak mengapa.

“Apakah perkawinan ini atas kehendak sendiri atau orang lain,” tanya petugas pencatat perkawinan, seperti seorang hakim.
“Kemauan sendiri,” jawab Erwin.
Pertanyaan serupa juga dilawatkan ke Lia. Jawabnya juga sama ” Kehendak sendiri,”

Perkawinan Kristen hari ini memperlihatkan padaku betapa sistem ini memberikan kemerdekaan kepada mempelai, utamanya perempuan, untuk berbicara atas namanya sendiri. Menjawab sendiri, tidak dimakelari oleh orang lain.

Dalam perkawinan Islam Sunni yang aku pernah ikuti dan alami, mempelai perempuan dimanjakan sistem; ia tidak akan ditanya atau berhak berbicara selama proses. Ayahnyalah, atau wali, yang membereskan semuanya, termasuk meminta bantuan petugas KUA untuk mengadakan akad “transaksi,” Mempelai perempuan dicomblangi oleh dua agen; ayah dan penghulu. Sedang hal itu tidak berlaku bagi mempelai laki-laki.

Setiap agama dan keyakinan punya sistem nilai dan ritual tersendiri. Itu sebabnya kita bisa menganalisanya secara terbuka, termasuk untuk menemukan; mana aspek pinggiran dan mana inti; mana yang harus ada (tsabit), mana yang boleh berubah (mutahawwil).

Lia dan Erwin telah memberiku, seorang Nahdliyyin, kesempatan melihat dari dekat sekaligus terlibat dalam etape penting dalam kehidupan mereka. Aku belajar banyak dari proses ini dan merasa terhormat. Itu sebabnya aku menggunakan baju yang sangat jarang aku pakai; seragam pengurus NU saat Muktamar NU Makassar 2010.

I am happy for both of you, Muliasari Kartikawati Manalu & Erwin Oktavianus Bagariang

Aan Anshori
Tags: GerejaNahdliyin
Previous Post

Romantisme Bung Mahbub

Next Post

Kritik Gus Baha’ Tentang Cara Kita Baca Alquran

Related Posts

Di Balik Tisu Murah, Ada Harga Sebuah Kehidupan

Di Balik Tisu Murah, Ada Harga Sebuah Kehidupan

by Syahrul
August 20, 2025
0

Suluk.id - Lampu merah menyala. Deru kendaraan memenuhi udara, bercampur dengan suara klakson yang bersahut sahutan. Asap knalpot menebal, menusuk...

KKN, Persahabatan, dan Keluarga

KKN, Persahabatan, dan Keluarga

by Ahmad Misbakhul Amin
August 9, 2025
0

Kulon Progo, 09 Agustus 2025_ KKN selayaknya dilakukan dengan riang gembira. Riang gembira itu bisa datang dari dalam diri secara...

Menyejukkan Hati Nurani dengan Pengajian Ahad Pagi

Menyejukkan Hati Nurani dengan Pengajian Ahad Pagi

by Ahmad Misbakhul Amin
July 30, 2025
0

Kulon Progo, 27 Juli 2025. Pagi itu, tidak seperti biasanya aku bangun lebih siang ketimbang beberapa hari lalu. Aku bangun...

Mencintai Tuhan Saat Mentadabburi Al-Qur’an

Mencintai Tuhan Saat Mentadabburi Al-Qur’an

by Araffah
June 17, 2025
0

Mentadabburi Al-Qur'an sebagai sebuah proses merenungkan, memikirkan dengan seksama, atau memperhatikan dengan mendalam tentang apa yang ada dalam sebuah ayat...

Next Post
Pesan Gus Baha’ Kepada Para Lelaki yang Tidak Punya Uang

Kritik Gus Baha’ Tentang Cara Kita Baca Alquran

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sosial Media

Terkait

SDN Kayangan 2 Gelar Jalan Sehat, Meriahkan Rangkaian HUT RI ke-80

SDN Kayangan 2 Gelar Jalan Sehat, Meriahkan Rangkaian HUT RI ke-80

August 27, 2025
Rutinan Lailatul Ijtima’ MWCNU Diwek Kaji Makna Kemerdekaan

Rutinan Lailatul Ijtima’ MWCNU Diwek Kaji Makna Kemerdekaan

August 26, 2025
Pengurus Ikatan Sarjana NU Jombang Hari Ini Dilantik, Diharap Kolabarasi Demi Kemajuan Jombang

Pengurus Ikatan Sarjana NU Jombang Hari Ini Dilantik, Diharap Kolabarasi Demi Kemajuan Jombang

August 26, 2025
Suluk.id - Merawat Islam yang Ramah

Suluk.id termasuk media alternatif untuk kepentingan dakwah. Dengan slogan Merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan.

Suluk.ID © 2025

  • Redaksi
  • Tentang
  • Disclaimer
  • Kerjasama
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan

Suluk.ID © 2025