Kepala Lembaga Penelitian dan Pengbadian Masyarakat Institut Agama Islam Al-Hikmah Tuban (LPPM IAI Al-Hikmah Tuban), Muhammad Aziz, resmi menyandang gelar Doktor (Dr) setelah mempertahankan disertasinya dalam sidang terbuka promosi Doktor Program Doktor Pascasarjana Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, di Ruang Promosi Doktor Lantai 3 Kampus 1 UIN Walisongo Semarang Indonesia pada Selasa, 14 Juli 2020.
Disertasi promovendus ini diuji oleh 8 orang yang ahli bidangnya masing-masing, yaitu: Prof. Dr. H. Fatah Syukur, M. Ag sebagai ketua sidang/penguji; Dr. H. Muhammad Sulthon, M.Ag sebagai sekretaris sidang dan penguji; Dr. H. M. Asrorun Ni’am Sholeh, MA sebagai penguji eksternal dari MUI; Dr. H. Ahmad Izzuddin, M.Ag sebagai penguji, Prof. Dr. H. Muslich, MA sebagai penguji; Dr. Ali Murtadlo, M.Ag sebagai penguji; Prof. Dr. H. Ahmad Rofiq, MA sebagai promotor dan penguji; Prof. Dr. H. Abdul Ghofur, M.Ag sebagai Ko-promotor dan penguji.
Dihadapan Dewan 8 Penguji tersebut, Pria yang tercatat sebagai Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Institut Agama Islam Al-Hikmah Tuban ini dengan sempurna memaparkan penelitian bertajuk “Manajemen Sertifikasi Halal di Indonesia (Pergeseran dari Voluntary ke Mandatory ”. Penelitian ini dilakukan untuk memotret bagaimana mekanisme penyelenggaraan jaminan produk halal di Indonesia; bagaimana manajemen sertifikasi halal di Indonesia yang dilakukan oleh LPPOM MUI dalam sistem HAS 23000; mengapa sertifikasi halal di Indonesia harus dikelola dengan ke prinsip mandatory; setelah sebelummnya bersifat voluntary.
Dalam temuannya, penelitian dilakukan oleh promovendus selama lebih dari 2 tahun ini menyebutkan; pertama, bahwa mekanisme penyelenggaraan jaminan produk halal di Indonesia melalui sistem pengelolaan sertifikasi halal yang awal kemunculannya, sampai pada proses pergeserannya berprinsip pada voluntary kemudian bergeser kepada prinsip mandatory, dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama’ Indonesia (LPPOM MUI) ke Badan Penyelenggaran Jaminan Produk Halal (BPJPH) menggunakan sebuah sistem yang disebut dengan Sistem Jaminan Halal (HAS 20003) yang menggunakan 11 (sebelas) kriteria, yaitu: (1). Kebijakan Halal; (2). Tim Manajemen Halal; (3). Pelatihan dan Edukasi; (4). Bahan; (5). Produk; (6). Fasilitas Produksi, kriteria ini dipolakan jadi tiga, yaitu: pertama khusus untuk industri pengolahan, kedua khusus untuk restoran/katering, ketiga khusus untuk Rumah Potong Hewan (RPH); (7). Prosedur tertulis untuk Aktivitas kritis; (8). Kemamampuan Telusur (Traceability); (9). Penanganan produk yang tidak memenuhi kriteria; (10). Audit Internal; (11). Kaji Ulang manajemen.
Kedua, analisis fungsi manajemen terhadap sertifikasi halal di Indonesia yang dilakukan oleh LPPOM MUI dalam pengelolaan sertifikasi halal selama ini, adalah tercermin dari 11 (sebelas) kriteria yang terdapat dalam SJH LPPOM MUI/HAS 23000 tersebut dan dapat dipetakan dengan menggunakan analisis fungsi manajemen dengan hasil: empat kriteri masuk pada fungsi perencanaan (planning), yaitu: kebijakan halal, pelatihan dan edukasi, prosedur tertulis untuk aktivitas kritis dan kemamampuan telusur (traceability); satu kriteria masuk kategori pengorganisasian (organizing), yaitu; tim manajemen halal; empat kriteria masuk kategori pelaksanaan (actuating), yaitu: bahan, produk, fasilitas produksi dan penanganan produk yang tidak memenuhi kriteria; dan dua kriteri termasuk kategori pengawasan dan evaluasi (controlling), yaitu: audit internal, kaji ulang manajemen.
Ketiga, terjadinya pergeseran dalam pengelolaan sertifikasi halal yang ada di Indonesia ini, dari prinsip voluntary kepada prinsip mandatory ini disebabkan oleh; (A). Pengelolaan sertifikasi halal secara voluntary dianggap belum mampu untuk melindungi konsumen (khususnya konsumen muslim), terhadap produk-produk yang beredar dan diperjualbelikan di Negara Indonesia, maka dari itu, harus ada instrumen hukum yang dapat menguatkan dan memberikan perlindungan kepada konsumen, yaitu melelui sebuah mekanisme jaminan produk halal melalui sistem sertifkasi halal yang mandatory; (B). Mandatory dalam sertifikasi halal sebagai bagian dari cara perlindungan konsumen (khususnya umat Islam), adalah bagian dari amanat Undang-Undang Dasar 1945, maka dari dari itu, harus dijalankan secara prosedural dan legal melalui payung hukum UU JPH; (C). Sertifikasi halal secara mandatory terhadap produk yang beredar dan dijual-belikan di indonesia itu dalam rangka perlindungan dan memperkuat terhadap produk-produk lokal Indonesia dari arus produk impor, yang nota benenya kran kebebasanya sudah dibuka sejak berlakunya sistem masyarakat ekonomi ASEAN; ini sekaligus juga memproteksi produk-produk impor yang belum jelas halal-haramnya, sehingga wajib disertifikasi halal; (D). Sertifikasi halal di Indonesia secara mandatory diberlakukan, karena akan menguatkan daya saing produk Indonesia di pentas perdagangan global dan internasional, khususnya di Timur Tengah dan Negara-Negara Muslim lainnya.
Setelah berlangsung hampir 3 jam pelaksanaan ujian, semua dewan penguji sidang promosi doktor yang berjumlah 8 orang tersebut, akhirnya bersepakat memberikan nilai baik pada promovendus yang juga tercatat sebagai Pengurus Pusat Himpunan Alumni Pondok Pesantren Mambaus Sholihin Suci-Gresik (HIMAM). Dengan adanya kajian tentang sertifikasi halal ini, ke depan prmovendus berharap kesadaran yang tinggi pada produsen untuk taat pada regulasi yang sudah dibuat oleh negara, dalam rangka melindungi konsumen dan menaikkan daya saing produk halal Indonesia di tingkat global.
Suluk.id merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan